"Aku bisa mati membeku di sini," ucap Peter sambil melirik pada Dean yang terlihat sedang duduk di sofa paling ujung. Ekspresi wajahnya begitu mengerikan hingga Peter takut untuk sekedar membuka suaranya.Sejak Dean memasuki ruangan VIP yang mereka pesan, suasana menjadi tegang dan juga mencekam. Bahkan Peter merasa sulit bernapas ketika melihat wajah dingin Dean."Sebenarnya, apa yang terjadi dengannya?" bisik Peter pada Fandy yang duduk di samping kirinya. Sejak tadi, mulutnya sudah gatal untuk berbicara. Namun, dia tahan karena takut pada Dean. "Kenapa dia berada di sini?"Peter merasa aneh. Dean baru saja menikah, dan ini malam kedua setelah pernikahannya. Seharusnya Dean sedang menikmati madu pernikahan bersama istrinya. Saat ini adalah momen paling membahagiakan untuk pasangan pengantin baru itu. Apalagi, yang dia tahu dari Fandy, Dean masih mencintai Lucia, seharusnya penerus keluarga Anderson itu senang karena sudah berhasil menikahi wanita yang dia cintai."Apa mereka berten
"Lucia, Dean sedang mabuk."Lucia yang baru saja mengangkat telpon dari Victor nampak terkejut ketika mendengar itu."Di mana dia?""Di club Fandy. Apa kau bisa menjemputnya?'Tanpa banyak tanya, Lucia langsung menyanggupi permintaan Victor. "Iyaa. Tolong jaga dia dulu sebelum aku datang."Setelah panggilan terputus, Lucia segera mengganti pakaianya dengan yang tebal dan bergegas keluar dari kamarnya.Saat Victor menghubunginya, Lucia sedang berada di kamar mandi. Dia belum tidur karena sejak tadi terus menunggu kepulangan Dean. Sambil menunggu Dean, dia terus memikirkan perkataan pria itu sebelum pergi. Kata-kata suaminya itu terus terngiang di telinganya. Entah kenapa, setelah mendengar kata-kata itu, Lucia jadi berpikir kalau Dean cemburu pada Julian, tapi setelah berpikir lagi, Lucia menjadi ragu sendiri dengan dugaannya. Jika memang Dean cemburu dengan Julian, itu artinya pria itu masih mencintainya dan menurut Lucia, tidak mungkin pria itu masih memiliki perasaan terhadapnya.
"Seadainya kau tahu apa yang sudah Jensen lakukan di masa lalu, kau pasti akan merasa sangat bersalah pada Dean dan keluarganya. Jika bukan karena Dean melindungimu dan keluargamu 3 tahun lalu, keluargamu pasti sudah hancur. Dean rela menjadi tameng untukmu agar ibunya tidak bisa menyentuhmu."Itu adalah perkataan Fandy sebelum mereka menyudahi permbicaraan mereka. Entah kenapa, perkataan Fandy itu mengusik hati kecilnya. Selama dalam perjalanan pulang ke hotel, Lucia terus memikirkan perkataan pria itu."Dean juga menderita, bahkan jauh menderita dari pada kau. Tiga tahun lalu adalah masa terberat baginya. Jadi, aku minta padamu, jika kau memang masih memiliki perasaan pada Dean, tolong perbaiki huhunganmu dengannya. Lupakanlah kejadian masa lalu. Jangan pernah mengungkitnya lagi, karena sebenarnya, semuanya berawal dari kakakmu. Dean memang bersalah padamu, tapi kesalahan kakakmu jauh lebih besar. Karena kalian sudah menikah, mulai sekarang, hiduplah dengan baik bersama Dean. Aku me
“Kenapa kita ke sini?” Lucia menatap heran pada Dean ketika mobil yang mereka naiki berhenti di depan rumah sakit. Rumah sakit itu adalah rumah sakit tempat ayahnya biasa berobat.“Nenek masuk rumah sakit,” jawan Dean seraya merapihkan pakaiannya.“Kapan nenek masuk rumah sakit?”“Semalam.”Mata Lucia membola. Dia sama sekali tidak tahu hal itu. Padahal, semalam, dia dan kakek Dean saling berkirim pesan. Tidak ada sedikitpun kakek Dean menyinggung perihanenek Dean yang masuk rumah sakit.Ketika akan memasuki ruangan Tuan Federick, Dean dan Lucia disapa oleh kedua orang pengawal yanhg berdiri di depan pintu. Dean hanya mengangguk dan langsung masuk ke dalam.“Kakek.” Lucia memanggil Tuan Federick dengan pelan ketika melihat kakek Dean sedang duduk bersandar di sofa dengan wajah lelah.Ketika mendengar suara lembut Lucia, Tuan Federick segera membuka matanya yang semula terpejam. “Kalian sudah datang?”Lucia dan Dean mengangguk, kemudian berjalan dengan langkah pelan menuju sofa agar ti
"Apa kau tidak apa-apa?" Dean berdiri di samping kursi Lucia seraya menatap dengan cemas ketika melihat wajahnya nampak pucat. Lucia terlihat sedang duduk dengan posisi bersandar.Saat ini, mereka sedang berada di dalam pesawat, tepatnya di kabin first class menuju negara tempat mereka akan berbulan madu. Mereka mendapatkan penerbangan malam hari dan akan tiba siang hari di negara yang terkenal dengan menaranya yang menjulang tinggi.Mereka akan berbulan madu selama beberapa hari di ibu kota negara tersebut. Kota yang memiliki julukan City of Love. Itu adalah kota yang akan mereka kunjungi pertama kali."Tidak apa-apa. Aku hanya kelelahan," jawab Lucia dengan senyuman dipaksakan.Bagaimana tidak lelah, Dean menghukumnya hingga menjelang pagi. Meskipun Lucia sudah beristirahat hingga sore hari. Namun, tetap saja dia masih merasa lelah dan lemas. Apalagi, dia melewatkan sarapan pagi dan siang hari karena terus tertidur di kamar hotel saat Dean berpamitan untuk mengantar nenek dan kakekn
Dean langsung memeriksa dahi istrinya setelah membuka mata. Dia merasakan tubuh Lucia lebih panas dibandingkan semalam. Dia pun menunduk ke bawah dan melihat mata Lucia masih terpejam. Nampak tangan kanan istrinya memeluk erat dirinya dan wajahnya terbenam di dada bidangnya.Ketika ingin menjauhkan diri dari Lucia, istrinya itu tiba-tiba bergerak, tangannya semakin mendekap tubuh Dean, seolah tidak ingin kehilangan kenyamannya. Dean pun tidak jadi menjauh diri dari istrinya ketika melihat wajah Lucia semakin dia tempelkan di dadanya. Sebenarnya, dia ingin turun dari ranjang untuk menghubungi asistennya. Namun, melihat Lucia tidak mau melepaskan dirinya, Dean pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponselnya yang berada di atas nakas, yang berada tepat di belakang kepala istrinya.Ketika merasakan perbedaan tubuh yang sangat jauh, Dean menjadi tidak nyaman. Panasnya tubuh Lucia membuatnya gerah. Dean memang tidak menyukai hawa panas, itu sebabnya setiap tidur, dia selalu membuka baju
Setelah selesai memeriksa Lucia, Dean mengajak Dokter untuk berbicara di ruangan depan. Sementara Lucia membenahi posisi tidurnya, kemudian kembali memejamkan matanya. Tidak sampai dua menit, Dean kembali masuk ke kamar dengan membawa nampan di tangannya. Dia lantas membangunkan Lucia yang kembali tertidur.“Makan dulu.”Mata Lucia terbuka secara perlahan. Tatapannya begitu sendu dan wajahnya terlihat pucat, dan itu membuat Dean semakin merasa bersalah. "Iya."Dean membantu Lucia untuk bangun setelah menyusun beberapa bantal untuk dijadikan sandaran oleh istrinya, kemudian duduk di tepi ranjang sembari memegang mangkuk bubur yang baru saja dia ambil.“Aku bisa makan sendiri,” ucap Lucia ketika Dean akan menyuapinya.“Biar aku saja.”Lucia memandang Dean dengan wajah canggungnya. Ini pertama kalinya, dia disuapi pria lain, selain ayahnya.“Buka mulutmu,” ucap Dean sembari menyodorkan sendok ke arah mulut Lucia yang masih terkatup rapat.Lucia pun dengan patuh membuka mulutnya dan men
Dean memegang kedua bahu wanita itu, lalu menjauhkan darinya, membuat wanita itu nampak terheran.“Kenapa kau bisa di sini?” “Aku merindukanmu, Kak.”Dean menoleh ke kanan dan ke kiri, kemudian menarik masuk wanita yang tadi memeluknya. Sesampai di dalam, dia melirik pada asistennya yang nampak berdiri di dekat sofa single.“Maafkan, saya Tuan.” Nolan berucap dengan kepala tertunduk ketika mendapatkan lirikan tajam dari tuannya.“Kak Dean, jangan menyalahkan Kak Nolan. Aku yang memaksanya untuk memberitahukan nama hotel tempatmu menginap,” sela wanita itu manja, membua Dean seketika beralih menatap wanita yang bernama Karin itu.“Kembalilah, jangan mengacau di sini. “ Usai mengatakan itu, Dean beralih pada asistennya dan berkata, “Antarkan dia ke bandara. Pastikan sampai dia masuk ke dalam pesawat.”Mendengar Dean mengusirnya, wanita berumur sekitar 23 tahun nampak mengerucutkan bibir dengan wajah kesal. “Kak, aku tidak mau kembali.”Dean yang baru saja akan melangkah menuju pintu, s