Tidak semua sakit hati itu bisa disembuhkan dengan maaf, karena tidak semua kesalahan bisa selesai dengan berjabat tangan.
Elena ingat sebuah kejadian di masa lalunya. Saat itu semua orang tengah sibuk dengan pekerjaannya pagi itu. Tidak terkecuali dengan Elena. Ia bahkan sudah mondar-mandir sejak pagi, menyiapkan beberapa dokumen dan laporan yang akan digunakan untuk rapat dengan beberapa manajer siang ini. Rapat penting dengan perwakilan setiap divisi yang akan bergabung bersamanya untuk menangani proyek penting perusahaan mereka.
Hari itu, ia mendapatkan tugas cukup berat sebagai perwakilan dari divisinya untuk menangani sebuah acara cukup besar. Acara pagelaran busana yang bekerja sama dengan seorang desainer kenamaan, yang sudah terkenal sampai mancanegara.
Ini kali pertama perusahaannya mendapatkan kesempatan untuk mengadakan acara sebesar itu. Tentu saja hal ini membuat Elena tertantang sekaligus takut. Yah, tertantang karena ia juga berkesempatan bekerja sama dengan orang-orang yang mumpuni di bidangnya dengan skala yang bukan main-main.
Juga takut karena… ini pertama kalinya pula bagi Elena untuk bekerja di bawah arahan Arza, Kakak dari Arletta, yang juga merupakan anak pemilik perusahaannya tempatnya bekerja.
Arza sendiri terkenal tegas dan benar-benar perfeksionis ketika bekerja. Ia tidak segan-segan untuk menegur siapapun yang bekerja tidak sesuai dengan keinginannya.
Elena bukan sembarangan menilai saja. Ia pernah menjadi saksi bagaimana seorang Arza bekerja. Bahkan saat itu, sekretarisnya bisa sampai menangis meraung-raung terkena amukannya.
Tentu saja belajar dari pengalaman, Elena tidak ingin jadi korban selanjutnya dari kekejaman Arza.
Sehingga di kesempatan kali ini, Elena tidak ingin membuat masalah sekecil apapun. Sedari kemarin ia sudah berkoordinasi dengan beberapa divisi untuk memastikan semua berjalan sesuai dengan keinginan Arza.
Wanita itu bahkan sudah bolak-balik ke bagian perlengkapan untuk memastikan semua alat berfungsi dengan semestinya. Dan hari ini, Elena kembali ke ballroom hotel yang sedang di dekor sesuai dengan desain yang sudah disetujui oleh Arza.
Elena saat itu begitu bersemangat. Ia tidak ingin ada kesalahan sedikit pun. Terlebih, beberapa minggu lalu ia sempat gagal mendapatkan kerjasama dengan Rasky Karindra. Pria yang ditargetkan menjadi brand ambassador perusahaannya.
Ditengah harinya yang padat. Setelah selama hampir sebulan Elena menghubungi pihak manajemen Rasky dan tidak mendapatkan hasil yang berarti. Pada akhirnya hari ini ia mendapatkan jawaban. Ia akan bertemu dengan Rasky di lokasi syuting pria itu.
Sejujurnya Elena senang mendapatkan kabar itu, tetapi di balik rasa senangnya ia juga merasakan perasaan takut. Pertemuan terakhir mereka yang berakhir dengan kesalahpahaman membuat Elena cemas akan seperti apa pertemuan mereka nantinya.
Tetapi sisi lain dari Elena justru merasa tertantang. Mungkin kali ini ia bisa menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi di antara dirinya dan Rasky.
Masalah lain muncul saat ia menyadari, permintaan Rasky yang mendadak di saat Elena tengah benar-benar sibuk seperti ini benar-benar membuat bingung.
Di satu sisi ia benar-benar sibuk, tetapi di sisi lain kesempatan bertemu dengan Rasky seperti ini juga tidak bisa ia lewatkan begitu saja.
Elena pun jadi pusing sendiri. Ia berusaha berpikir keras, bagaimana caranya agar semua bisa terkendali, tetapi ia juga bisa mendapatkan kerjasama dengan Rasky.
Sebuah ide cemerlang datang begitu melihat teman sedivisinya tengah hilir mudik membawa beberapa barang di tangannya.
“Mas Diaz,” teriaknya yang langsung membuat si pemilik nama menoleh.
“Mas, tolong banget. Gue butuh bantuan lo. Ini urgent banget. Kerjaan ini benar-benar penting buat gue," jelas Elena dengan terburu-buru.
“Apa? Rasky lagi?” Seolah hafal jika hal yang penting bagi Elena adalah tentang seorang Rasky Karindra. Diaz sudah bisa menebak ke arah mana perempuan itu berbicara.
“Lo memang ngerti gue banget, Mas. Mas, tolongin gue. Tolong gantiin gue beberapa jam… aja. Please, Mas. Manajemen si Rasky ini akhirnya hubungi gue dan minta datang siang ini. Kalau gue gak pergi sekarang apa yang udah gue usahain kemarin bakalan sia-sia aja, Mas. So please, please, yah?”
Elena memasang muka memelas pada Diaz bahkan tidak segan untuk mengatupkan tangannya, untuk memohon pada seniornya itu. Ia tahu jika seorang Diaz ini akan mudah luluh dengan tatapan memelasnya. Dan… benar saja. Diaz pun menganggukkan kepalanya.
“Yeay! Terima kasih banget, loh, Mas. Nanti kalau berhasil, gue traktir,” teriaknya girang lalu buru-buru pergi meninggalkan Diaz yang hanya bisa menatap kepergian Elena.
Dengan senyuman cerah, Elena berangkat ke lokasi syuting yang sudah dikirimkan oleh manajer Rasky padanya.
Sesampainya di sana, Elena sudah disambut dengan suasana lokasi yang padat dengan orang-orang. Di sana sudah berkumpul kru dan beberapa orang yang menonton pada artis yang tengah beradu akting.
Mata Elena buru-buru menjelajah. Mencari sosok pria yang sudah memiliki temu janji dengannya siang itu. Begitu matanya menatap siluet yang ia cari. Langkah Elena pun bergerak mengikuti arah matanya. Namun, baru beberapa langkah, Elena langsung terhenti. Padahal pria itu sudah ada di depannya. Seorang pria bertubuh tegap menarik paksa Elena.
Elena tentu tidak terima diperlakukan seperti itu. Ia merontak, bahkan berteriak memanggil Rasky agar menolongnya. Pria itu sempat menatap Elena begitu mendengar namanya diteriakan oleh wanita itu. Mata mereka sempat beradu pandang dan Elena harap pria itu akan membantunya.
Namun, yang Elena dapatkan justru tatapan sinis dari Rasky. Bahkan, Rasky justru berbalik badan dan menjauh darinya. Membuat Elena meronta dengan panik, tetapi sia-sia saja, karena pria yang menariknya jauh lebih besar darinya. Dan tentu saja lebih kuat.
Elena menjelaskan tujuannya datang pada pria itu. Ia juga menunjukkan bukti pesan yang ia terima beberapa jam lalu. Jika Rasky ingin langsung bertemu dengannya di lokasi syuting. Namun, pria yang menariknya tidak peduli dan bahkan tidak mempercayainya.
“Mas sabar dulu, saya bisa buktikan kalau saya memang dapat karena sudah ada janji dengan Mas Rasky,” ucap Elena berusaha meyakinkan pria yang baru saja menariknya menjauh dari Rasky.
“Coba saja Mbak buktikan. Tapi kalau ternyata bohong, saya gak segan-segan seret Mbak keluar dari sini,” tegas pria itu.
“Oke, saya buktikan,” balas Elena penuh percaya diri. Ia langsung menghubungi nomor manajer Rasky.
Tubuh Elena seketika kaku kala menyadari lagi-lagi nomor manajer Rasky tidak bisa ia hubungi.
Belum cukup keterkejutan Elena, seorang pria yang sejak tadi berdiri di samping Rasky kini berteriak memanggil seseorang.” Ini tim keamanannya ke mana sih? Sampai orang begini bisa berkeliaran!” teriak yang berada di samping Elena.
Di saat sedang panik dengan situasi yang menurutnya sangat tidak kondusif ini, mata Elena menangkap Rasky tengah berbicara dengan asistennya dengan mata menatap Elena tajam.
Elena menelan ludahnya kasar ketika asisten Rasky tersebut datang ke arah pihak keamanan dan dalam hitungan detik pria-pria itu sudah menarik Elena keluar dari lokasi syuting.
“Loh! Loh! Saya mau ketemu Rasky. Saya sudah ada janji. Saya dari Embun Hotel!” teriak Elena mencoba menjelaskan siapa dirinya walaupun tidak ada yang peduli dengan penjelasannya.
Seseorang yang Elena kenali sebagai asisten Rasky kemudian melontarkan kata-kata yang sangat menyakiti hati Elena saat itu. “Jagain yang bener jangan sampai orang kayak dia masuk ke area syuting lagi,” ucap pria itu pada pihak keamanan.
“Dan kamu, Mbak. Mending cepet sadar, deh. Kamu itu cuma penggemar Rasky yang gak waras. Kamu itu cuma fans. Jadi, jangan pikir kalian bisa bersikap semena-mena sama artis kalian. Kamu itu Cuma pijakan supaya idola kalian bisa naik dan terkenal. Jadi, seharusnya kamu sadar kalau kamu itu bukan siapa-siapa, paham? Dan berhenti bersikap aneh dan membahayakan kayak gini ” bentak pria itu.
Semenjak saat itu, Elena akan berhenti menjadi penggemar Rasky. Ia juga berjanji pada dirinya, jika ia akan membuat perhitungan pada mantan penggemarnya itu.
"Kamu harus segera menikah. Bunda gak mau dengar alasan apapun lagi, Len!" Perkataan Bunda semalam kembali teringat oleh Elena.Wanita itu sempat mengehembuskan napas panjang guna menetralkan rasa groginya. Hari ini ia akan memantapkan hatinya untuk menerima permintaan Damar untuk menikah dengan pria itu. Dengan keyakinan yang sudah ia pupuk sejak semalam, Elena berhasil masuk ke dalam apartemen Damar. Wanita itu masuk ke dalam ruangan yang terlihat sepi.Dengan langkah perlahan, ia masuk ke dalam ruangan yang baru beberapa kali ia kunjungi selama menjadi kekasih Damar.Langkahnya terhenti begitu melihat sesuatu yang terlihat janggal. Ia melihat ada sepasang sepatu wanita di depan pintu yang terlihat berserakan, seakan si pemilik terburu-buru melepasnya. Elena mencoba menenangkan hatinya, mengusir srgala pikiran buruk yang kini mulai bercokol di kepalanya. Ia kembali berjalan semakin dalam memasuki apartemen Damar. Menyimpan kue dan beberapa barang yang dibelinya untuk menyiapkan ke
Sebuah suara yang sangat tidak ingin Elena dengar, menyapa telinganya begitu Elena menjejakan kakinya di lobi kantor. Tanpa menoleh pun, wanita itu tahu jika saat ini Damarlah pria yang pagi itu menyapanya. Tanpa tahu malu pria itu mendekat ke arah Elena yang tengah bersiap pergi. "Len, kenapa panggilanku dari semalam gak kamu jawab?" tanya Damar dengan wajah khawatir yang bisa Elena tangkap.Jika saja Elena tidak mengetahui perselingkuhan Damar, mungkin wanita itu akan merasa bersalah karena sudah membuat kekasihnya khawatir. Tetapi saat ini, setelah ia mengetahui semuanya. Elena justru merasa jijik dengan sikap khawatir yang pria itu tunjukan kepadanya.Elena memilih mengabaikannya dan berjalan cepat melewati pria itu. Ia tidak ingin membahas apapun yang akan membuat suasana hatinya memburuk. Langkahnya terpaksa terhenti karena pria itu dengan kurang ajar mencekal tangannya. "Kamu mau kita ngomong di sini supaya orang lain dengar atau ikut aku, kita bicara baik-baik?" ucap Damar de
“Pagi, Mba. Eh, iya, tadi Bu Arletta cari Mbak. Katanya kalau sudah datang, Mbak diminta ke ruangan katanya,” ucap Miko begitu melihat kedatangan Elena.Mendapati informasi itu membuat Elena segera menaruh tasnya di atas meja kerjanya. Dengan penuh tanda tanya, ia bergegas menuju ruang kerja bosnya. Arletta tidak akan repot-repot mendatangi ruangannya sepagi ini jika tidak ada hal yang penting untuk mereka bahas tentunya.Elena memasuki ruang kerja Arletta setelah sebelumnya mengetuk pintu ruangan itu. Seorang wanita dengan seulas senyum di bibirnya, membuat Elena turut menarik sudut bibirnya sebelum menyapa. “Pagi, Bu Arleta. Ibu tadi memanggil saya?” tanyanya ramah.“Iya, Len. Sini duduk, dulu.” Arletta menyambut Elena. Arletta cukup akrab dengan Elena. Ia menyukai Elena yang cekatan dan selalu bisa diandalkan. Sehingga terkadang bosnya itu memperlakukannya layaknya teman dibanding karyawan. "Masih inget sama Rasky Karindra?" tanya Arletta dengan nada penuh semangat. Bahkan senyuma
Pikiran Elena kembali ke masa kini ketika ia mendengar seseorang menyapanya. “Halo, selamat malam. Dengan Mbak?” Sebuah suara menyadarkan Elena dari lamunannya akan masa lalu. Wanita itu menoleh cepat ke asal suara.“Kamu cewek yang semalam, kan?” tanya Rasky dengan mata berbinar, berbanding terbalik dengan Elena yang saat itu merasa gugup karena sepertinya ada hal yang ia lupakan. Kejadian di mana Elena dengan tanpa rasa sopan pergi begitu saja meninggalkan orang yang sudah menolongnya, tanpa basa-basi, tanpa berterima kasih. Gawat!. Dia mungkin lupa sama kejadian berapa tahun lalu. Tapi dia gak mungkin lupa sama kejadian semalam.“Kalian saling kenal?” sebuah suara berhasil membuat keduanya menoleh hampir bersamaan. Elena tampak terkejut begitu melihat wajah si pria tanpa sadar menaikkan sebelah alisnya. Cukup terkejut dengan fakta lain yang ia hadapi hari itu. Astaga…, lawak amat sih hidup gue. Sampe masa lalu aja masih nempelin terus begini.“Perkenalkan, Saya Elena,” ucapnya ber
Elena baru saja melangkahkan kakinya keluar dari restoran sebuah hotel. Malam itu ia baru saja menyelesaikan meeting dengan seorang klien yang kebetulan menginap di hotel tersebut. Sambil menunduk, Elena yang saat itu tengah fokus memesan taksi online yang saat itu entah mengapa sulit sekali ia dapatkan."Hari ini kamu menginap yah, temenin aku?" Suara wanita yang terdengar tengah merayu terdengar di telinga Elena yang masih enggan menegakkan pandangnya."Kamu kan udah putus dari Elena. Jadi gak ada alasan lagi dong buat kamu balik cepet-cepet ke apartemen. Ayo lah, malam ini akan aku galau kamu karena perempuan itu hilang," lanjut si wanita terdengar menggoda, membuat Elena terdiam beberapa detik begitu mendengar namanya disebut."Yah, bener juga. Gue emang butuh hiburan buat hilangin stres gue," ucap si pria dengan suara yang teramat sangat Elena kenal.Secara refleks Elena menegakkan kepalanya. Matanya tepat menatap Damar dan Janeta yang tengah berjalan sambil merangkul mesra layak