Luther tersenyum lagi, lalu berucap, "Ayo, makan saja, nggak perlu sungkan-sungkan."Limas memegang peralatan makannya dengan takut. Dia terus menunduk dan tidak berani bergerak."Kamu kurus sekali lho. Kamu sedang dalam masa pertumbuhan, seharusnya makan lebih banyak," ujar Luther sambil mengambilkan teripang untuk Limas."Te ... terima kasih, Dokter." Limas memaksakan diri untuk tersenyum. Jelas sekali, dia merasa agak gugup."Kenapa nggak makan? Nggak cocok dengan seleramu, ya? Ayo, coba juga udang dan sapi ini," ucap Luther yang mengambilkan lauk untuknya lagi. Dia terlihat seperti ayah yang penuh kasih sayang."Sudah cukup, Dokter. Kamu juga harus makan," kata Limas yang merasa panik, sampai tangannya gemetaran."Aku nggak lapar, kamu makan dulu." Luther tersenyum."Aku ... juga nggak lapar." Kelopak mata Limas seketika berkedut."Nggak apa-apa, dicoba saja rasanya." Luther mengangguk sebagai isyarat mempersilakan. Ketika melihat Limas masih ragu-ragu, Luther tiba-tiba bertanya, "
Whoosh! Begitu terlihat kilatan pisau, kepala Limas seketika terpenggal. Kepala itu bergelinding beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Matanya tampak terbelalak, seakan-akan sulit memercayai kejadian ini.Hingga mati, Limas tidak menyangka bahwa orang yang membunuhnya bukanlah Luther, melainkan ayah angkatnya. Benar, Egon adalah ayah angkat Limas.Ketika Limas dalam keadaan terpuruk, Egon yang menyelamatkannya dan membawanya ke kediaman Keluarga Ghanim serta memberinya tempat tinggal.Selama ini, Limas merasa sangat berterima kasih pada Egon. Itu sebabnya, ketika Egon menyuruhnya membunuh Luther, dia sama sekali tidak merasa ragu sedikit pun karena merasa ini waktunya untuk membalas budi.Itu sebabnya, demi memenangkan kepercayaan Luther, Limas bersedia mengorbankan nyawanya. Di luar dugaan, dia malah dibunuh oleh ayah angkatnya. Limas benar-benar merasa enggan ...."Hm?" Luther mengerutkan dahi saat melihat jasad Limas. Dia menengadah menatap Egon sembari bertanya dengan dingin, "P
"Tuan Giotto, dengar-dengar, ayahmu sudah sadar?" tanya Luther."Benar, ayahku sudah sadar. Tapi, kondisinya masih agak lemah dan masih agak linglung. Mungkin harus dirawat dulu untuk sementara waktu ini," sahut Giotto."Tenang saja, itu hanya gejala sisa. Dia akan segera pulih," jelas Luther. Kemudian, dia mengalihkan topik dan berkata, "Omong-omong, kita bahas kesepakatan yang sebelumnya dulu. Kalian sudah berjanji akan memberiku Sumsum Giok dan Teratai Es. Kapan aku bisa mendapatkannya?""Eee ...." Giotto menoleh melirik Flanna. Flanna segera menyahut dengan nada datar, "Dokter Luther, Keluarga Ghanim nggak akan ingkar janji. Tapi, bukan sekarang karena kami sangat sibuk. Kami nggak mungkin hanya melayanimu seorang.""Nyonya, sebelumnya kamu nggak bicara seperti ini?" Luther menggeleng dengan tidak berdaya."Obat mujarab seperti itu nggak mudah ditemukan. Kamu harus sabar menunggu. Setelah ada kabar, kami pasti akan memberitahumu," jelas Flanna dengan ekspresi datar."Menunggu? Kala
"Oh, jadi kalian ingin menggunakan kekerasan?" Luther melirik sekilas, lalu terkekeh-kekeh dan meneruskan, "Aku menyelamatkan putri kalian, memberi kalian formula ajaib, bahkan Tuan Walace nggak jadi mati berkat aku. Aku melakukan sebanyak ini, tapi kalian ingin membalas air susu dengan air tuba? Kalau masalah ini tersebar, gimana dengan reputasi keluarga kalian?"Begitu ucapan ini dilontarkan, ekspresi beberapa orang itu pun berubah. Justru karena khawatir reputasi tercoreng, mereka baru menginstruksi Limas meracuni Luther.Dengan demikian, kalau terjadi sesuatu, Limas akan menjadi kambing hitamnya. Nama baik Keluarga Ghanim pun tidak akan terpengaruh.Sekarang Limas sudah meninggal. Jika Keluarga Ghanim menyulitkan Luther di depan umum, mereka sudah pasti akan digosipkan orang-orang.Membunuh orang untuk mencuri barang, air susu dibalas air tuba. Semua ini akan berdampak pada reputasi Keluarga Ghanim. Setelah mempertimbangkan sesaat, Giotto akhirnya memilih untuk mengalah."Flanna, a
"Segera panggil petugas pemadam kebakaran! Aku akan segera tiba!" Begitu panggilan diakhiri, Luther langsung menginjak pedal gas dan menuju ke Klinik Svarga secepat mungkin.Luther tidak sempat memedulikan terlalu banyak hal lagi sehingga terus menerobos lampu merah. Perjalanan yang seharusnya menghabiskan 20 menit menjadi hanya memakan 10 menit.Ketika Luther tiba, mobil pemadam kebakaran masih belum tiba. Sementara itu, si jago merah sudah melahap Klinik Svarga. Lantai 1 telah terbakar habis dan api telah menjalar ke lantai 2.Meskipun ada banyak tetangga yang mencoba menyiram air untuk memadamkan api, usaha seperti ini jelas tidak terlalu berguna untuk saat seperti ini. Apabila situasi terus berlanjut, lantai 3 juga akan dilahap api dalam waktu singkat."Cepat suruh orang bantu!" perintah Ghufran sembari menyemprotkan alat pemadam kebakaran. Pakaiannya tampak compang-camping, wajahnya kusam, bahkan banyak kulitnya yang terkena luka bakar. Ghufran terlihat sangat berantakan dan menye
Bam! Dengan disaksikan semua orang, sosok yang diliputi api itu mendarat dengan keras, sampai menimbulkan beberapa retakan di tanah.Whoosh! Angin tiba-tiba bertiup, memadamkan api yang membakar tubuh Luther. Saat berikutnya, kabut putih muncul dari permukaan kulitnya, membuat suasana menjadi makin misterius."Eh?" Semua orang terperangah melihat situasi ini. Bahkan, para petugas pemadam kebakaran yang berwawasan luas terkejut hingga tidak bisa berkata-kata.Mereka tidak menyangka masih ada orang yang bisa selamat dari kobaran api yang begitu besar. Yang paling mengejutkan adalah orang itu melompat dari lantai 3 tanpa terluka sedikit pun. Penampilan heroik ini sungguh mencengangkan."Aku nggak salah lihat, 'kan? Orang yang menyerbu masuk tadi benar-benar selamat?""Bukan hanya dia yang selamat, dia bahkan menolong seseorang!""Ya ampun, siapa sebenarnya orang ini? Api sekalipun nggak bisa membakarnya! Ini di luar nalar!"Sesudah hening sejenak, situasi pun menjadi heboh. Semua orang me
Ghufran yakin dirinya tidak pernah melakukan kejahatan, bahkan tidak pernah mengecewakan semua pasien yang pernah datang ke Klinik Svarga.Tanpa disangka, kebaikannya malah mendapatkan hasil seperti ini. Hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun terbakar habis dalam sekejap. Tidak heran jika Ghufran merasa kecewa."Dokter, aku nggak bisa memastikan, tapi ada orang yang kucurigai," ujar Luther tiba-tiba."Siapa? Siapa yang sejahat ini?" tanya Ghufran dengan gusar."Keluarga Suratman," jawab Luther dengan dingin."Keluarga Suratman?" Ghufran tertegun, lalu tampak merenungkan sesuatu.Meskipun tidak ada bukti, kecurigaan Luther bukan tidak berdasar. Demi menguasai Klinik Svarga, Keluarga Suratman telah menghalalkan berbagai cara.Draig yang datang dua hari lalu jelas dikirim oleh Keluarga Suratman. Jadi, mereka tentu adalah orang yang paling dicurigai untuk sekarang."Mereka nggak bisa mendapatkan Klinik Svarga, jadi ingin menghancurkannya? Keterlaluan sekali!" ucap Ghufran. Saking geram
"Eh?" Melihat ceknya dibakar, ekspresi Julia menjadi buruk. Dia tidak menyangka Luther begitu tidak menghargainya. Bukan hanya menolak ceknya, Luther malah membakar ceknya. Bukankah ini sama saja dengan Luther sedang menghinanya?Melihat kejadian itu, Yudas langsung merasa tidak senang dan berteriak, "Hei! Luther, apa maksudmu ini? Julia memberimu uang, itu adalah berkah bagimu. Kamu jangan nggak tahu bersyukur!""Aku harus menerimanya kalau dia kasih aku uang? Kalian anggap aku ini apa? Pengemis ya?" cibir Luther. Kesannya terhadap Keluarga Ghanim sudah sangat buruk. Baik itu tindakan Julia semalam yang memanfaatkannya ataupun tindakan Keluarga Ghanim hari ini yang membalas budinya dengan pengkhianatan, membuatnya memahami bahwa tidak boleh menilai orang dari penampilannya."Huh! Lihatlah penampilan itu, apa bedanya dengan pengemis?" kata Yudas dengan ekspresi meremehkan."Kalau kamu berani berbicara kasar lagi, jangan salahkan aku kalau aku memukulmu," kata Luther dengan tatapan yang