"Lucia, kau dari mana saja?" Nyonya Helia bertanya pada putrinya ketika melihatnya memasuki ruangan keluarga. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan dia baru pulang. Padahal, dia sudah berjanji akan pulang cepat."Maaf, Bu. Tadi aku ada sedikit urusan." Lucia menghempaskan punggungnya di sandaran sofa bersebelahan dengan ibunya dengan wajah lelah."Lucia, apa kau sudah menemukan jalan lain untuk masalah hutang ayahmu?"Setelah mendengar pertanyaan ibunya, Lucia segera menegakkan punggung dan menatap ibunya dengan lekat. Rasa bersalah kembali menggelayuti hatinya, tidak tega untuk menyampaikan berita buruk tersebut."Bu, bagaimana kalau kita pindah ke rumah yang berada di pinggir kota?"Kelopak mata Nyonya Helia melebar, tapi hanya sesaat, setelah itu kembali normal. Dia tidak langsung menjawab, melainkan meneliti wajah putrinya selama dua detik, baru berkata, "Apa mereka tidak mau memberikan perpajangan waktu?"Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari ibunya membuat Lucia semakin be
“Ayah, tunggu di sini sebentar. Aku akan membayar tagihannya dulu,” ucap Lucia setelah keluar dari ruangan Dokter. Mereka baru saja selesai berkonsultasi.“Ya.”Lucia bergegas menuju loket pembayaran yang berada di ujung. Setelah selesai melakukan pembayaran, Lucia pergi ke bagian apotek untuk menebus obat, baru setelah itu kembali menghampiri ayahnya.“Ayah, apa ada sesuatu yang ingin kau beli sebelum kita pulang?” “Tidak ada. Sebaiknya kita langsung pulang, ayah lelah.”Lucia mengangguk, kemudian mendorong kursi roda ayahnya menuju pintu keluar. Dengan hati-hati, Lucia membantu ayahnya untuk memasuki mobil, setelah itu dia masuk ke kursi kemudi.Saat akan memakai sabuk pengaman, Lucia menoleh ke kanan, tanpa sengaja dia melihat Dean dan Rebecca berjalan ke arah parkiran dan masuk ke dalam mobil yang letaknya tidak jauh dari mobil Lucia.Diam-diam dia memperhatikan dari kaca mobilnya. Netranya tiba-tiba melebar ketika melihat Dean memojokkan Rebecca ke sisi pintu lain dan mengurung t
"Apa?? Kau menerima tawaran Carlos?"Renata nampak sangat terkejut setelah Lucia selesai menceritakan tentang keputusannya menerima tawaran menikah kontrak dengan Carlos."Sssstttt." Lucia menempelkan jari telunjuknya di bibir ketika semua pengunjung cafe menatap ke arah dengan ekspresi tidak senang akibat suara tinggi sahabatnya itu. "Pelankan suaramu, Renata. Lihat, semua orang melihat kita."Renatap mengatupkan mulutnya sesaat, kemudian berkata, "Maaf, aku tidak sadar."Setelah perhatian semua orang teralihkan, Renata memajukan tubuhnya ke depan, kemudian berkata dengan suara rendah, tapi penuh penekanan."Lucia, apa kau sudah gila? Kenapa kau menerima tawarannya? Kau tahu, kan, dia pria seperti apa?" Belum juga menjawab, Renata sudah berbicara lagi karena tidak setuju dengan keputusan sahabatnya. "Dia itu casanova, Lucia. Pemain wanita."Lucia menghela napas panjang dengan raut wajah tidak berdaya, kemudian berkata, "Aku tahu, tapi aku terpaksa. Dia sudah berjanji tidak akan bermai
"Apa kalian tahu kalau Lucia akan menikah dengan Carlos?" Victor bertanya pada dua temannya yang sedang menikmati minuman mereka. Mereka adalah Peter dan Fandy.Setelah selesai bekerja, mereka sengaja berkumpul di salah satu bar terkenal di kota Y untuk menghilangkan penat."Kau dengar dari mana?" tanya Peter dengan wajah terkejut. Pasalnya, dia baru mendengar berita itu dari mulut Victor."Sahabat Lucia yang memberitahuku." Victor meraih minumannya dan menyesapnya perlahan, setelah itu menceritakan mengenai pertemuannya dengan Renata.Setelah mengintai Lucia dan Carlos selama 15 menit kamarin malam, Renata dan Victor langsung pergi dari cafe tersebut. Mereka takut Lucia dan Carlos melihat keberadaan mereka di sana."Lucia sungguh tidak pilih-pilih lagi. Bahkan pria seperti Carlos pun dia mau."Fandy menyahut setelah meletakkan gelas di atas meja. "Peter, Lucia juga berhak bahagia. Apa salahnya kalau dia mau menikah?" "Tidak ada yang salah. Hanya saja, aku tidak suka melihatnya bahagi
"Julian?" Lucia terkejut saat melihat pria itu duduk di ruangan tamunya. Ternyata pria yang dimaksud oleh ibunya adalah teman dekatnya. "Ada apa tiba-tiba ke sini?"Semenjak pertemuan mereka di rumah sakit waktu itu, hanya sekali mereka berkomunikasi lewat pesan singkat. Kesibukan keduanyalah yang membuat mereka jarang berkomunikasi. Padahal, dulu Lucia lumayan sering bertukar pesan dengan pria itu."Apa aku tidak boleh ke sini?" tanya Julian seraya tersenyum. "Bukan seperti itu. Aku hanya terkejut kau datang ke sini tanpa memberitahuku."Biasanya, Julian akan mengabari Lucia kalau ingin berkunjung ke rumahnya. Tidak pernah sekali pun dia datang tanpa memberikan kabar."Aku merindukanmu."Jawaban tidak terduga dari Julian membuat Lucia terkejut dan itu disadari oleh Julian. "Aku bercanda. Kenapa terkejut sekali?" Julian terkekeh pelan saat melihat ekspresi Lucia."Jangan menggodaku." Lucia duduk berhadapan dengan Julian usai mengatakan itu."Jangan marah." Julian mengulum senyumnya m
Tatapan Lucia pun langsung bertemu dengan netra hitam milik Dean. Dadanya berdebar tidak terkendali ketika Dean menatap lekat dirinya. Ini pertama kalinya, pria itu menatapnya seperti itu. Sebenarnya dulu, Dean sering menatapnya seperti itu, tapi semenjak hubungan keduanya putus, hanya tatapan dingin dan tajam yang selalu dia lihat dari mata pria itu."Silahkan masuk, Tuan Anderson," ucap Manager toko itu dengan ramah sambil mengarahkan tangannya ke dalam toko.Setelah Manager itu berbicara, Dean masih bergeming di pintu masuk. Entah dia tidak mendengar ucapan Manager itu, atau dia memang enggan masuk.Disisi lain, Rebecca yang melihat Dean hanya diam, akhirnya menyentuh lengannya. "Dean, ayo kita masuk." Ucapan Rebecca memutuskan kontak mata antara Dean dan Lucia. "Aku ingin membeli baju untukmu."Rebecca mengapit lengan Dean masuk ke dalam toko dengan wajah gembira, berbeda sekali dengan Dean yang hanya menampilkan ekspresi acuh tak acuhnya. Setelah berada di dalam toko, Dean memi
"Apa Dean ada di dalam?" Victor bertanya pada Jossy setelah berdiri di depan meja kerja sekretaris Dean."Ada, tapi ...."Ketika melihat wajah ragu Jossy, Victor memajukan tubuhnya dan bertanya dengan pelan padanya. "Kenapa? Dia sedang bersama seseorang di dalam?"Jossy menggeleng, kemudian menjawab dengan suara rendah juga. "Suasana hati CEO Dean sedang tidak baik.""Memangnya apa yang terjadi?"Jossy akhirnya menceritakan saat Dean pergi bersama Rebecca dan ketika kembali bersama asistennya, wajah Dean sudah terlihat sangat menyeramkan.Jossy bahkan tidak berani masuk ke ruangan untuk sekedar meminta tanda tangan pria itu. Akhirnya dia hanya bisa menunggu Dean menghubunginya, tapi sudah 3 jam berlalu, bosnya itu tidak kunjung memanggilnya.Bahkan Dean tidak keluar dari ruangannya untuk makan siang. Padahal, waktu makan siang sudah berlalu dua jam lalu."Kalau begitu, aku akan datang lain kali."Sementara di dalam ruangan, Dean terlihat sedang berdiri di depan dinding kaca yang berada
Pukul setengah 10 pagi, Julian sudah berada di rumah Lucia. Dia sedang berbincang di ruangan tamu bersama dengan ibu Lucia, sementara Lucia sendiri sedang bersiap-siap di kamarnya. Pagi tadi, Lucia sudah memberitahu ibu dan ayahnya mengenai bantuan Julian. Keduanya pun merasa lega karena tidak jadi kehilangan rumah mereka.Ketika Julian datang, ayahnya sempat menemui pria itu dan berterima kasih langsung padanya karena sudah mau membantunya. Ayah Lucia berjanji akan segera membayar hutang tersebut setelah kondisi perusahaannya membaik.Setelah berbincang sebentar dengan Julian, Tuan Mathias kembali ke kamarnya untuk beristirahat, jadi Julian hanya ditemani Nyonya Helia selagi Lucia berganti pakaian."Julian, aku sudah siap. Ayo, kita berangkat."Julian berdiri, lalu berpamitan pada Nyonya Helia. Selain berpamitan, Julian juga meminta izin untuk mengajak Lucia untuk jalan-jalan setelah urusan di bank selesai.Karena besok Julian akan kembali ke kotanya, jadi dia ingin menghabiskan wak