Ketakutan akan kematian telah menyelimuti seluruh hatinya. Barney memohon dengan suara seraknya, "Jangan bunuh aku ... jangan .... Masalah hari ini hanya salah paham."Ketika kematian sudah dekat, status maupun martabat tidak lagi penting. Asalkan selamat, dia rela mengorbankan apa saja. Barney memiliki kehidupan indah dan masih banyak kekayaan yang belum dinikmatinya, dia tidak perlu mempertaruhkan nyawanya seperti ini."Tuan Barney, jangan takut. Dia nggak akan berani macam-macam, dia cuma menakutimu!" hibur Sarisha."Menakuti?" Bibir Barney pun berkedut. Dia ingin sekali memaki wanita ini. Dadanya diinjak hingga hampir remuk, tetapi Sarisha masih mengatakan Luther hanya menakutinya?"Tuan Barney, bertahan sedikit. Aku sudah menyuruh orang. Setelah mereka datang, Luther nggak mungkin bisa lolos!" seru Sarisha untuk menyemangati.'Dasar jalang sialan! Sebaiknya kamu diam!' umpat Barney dalam hati. Nyawanya sudah terancam, tetapi Sarisha masih melontarkan kata-kata yang memprovokasi Lu
Barney menarik napas dalam-dalam. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin, jantungnya berdetak kencang, seolah-olah dirinya baru keluar dari gerbang neraka.Barney tidak menyangka pecundang yang berada di sisi Bianca akan sekuat dan seberani ini. Pria ini sama sekali tidak takut pada Keluarga Angelo. Apakah dia memang tidak tahu kehebatan keluarga mereka atau terlalu percaya diri?"Tuan Barney, kamu baik-baik saja?" Saat ini, Alarik dan Sarisha menghampiri sembari menanyakan kondisi Barney dengan penuh perhatian. Lagi pula, tujuan mereka menghina Luther adalah untuk memenangkan hatinya. Jika bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk bergabung dengan kalangan atas dan menjadi orang kepercayaan Barney, mereka yang akan untung besar!"Tuan Barney, sebenarnya kamu nggak perlu takut padanya. Lawan saja, aku yakin dia nggak akan berani macam-macam padamu!" ujar Sarisha sambil mendongak menatap Luther dengan angkuh. Menurutnya, Luther hanya berani mengancam. Bagaimanapun, tidak ada orang waras yang
Intinya, kejadian ini sungguh konyol.Alarik dan Sarisha bertatapan dengan ekspresi heran. Mereka tidak menduga Barney yang mereka sanjung dengan susah payah akan sepengecut ini. Hanya karena ancaman seorang pecundang, dia ketakutan sampai meminta maaf di depan umum. Tornado Hitam apanya? Barney ini jelas sangat lemah!Bianca hanya menatap dan tersenyum tanpa berbicara. Kekasihnya ini memang hebat, Luther tidak mungkin membiarkan pria cabul seperti Barney bertindak semena-mena."Lalu, gimana kamu akan ganti rugi?" tanya Luther."Sebut saja harga yang kamu mau," sahut Barney."Kulihat Keluarga Angelo kaya raya. Kalau begitu, beri aku 7 triliun," ujar Luther dengan tidak acuh."Apa? Tujuh triliun? Pergi merampok saja sana!" pekik Sarisha yang tidak bisa menahan diri."Luther! Kamu sudah kelewatan!" tegur Alarik dengan ekspresi masam. Apakah pria ini gila? Bukan hanya menghajar Barney, tetapi juga meminta ganti rugi, bahkan jumlahnya begitu besar."Kenapa? Terlalu sedikit, ya? Kalau begit
Plak! Tamparan mendadak ini membuat kepala Barney terasa sangat pusing. Dia pun tidak bisa bereaksi untuk sesaat. Sementara itu, orang lainnya kebingungan dengan situasi yang terjadi. Valda bukan datang untuk membantu Barney? Kenapa dia langsung menampar keponakannya begitu saja?"Paman, kenapa menamparku?" tanya Barney dengan ekspresi sedih sambil memegang pipinya yang perih. Di mata orang luar, dia adalah Tornado Hitam yang hebat. Di mata Valda, dia sama saja dengan seekor tikus. Bagaimanapun, Barney bisa mencapai posisi ini berkat bantuan pamannya."Huh! Memangnya kamu nggak tahu kenapa aku menamparmu? Sudah kubilang, kamu boleh melakukan apa pun di luar karena ada Keluarga Angelo yang akan membereskannya untukmu. Tapi, ada satu hal yang nggak boleh, yaitu kalah dalam pertarungan!""Keluarga Angelo nggak pernah membina pengecut. Kamu seorang jenderal, masa bisa kalah dari seorang pecundang? Buat malu saja! Jadi, kamu rasa dirimu pantas ditampar atau nggak!" bentak Valda."Aku ...."
"Entahlah, aku nggak ingat," sahut Luther dengan tidak acuh."Kamu tahu siapa aku?" tanya Valda lagi."Aku baru tahu tadi, Tuan Kelima Keluarga Angelo, seorang jenderal besar," jawab Luther."Kalau begitu, kenapa nggak takut?" Valda merasa agak heran. Orang biasa akan ketakutan hingga lemas, tetapi bocah ini masih begitu tenang seperti tidak menghormatinya. Apakah dia memang tak kenal takut atau terlalu percaya diri?"Kenapa harus takut? Midyar adalah tempat yang memiliki hukum. Keponakanmu menantangku dan menerima kekalahannya. Semua orang di sini bisa bersaksi. Keluarga besar seperti kalian nggak mungkin menindasku hanya karena kalian berkuasa, 'kan?" timpal Luther."Hehe ... pintar sekali berdalih." Valda memicingkan mata dan berucap, "Tapi, yang kamu katakan benar. Barney kalah karena dia nggak punya kemampuan, kami nggak akan menindasmu. Tapi, kami juga nggak akan melepaskanmu begitu saja karena sudah menghajar anggota Keluarga Angelo.""Jadi, apa rencanamu, Tuan Valda?" tanya Lut
Di tengah ratapan histeris, Alarik dan Sarisha tetap dibawa pergi. Tidak peduli bagaimana mereka menjelaskan, tidak ada seorang pun yang mendengar mereka.Bagaimanapun, Valda sangat murka sejak tadi. Kebetulan sekali, dia bisa melampiaskan amarahnya kepada kedua orang yang tidak bisa menilai situasi ini. Siapa suruh mereka sebodoh itu? Jelas-jelas mereka tidak terlibat, tetapi malah mencari masalah sendiri.Hukuman pukulan 80 kali di kemiliteran bukanlah sebuah lelucon. Pesilat bertubuh kekar sekalipun akan berbaring selama setengah bulan lebih jika dijatuhi hukuman seperti itu, apalagi mereka yang tidak memiliki kemampuan bela diri apa pun."Sayang, sepertinya 2 orang yang dibawa pergi tadi sangat membencimu. Kamu pernah menyinggung mereka, ya?" tanya Bianca dengan penasaran sambil menatap Alarik dan Sarisha yang diseret pergi."Mereka hanya anjing gila, nggak usah dipedulikan," sahut Luther sembari menggeleng. Alarik dan Sarisha hanya berani menindas orang yang menurut mereka lemah,
Bianca merangkul lengan Luther dan berkata, "Ayo, kita pergi. Aku akan membawamu jalan-jalan dan melihat Grup Luca."Di kediaman Keluarga Suratman, di sebuah kamar yang luas dan terang. Yudas dan Julia duduk berseberangan. Keduanya mengobrol sambil memakan camilan."Kak Yudas, kenapa Master Justin belum sampai? Dia nggak menipu kita, 'kan?" tanya Julia setelah memeriksa jam. Ekspresinya pun terlihat agak jengkel. Dia sudah menunggu hampir sejam, tetapi Justin masih belum sampai."Julia, tenanglah. Master Justin sibuk, kita tunggu sebentar lagi. Dia pasti akan datang," sahut Yudas sambil tersenyum menyanjung.Saat berikutnya, pintu kamar pun terbuka. Terlihat seorang pria tua berjubah hitam dan berwajah dingin melangkah masuk.Pria tua itu meletakkan kedua tangannya di belakang punggung. Ekspresinya tampak angkuh dan sekujur tubuhnya memancarkan aura misterius."Master, akhirnya kamu datang." Mata Yudas berbinar-binar, dia segera bangkit untuk menyambut."Kalian sudah persiapkan barang
Tatapan Julia yang beringas membuat Yudas merasa ngeri. Yudas mengira wanita ini akan merasa ragu, tetapi ternyata langsung menyatakan bahwa dirinya ingin melihat Luther tersiksa. Bukankah sikapnya ini terlalu kejam? Bagaimanapun, Luther pernah membantunya.Ketika teringat pada sikapnya dulu, Yudas pun tak kuasa merasa takut. Untung saja, dia memiliki Keluarga Suratman sebagai penyokongnya. Jika jatuh ke tangan wanita ini, nasibnya mungkin akan sangat menyedihkan."Kak Yudas, apa ada masalah?" tanya Julia sambil menyunggingkan senyuman tak berdosa. Ekspresi yang seperti ini tampak sangat kontras dengan kekejamannya."Nggak ... nggak ada masalah!" Yudas tertawa sebelum melanjutkan, "Luther memang pantas mati, siapa suruh dia menyinggung pacar tercintaku? Dia harus menanggung akibatnya!""Ya, memang Kak Yudas yang paling menyayangiku." Julia tersenyum manis, lalu menunjuk tabung hijau itu dan berkata, "Master, aku pilih tabung beracun itu. Aku ingin beri dia pelajaran! Siapa suruh dia be