"Nona Berry, jangan sembarangan bergerak, hati-hati dengan pistol ini." Saat terdengar suara dengan nada dingin dari belakangnya, Berry secara refleks menoleh untuk melihat dan kebetulan berhadapan langsung dengan lubang pistol dan wajah yang terlihat ganas."Siapa kalian? Berani-beraninya kalian sewenang-wenang di Keluarga Chuwardi!" teriak Berry."Nona Berry, nggak perlu seemosi itu, aku hanya menjalankan perintah saja," kata pria berpistol dengan tenang."Menjalankan perintah? Perintah siapa?" tanya Berry."Tentu saja perintahku." Pada saat itu, seorang pria mengenakan jas dengan postur tubuh kurus dan memiliki bentuk wajah yang tajam tiba-tiba masuk ke dalam ruang rapat. Pria itu adalah Daniel."Kamu?" Setelah melihat orang yang datang, ekspresi Berry segera berubah. Dia baru saja lolos dari bahaya dan melarikan diri dari permukiman orang miskin, dia tidak menyangka Daniel akan begitu cepat datang mencarinya.Daniel melangkah maju sambil tersenyum, lalu jarinya mengangkat dagu Berr
Meskipun Daniel sedang tersenyum, wajahnya menunjukkan dia bukan orang yang baik."Apa yang Tuan Daniel ingin aku lakukan?" Berry tiba-tiba merasa gelisah."Mudah sekali. Besok kamu cari sebuah alasan untuk mengundang Luther makan di rumahmu, lalu kamu masukan racun ini ke dalam anggurnya. Setelah efek racunnya bekerja, kamu boleh pergi dan serahkan sisanya untuk kutangani."Saat mengatakan itu, Daniel mengeluarkan sebuah botol obat hitam dan meletakkannya di atas meja. Botol itu berisi Racun Uzur yang khusus digunakan untuk menghadapi para ahli bela diri. Ahli mana pun yang berada di bawah tingkat master yang terkena racun ini, seluruh tubuhnya akan menjadi lemas dan tidak bisa mengeluarkan kekuatan apa pun."Tuan Daniel, kita bisa mencoba memaafkan orang, nggak perlu sampai bertindak sekejam itu, 'kan?" kata Berry dengan ekspresi yang agak muram. Bahkan orang bodoh pun tahu apa yang akan dilakukan Daniel. Jika dia meracuni Luther, bukankah dia akan menjadi pembantu pembunuhan?Daniel
Mendengar ancaman Daniel, semua anggota Keluarga Chuwardi langsung menjadi panik. Mereka jelas tidak melakukan apa pun, tetapi tiba-tiba menjadi korban. Ini benar-benar sebuah kesialan.Alfon terkejut hingga berlutut di lantai dan mulai memohon ampun, "Tuan Daniel, mohon ampuni kami. Keluarga Chuwardi selalu taat hukum, Anda nggak boleh sembarangan membunuh orang nggak bersalah!""Tuan Daniel, Anda adalah orang yang baik hati, tolong lepaskan kami!" Semua anggota Keluarga Chuwardi menjadi panik.Namun, Daniel tetap tidak goyah dan berkata dengan tenang, "Nggak ada gunanya kalian memohon padaku. Kalian harusnya memohon pada Nona Berry, nyawa kalian ada di tangannya."Alfon menjadi panik dan berteriak, "Berry, kenapa kamu masih bengong di sana? Cepat setuju! Apa kamu ingin melihat semua kerabat kita mati?""Paman Alfon, Luther adalah penyelamatku, aku nggak boleh mengkhianatinya!" kata Berry sambil mengernyitkan alis dengan erat.Alfon langsung memarahinya, "Penyelamat apa? Apa nyawa Lut
Terdengar suara tembakan pistol sekali lagi dan ada anggota Keluarga Chuwardi kedua yang tergeletak di genangan darah. Dalam sekejap, terdengar suara jeritan dan ratapan memenuhi udara. Ada suara tangisan, teriakan, dan permohonan maaf yang bersahut-sahutan."Berengsek, aku akan membunuhmu!" kata Berry dengan mata yang memerah, lalu mengambil pisau di lantai dan bersiap untuk melawan Daniel. Namun dia baru saja bangkit, pengawal Daniel menendangnya kembali ke lantai."Nona Berry, sepertinya bobot kerabat biasa ini masih nggak sebanding dengan Luther di hatimu. Baiklah, aku akan meningkatkan taruhannya."Setelah mengatakan itu, Daniel bertepuk tangan. Tak lama kemudian, dua pengawal berbadan besar masuk sambil menyeret seorang pria paruh baya. Pria itu adalah ayah Berry, Sabian."Ayah!" Melihat orang yang masuk, ekspresi Berry segera berubah menjadi sangat ketakutan. Dia tidak menyangka ayahnya akan ditangkap."Nona Berry, aku akui kamu memang sangat berani. Tapi, kalau hanya bisa memil
Keesokan paginya, Berry yang tidak tidur semalaman terpaksa menelepon dan mengundang Luther untuk makan siang di rumahnya. Luther tidak curiga dan menerima undangannya dengan senang. Setelah menutup telepon, dia seolah-olah kehilangan semua energinya dan duduk lemas di kursi dengan wajah yang pucat dan tatapan yang tak bersemangat. Hanya dalam semalam saja, dia menjadi jauh lebih kelelahan."Berry, bagaimana? Sudah menghubungi Luther?" Pada saat itu, Sabian masuk ke dalam ruangan.Berry tidak berbicara dan hanya menganggukkan kepala.Melihat putrinya yang tidak bersemangat, Sabian menghela napas panjang dan menghibur, "Berry, aku tahu kamu sangat sedih, tapi saat ini kita nggak punya pilihan lain. Kekuatan Daniel sangat besar dan ada Keluarga Luandi yang mendukungnya, kita nggak bisa menyinggungnya. Lagi pula, ada banyak anggota Keluarga Chuwardi yang sudah dikendalikan Daniel, mereka semua akan mati kalau kita memberontak. Jadi, kali ini kita hanya bisa menjadi orang jahat."Setelah m
Sebaliknya, Berry yang berada di samping terlihat murung dan tidak fokus. Saat Sabian menyenggolnya dengan bahu, dia baru tiba-tiba tersadar kembali dan memaksakan senyumannya. "Luther, aku sudah menyiapkan makanan dan minumannya, silakan.""Ayo," jawab Luther sambil tersenyum.Ketiganya berjalan masuk ke dalam rumah sambil berbincang-bincang. Berbeda dari biasanya, suasana di rumah Keluarga Chuwardi hari ini jelas lebih sepi dan tidak ada banyak orang di vila yang begitu luas. Ketiganya berjalan sambil berbincang hingga akhirnya tiba di ruang tamu dan duduk. Tak lama kemudian, satu per satu hidangan disajikan di atas meja."Nona Berry, kamu mengundangku ke sini bukan hanya untuk makan saja, 'kan? Apa ada sesuatu yang ingin dibahas?" tanya Luther."Aku ...." Berry langsung kebingungan. Dia sudah merasa tidak bersemangat seharian, sehingga dia tidak mempertimbangkan hal-hal ini.Untungnya, reaksi Sabian cepat dan segera menyelesaikan masalah ini. "Luther, apa maksudmu? Kalau nggak ada m
"Plak!" Terdengar suara pukulan keras.Gelas anggur di tangan Luther terjatuh dan isinya tumpah semua di lantai.Berry bingung dan berdiri di tempatnya tidak tahu apa yang harus dilakukannya karena tindakannya tadi adalah reaksi refleks dan tak bisa dikendalikannya. Saat melihat Luther hendak meminum anggurnya, dia segera memilih untuk menghentikannya. Bahkan dia sendiri juga tidak tahu mengapa dia bisa seperti ini.Saat ini bukan hanya Berry, bahkan wajah Sabian juga menjadi pucat dan keringat dinginnya mengalir. Hal yang paling dia khawatirkan akhirnya terjadi juga. Awalnya, dia bisa mengorbankan Luther untuk menjaga keamanan keluarganya, tetapi tindakan putrinya sudah merusak seluruh rencananya. Jika Daniel mempermasalahkan hal ini, Keluarga Chuwardi pasti akan berada dalam bahaya besar."Nona Berry, apa yang kamu katakan tadi? Ada racun di anggur ini?" Luther mengernyitkan alis karena merasa aneh."Glek!" Berry menelan ludahnya dengan gugup.Setelah terdiam selama beberapa detik, B
Berry menggenggam pisaunya makin kuat, luka di lehernya juga makin besar. Melihat adegan itu, Sabian merasa sedih dan tidak berdaya, sehingga akhirnya memilih untuk menyerah."Baiklah, aku akan membiarkan kalian pergi. Tapi mulai hari ini, kamu bukan anggota Keluarga Chuwardi lagi. Mulai sekarang, kita berdua putus hubungan, aku akan menganggap nggak ada putri sepertimu!" kata Sabian dengan nada muram."Ayah?" Seluruh tubuh Berry bergetar dan ekspresinya terlihat menderita."Jangan panggil aku ayah lagi! Cepat pergi!" Setelah memberi isyarat kepada para pengawal untuk mundur, Sabian berbalik dan tidak menatap Berry lagi. Tanpa sadar, kedua matanya sudah dipenuhi dengan air mata. Dia berharap putrinya bisa bertahan hidup dengan pergi jauh meninggalkan Midyar ini dan mendoakan mereka bisa berbahagia."Ayah, maafkan aku." Melihat punggung ayahnya yang sedikit membungkuk, Berry merasa sangat bersalah. Setelah ragu sejenak, dia mengusap air matanya dan segera menarik Luther untuk berlari ke
Satu jam kemudian, Nivan yang sudah menyamar diam-diam memasuki sebuah vila pribadi yang mewah. Naim sudah menyiapkan teh dan camilan di ruang tamu vila itu, terlihat sudah menunggu lama."Kak Naim, maaf sudah membuatmu menunggu lama," kata Nivan sambil melepaskan mantelnya, lalu tersenyum dan berjalan mendekat."Nggak apa-apa. Kita berdua jarang sekali bisa berkumpul. Kamu bisa inisiatif mengajakku bertemu saja, aku sudah merasa sangat senang. Menunggu beberapa menit bukan masalah besar," kata Naim dengan tersenyum sambil mempersilakan Nivan duduk, lalu menuangkan dua cangkir teh dan memberikan salah satunya untuk Nivan.Setelah menerima cangkir itu, Nivan langsung meletakkannya di samping dengan hati-hati. Dia sangat berhati-hati soal makanan dan minumannya saat berada di luar, ini sudah menjadi kebiasaannya."Nivan, kamu tiba-tiba mengajakku bertemu, apa kamu ingin membahas soal urusan resmi atau pribadi?" tanya Naim yang langsung ke topik pembicaraannya setelah menyesap tehnya."In
Saat ini, di sebuah vila mewah lainnya di dalam kota. Seorang mata-mata wanita yang mengenakan pakaian hitam dan jubah sedang melapor pada Nivan tentang hasil penyelidikannya."Tuan, belakangan ini orang-orang dari Keluarga Luandi sangat aktif. Mereka sedang sibuk membentuk aliansi dari delapan keluarga besar dan berbagai pihak lainnya. Banyak yang sudah berpihak pada Keluarga Luandi. Kalau terus membiarkan mereka seperti ini, ini akan menjadi ancaman besar bagi kita," kata mata-mata wanita itu sambil berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepala."Keluarga Luandi mendukung Kak Nolan, 'kan?" tanya Nivan yang duduk dengan tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apa pun."Keluarga Luandi punya ambisi besar. Katanya mendukung, tapi sebenarnya mereka sedang menjadi Pangeran Nolan sebagai boneka untuk memperbesar kekuasaan mereka sendiri," kata mata-mata wanita itu yang mengungkapkan rahasia di balik semua itu. Dia sudah menyusup di Keluarga Luandi selama bertahun-tahun, sehingga sangat me
Malam harinya, dua pemuda sedang bermain catur dengan santai di sebuah vila mewah yang tersembunyi di dalam kota. Yang sebelah kirinya adalah pria yang baru saja bertamu ke Keluarga Paliama, Roman, sedangkan yang sebelah kanan adalah pangeran kedua yang bertubuh kekar dengan pakaian mewah, Nolan.Keduanya bermain catur dengan konsentrasi penuh, kadang-kadang melangkah dengan cepat dan kadang-kadang berpikir dengan lama. Setelah bermain sekitar sepuluh menit, Roman akhirnya mengaku kalah."Roman, beberapa hari nggak bertemu, kemampuan caturmu makin hebat. Aku hampir saja kalah," kata Nolan sambil mengusap janggutnya, terlihat agak terkejut."Pangeran Nolan terlalu memujiku. Kemampuan caturku nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan denganmu. Kalau Pangeran Nolan nggak sengaja mengalah, aku pasti sudah kalah sejak awal. Mana mungkin aku bisa bermain selam ini," kata Roman sambil tersenyum."Hahahaha ... kamu memang pandai berbicara," kata Nolan sambil tertawa terbahak-bahak dan ekspresiny
"Sebenarnya, kita nggak perlu bingung siapa yang lebih cocok menjadi kaisar. Yang lebih penting adalah siapa yang paling mungkin menjadi kaisar?" ucap Gandara tiba-tiba.Sebagai seorang pebisnis, Gandara selalu mengejar keuntungan secara maksimal. Jadi, dia tidak peduli siapa yang menjadi kaisar.Yang Gandara pedulikan adalah siapa yang lebih mungkin menjadi kaisar. Memilih orang itu dan mendukungnya adalah pilihan yang paling bijak."Siapa yang paling mungkin? Itu tergantung pada siapa yang punya paling banyak pendukung," ujar Gusdur sambil merenung."Oh ya, tadi aku lupa tanya, pangeran mana yang didukung oleh Keluarga Luandi?" Gema menepuk kepalanya.Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka masih belum tahu siapa yang sebenarnya didukung oleh Keluarga Luandi."Aku rasa itu Pangeran Ketiga." Gandara menyipitkan mata dan menganalisis, "Pangeran Ketiga punya hubungan pribadi yang baik dengan Roman dan punya potensi yang luar biasa. Dia sangat disukai oleh Kaisar, jadi Keluarga Luandi m
Tanpa perlu kaisar turun tangan, orang-orang yang penuh ambisi itu akan menelan Keluarga Paliama tanpa menyisakan apa-apa. Sebaliknya, jika mereka memilih untuk berpihak dan pilihan mereka benar, Keluarga Paliama dapat berjaya selama ratusan tahun. Namun jika mereka salah, Keluarga Paliama bisa hancur hanya dalam semalam!Jadi, sekarang Ezra tidak tahu harus memilih yang mana. Masalah ini bukan masalah sepele. Jika salah langkah, semuanya akan berakhir dengan kekalahan."Biar aku pertimbangkan dulu. Aku belum bisa memberi jawaban kepada kalian saat ini," kata Ezra sekali lagi.Masalah ini berkaitan dengan banyak aspek. Jika Ezra membuat keputusan yang salah, semuanya akan hancur. Oleh karena itu, dia harus sangat hati-hati."Aku ngerti. Bagaimanapun, ini bukan perkara kecil. Tapi, aku harap kamu bisa segera memutuskan," ucap Roman dengan senyuman tipis."Adipati Ezra, Keluarga Paliama bukan satu-satunya yang ingin beraliansi melalui pernikahan dengan Keluarga Luandi. Waktu nggak menung
"Adipati Ezra, perjodohan di antara dua keluarga ini bukan hanya kehendakku, tapi juga kehendak ayah angkatku dan seluruh Keluarga Luandi," ujar Roman dengan tersenyum."Menurut aturan yang sudah diterima, pernikahan antara keluarga kerajaan yang masih berkerabat langsung nggak diperbolehkan. Apa kalian sudah lupa akan hal ini?" tanya Ezra dengan tenang."Berpegang pada aturan yang kaku nggak akan berguna untuk perkembangan," jawab Roman sambil menggeleng dan tersenyum. "Sekarang, Negara Drago sedang dalam masa kacau. Selain itu, aku dengar kesehatan Kaisar kurang baik dan ada kemungkinan dia akan menunjuk pewaris lebih awal dan mundur dari takhta.""Aku yakin Midyar akan mengalami kerusuhan dalam waktu dekat ini. Pada saat itu, baik Empat Keluarga Kerajaan, Delapan Keluarga Kaya, maupun kekuatan lainnya, semua akan terseret dalam pusaran ini. Makanya sebelum itu terjadi, aku harap Keluarga Luandi dan Keluarga Paliama bisa beraliansi melalui pernikahan untuk mengatasi kesulitan bersama
"Ayah, bagaimana menurutmu?" tanya Gusdur sambil mengalihkan pandangannya ke arah Ezra."Ada tamu yang datang, kita tentu saja nggak boleh nggak sopan. Suruh mereka masuk ke ruang tamu untuk berbicara," kata Ezra dengan tenang. Roman mewakili Keluarga Luandi, dia tentu saja tidak bisa mengusir tidak peduli apa pun niat kedatangan Roman ini. Mengenai hubungan pernikahan ini, tentu harus dipertimbangkan dengan matang."Baik," jawab pengurus rumah, lalu segera pergi."Kalian lanjutkan saja makannya, aku akan menemui orang-orang dari Keluarga Luandi ini," kata Ezra, lalu bangkit dan pergi.Setelah saling memandang sebentar, ketiga putra dari Ezra juga akhirnya mengikuti Ezra. Mereka ingin melihat apa yang sedang direncanakan Keluarga Luandi kali ini."Sudahlah, biarkan mereka yang mengurusnya. Kita makan saja," kata nenek Bianca sambil tersenyum agar semuanya melanjutkan makan malamnya.Tiga menit kemudian, di ruang tamu Keluarga Paliama. Ezra duduk di kursi utama dan langsung menghadap ke
Setelah meninggalkan Grup Luca, Luther dan Bianca pergi ke mal terlebih dahulu untuk memberi berbagai hadiah. Mulai dari hadiah untuk para lansia dan anak-anak yang baru belajar berjalan, semua kerabat inti Keluarga Paliama mendapat hadiah. Setelah itu, mereka pergi ke toko barang antik untuk memilih sebuah lukisan kaligrafi yang bagus untuk Ezra.Menjelang senja, Luther yang sudah mempersiapkan semuanya mengunjungi kediaman Adipati Ezra untuk pertama kalinya. Kediaman ini terletak di pusat kota Midyar yang berbentuk kompleks rumah tradisional dengan area yang sangat luas.Ezra memiliki tiga putra dan seorang putri Putra sulung, Gusdur, bekerja di pemerintahan sebagai pejabat pangkat tiga dan statusnya sangat dihormati. Putra kedua, Gandara, bekerja di industri farmasi dengan kekayaan yang mencapai puluhan triliun dan menjadi pengusaha terkenal di Midyar. Putra bungsu, Gema, sukses di dunia militer dan kini menjabat sebagai perwira militer pangkat tiga.Sementara itu, putri kecil Ezra,
Selama Luther pergi, Bianca terus memikirkan dan selalu memperhatikan kabar dari Luther. Namun, meskipun sangat rindu, dia juga tidak pernah mengganggu Luther karena dia tidak ingin membuat fokus Luther terganggu dan memengaruhi urusan negara. Dia sangat memahami kesibukan Luther, sehingga terus menahan gejolak di hatinya dan mengalihkan perhatiannya dengan sibuk bekerja.Namun, setelah sekarang benar-benar bertemu dengan Luther, perasaan Bianca yang sudah lama terpendam akhirnya meledak. Rasa rindu selama berbulan-bulan berubah rasa sayang yang meluap dan air mata pun mengalir deras.Adegan ini membuat asisten wanita di samping Bianca tercengang. Dia tidak menyangka presdir mereka yang cantik ternyata hatinya sudah memiliki pemiliknya. Yang lebih mengejutkannya, Bianca yang biasanya tegas dan sangat berwibawa ternyata begitu lembut dan anggun di depan pria ini.Asisten wanita itu mulai mengamati Luther dengan saksama. Baik dari segi penampilan dan karisma, Luther memang luar biasa dan