"Ada pencuri?" Mendengar perkataan itu, semua orang saling memandang dengan sangat bingung. Siapa yang begitu berani mencuri di kediaman Keluarga Luandi? Apakah orang itu cari mati?"Aku minta maaf pada kalian semua. Barang yang hilang itu sangat penting bagiku, jadi aku terpaksa melakukan ini."Roman memberi hormat kepada semua orang di ruang istirahat terlebih dahulu, lalu berkata lagi, "Selanjutnya, aku memeriksa kalian dengan anjing pemburu, tolong jangan sembarangan bergerak agar nggak terjadi kesalahpahaman."Setelah mengatakan itu, Roman memberikan isyarat agar para bawahannya menutup semua pintu, lalu dua anjing pemburu yang sudah dilatih dengan baik mulai memeriksa satu per satu orang di ruangan itu. Meskipun tindakan ini agar berlebihan, para tamu di ruangan itu juga tidak berani mengatakan apa-apa karena mengingat identitas Roman dan memilih untuk bekerja sama dengan patuh."Periksa dengan teliti, jangan lewatkan setiap sudut!" kata Roman dengan muram. Saat istirahat tadi, d
Meskipun Ariana tahu pria di depannya ini ingin mencelakainya, dia tetap tidak berani menunjukkan reaksi apa pun.Roman berkata dengan tatapan yang merendahkan, "Mempertimbangkan keseluruhan situasinya? Kamu ini hanya seorang wanita, apa yang kamu tahu tentang keseluruhan situasi? Selain Ayah Angkat, aku yang berkuasa di kediaman Keluarga Luandi. Inilah yang disebut keseluruhan situasi.""Kak Roman memang berkuasa dan berpengaruh, tapi nggak berarti kamu boleh bertindak sesukamu. Kediaman Keluarga Luandi masih di bawah kendali Ayah Angkat," kata Ariana yang tetap tidak mundur."Hehe .... Bagus sekali!"Roman tiba-tiba tertawa, tetapi tatapannya terlihat sangat dingin. "Ariana, kamu memang cerdas. Mungkin inilah alasannya Ayah Angkat sangat memperhatikanmu, 'kan? Sayangnya, orang sepertimu ini selalu nggak akan hidup lama, sebaiknya kamu berhati-hati."Setelah mengatakan itu, Roman menepuk bahu Ariana, lalu berbalik dan pergi. Seorang wanita yang tidak memiliki kekuatan apa pun malah be
Setelah kembali ke vila, Luther langsung mulai bersiap-siap untuk bekerja. Tiga jenis obat spiritual akhirnya terkumpul, sedangkan bahan tambahan lainnya juga sudah disiapkan sejak awal. Selanjutnya, dia akan mengasingkan dirinya untuk membuat Pil Pemurni Sumsum."Jordan, aku akan mengasingkan diri selama satu hari. Kamu jaga baik-baik di sini, jangan biarkan siapa pun masuk menggangguku," pesan Luther."Tenang saja, Kak Luther. Siapa pun yang datang, nggak akan bisa masuk ek pintu ini," kata Jordan sambil menepuk dadanya.Luther menganggukkan kepala, lalu menatap Ghufran dan berkata, "Dokter Ghufran, aku serahkan Paman Bahran padamu, nggak boleh ada insiden apa pun sebelum aku keluar.""Percayalah padaku. Aku memang nggak bisa menyembuhkan penyakit Tuan Bahran, tapi aku akan memastikan dia akan bertahan hidup sebentar lagi," kata Ghufran."Baiklah. Kalau begitu, aku serahkan pada kalian berdua." Luther tidak banyak omong kosong lagi.Setelah memberikan beberapa pesan, Luther masuk ke
"Jordan, apa kamu mencium sesuatu?" Ghufran seolah-olah merasakan sesuatu sehingga tiba-tiba mengendus-endus."Maksudmu, aroma obat?" Jordan memiringkan kepalanya sambil bertanya dengan heran, "Memang sudah ada sejak tadi. Kenapa?""Kali ini berbeda. Aromanya agak khas." Ghufran mendekati pintu, berjongkok, dan mulai mencium aroma dari celah pintu.Krek! Tiba-tiba, pintu dibuka. Luther yang hendak keluar melihat postur aneh Ghufran, jadi bertanya dengan dengan penasaran, "Dokter, ada apa denganmu? Perutmu sakit?""Eh ...." Ghufran terkekeh-kekeh canggung, lalu segera bertanya, "Luther, gimana? Pil Pemurni Sumsumnya berhasil nggak?"Hais ...." Luther menghela napas, memperlihatkan ekspresi menyayangkan.Ketika melihatnya, Ghufran merasa gugup. Dia bertanya dengan wajah pucat dan suara bergetar, "Gagal, ya?"Ini gawat. Jika Pil Pemurni Sumsum gagal dibuat, berarti semua bahan obat menjadi sia-sia. Selain itu, Bahran tidak akan bisa diselamatkan!"Bukan gagal, tapi kualitas pilnya agak re
"Tuan Bahran sudah siuman!" Ghufran berseru gembira melihatnya. Saking emosionalnya, dia sampai meneteskan air mata bahagia. Bagaimanapun, dia telah merawat Bahran selama 10 tahun. Kebahagiaan ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata."Syukurlah, semua berjalan dengan lancar," ucap Luther dengan mata yang agak memerah. Bahran adalah seniornya. Wajar kalau dia merasa tersentuh melihat Bahran siuman. Jerih payahnya untuk membuat Pil Pemurni Sumsum pun tidak sia-sia."Ghufran, aku di mana? Kenapa kamu jadi tua sekali?" Bahran yang berbaring di ranjang terus melirik ke kanan kiri dengan heran. Pada akhirnya, dia menatap Ghufran sambil bertanya dengan suara serak."Tuan Bahran, kamu di tempat yang aman. Tenang saja." Ghufran mengelus wajah sendiri, lalu tersenyum getir dan meneruskan, "Sepuluh tahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhir kita. Mana mungkin aku masih muda?""Sepuluh tahun?" Bahran tertegun, tetapi segera tersadar kembali. Dia membelalakkan mata, lalu bertanya dengan terke
"Paman Bahran, apa yang kamu lakukan? Cepat berdiri!" Luther buru-buru berjongkok untuk memapah Bahran."Pangeran, maafkan aku karena gagal melindungimu dan Ratu Wedani. Kamu boleh menghukumku," ucap Bahran yang berderai air mata."Jangan bicara begitu. Kalau kamu nggak berjuang mati-matian waktu itu, mungkin aku sudah mati sekarang," hibur Luther."Seluruh prajurit Kavaleri Bimasakti gugur dalam pertempuran, hanya aku yang hidup. Aku bersalah pada kalian semua!" ujar Bahran sambil terisak-isak."Jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu sudah berusaha sekuat tenaga. Aku justru senang karena melihatmu masih hidup. Semua ini salahku, aku yang telah mencelakai kalian. Gara-gara aku, kamu sampai tidak sadarkan diri selama 10 tahun dan seluruh pasukan gugur. Aku yang seharusnya minta maaf," sahut Luther dengan mata memerah.Luther masih ingat semuanya. Dia melihat bagaimana para prajurit itu tewas terbunuh hanya demi melindungi dirinya. Hingga sekarang, Luther tidak pernah melupakan nama merek
"Edmond?" Luther mengernyit mendengar nama ini. "Nama ini kedengaran familier. Siapa dia?""Pangeran mungkin agak asing dengan nama ini, tapi pasti tahu Raja Toraba," ucap Bahran dengan ekspresi serius."Rupanya dia!" Luther sontak membelalakkan mata. Raja Toraba adalah adik Kaisar. Di antara begitu banyak keturunan, dia termasuk unggul.Sepuluh tahun lalu, Raja Toraba yang berbakat sangatlah terkenal. Namun, entah mengapa, dia tiba-tiba mengasingkan diri. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu di mana lokasinya."Maksudmu, kasus tahun itu berhubungan dengan Raja Toraba?" tanya Luther."Aku nggak berani bilang begitu. Tapi, yang pastinya Raja Toraba tahu tentang itu," timpal Bahran."Oh? Kenapa kamu bicara begitu?" Luther memicingkan matanya."Raja Toraba dan ayahmu punya hubungan dekat. Kami langsung meminta bantuan dari Raja Toraba saat diserang di Kota Terlarang, tapi nggak mendapat respons apa pun. Sejak saat itu, Raja Toraba memilih untuk mundur dari istana. Jelas, dia sedang menghi
Jadi, prioritas untuk sekarang adalah menemukan Raja Toraba dan menanyakan kebenaran tahun itu."Paman, kamu baru siuman, istirahatlah dengan baik. Kalau butuh sesuatu, beri tahu saja aku," ujar Luther sambil membaringkan Bahran."Pangeran, masalah tahun itu sudah berlalu. Lupakan saja. Kalau terus diselidiki, kamu hanya akan membahayakan diri sendiri. Aku yakin Ratu Wedani berharap kamu hidup dengan baik," nasihat Bahran yang tiba-tiba meraih lengan Luther."Paman, masalah ini terus menghantuiku selama bertahun-tahun ini. Kalau nggak diselidiki dengan baik, aku nggak akan bisa hidup tenang," sahut Luther."Hais ...." Ketika melihat tatapan tegas Luther, Bahran hanya bisa menghela napas dan tidak berkata-kata lagi. Dia tahu bahwa Luther sangat keras kepala, tidak ada yang bisa menghalanginya jika sudah membuat keputusan."Paman hanya perlu memulihkan diri untuk sekarang. Jangan pikirkan hal lain. Serahkan saja semua kepadaku," hibur Luther. Kemudian, dia berbalik dan pergi.Kini, Luthe