Tidak semua sakit hati itu bisa disembuhkan dengan maaf, karena tidak semua kesalahan bisa selesai dengan berjabat tangan.
Elena ingat sebuah kejadian di masa lalunya. Saat itu semua orang tengah sibuk dengan pekerjaannya pagi itu. Tidak terkecuali dengan Elena. Ia bahkan sudah mondar-mandir sejak pagi, menyiapkan beberapa dokumen dan laporan yang akan digunakan untuk rapat dengan beberapa manajer siang ini. Rapat penting dengan perwakilan setiap divisi yang akan bergabung bersamanya untuk menangani proyek penting perusahaan mereka.
Hari itu, ia mendapatkan tugas cukup berat sebagai perwakilan dari divisinya untuk menangani sebuah acara cukup besar. Acara pagelaran busana yang bekerja sama dengan seorang desainer kenamaan, yang sudah terkenal sampai mancanegara.
Ini kali pertama perusahaannya mendapatkan kesempatan untuk mengadakan acara sebesar itu. Tentu saja hal ini membuat Elena tertantang sekaligus takut. Yah, tertantang karena ia juga berkesempatan bekerja sama dengan orang-orang yang mumpuni di bidangnya dengan skala yang bukan main-main.
Juga takut karena… ini pertama kalinya pula bagi Elena untuk bekerja di bawah arahan Arza, Kakak dari Arletta, yang juga merupakan anak pemilik perusahaannya tempatnya bekerja.
Arza sendiri terkenal tegas dan benar-benar perfeksionis ketika bekerja. Ia tidak segan-segan untuk menegur siapapun yang bekerja tidak sesuai dengan keinginannya.
Elena bukan sembarangan menilai saja. Ia pernah menjadi saksi bagaimana seorang Arza bekerja. Bahkan saat itu, sekretarisnya bisa sampai menangis meraung-raung terkena amukannya.
Tentu saja belajar dari pengalaman, Elena tidak ingin jadi korban selanjutnya dari kekejaman Arza.
Sehingga di kesempatan kali ini, Elena tidak ingin membuat masalah sekecil apapun. Sedari kemarin ia sudah berkoordinasi dengan beberapa divisi untuk memastikan semua berjalan sesuai dengan keinginan Arza.
Wanita itu bahkan sudah bolak-balik ke bagian perlengkapan untuk memastikan semua alat berfungsi dengan semestinya. Dan hari ini, Elena kembali ke ballroom hotel yang sedang di dekor sesuai dengan desain yang sudah disetujui oleh Arza.
Elena saat itu begitu bersemangat. Ia tidak ingin ada kesalahan sedikit pun. Terlebih, beberapa minggu lalu ia sempat gagal mendapatkan kerjasama dengan Rasky Karindra. Pria yang ditargetkan menjadi brand ambassador perusahaannya.
Ditengah harinya yang padat. Setelah selama hampir sebulan Elena menghubungi pihak manajemen Rasky dan tidak mendapatkan hasil yang berarti. Pada akhirnya hari ini ia mendapatkan jawaban. Ia akan bertemu dengan Rasky di lokasi syuting pria itu.
Sejujurnya Elena senang mendapatkan kabar itu, tetapi di balik rasa senangnya ia juga merasakan perasaan takut. Pertemuan terakhir mereka yang berakhir dengan kesalahpahaman membuat Elena cemas akan seperti apa pertemuan mereka nantinya.
Tetapi sisi lain dari Elena justru merasa tertantang. Mungkin kali ini ia bisa menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi di antara dirinya dan Rasky.
Masalah lain muncul saat ia menyadari, permintaan Rasky yang mendadak di saat Elena tengah benar-benar sibuk seperti ini benar-benar membuat bingung.
Di satu sisi ia benar-benar sibuk, tetapi di sisi lain kesempatan bertemu dengan Rasky seperti ini juga tidak bisa ia lewatkan begitu saja.
Elena pun jadi pusing sendiri. Ia berusaha berpikir keras, bagaimana caranya agar semua bisa terkendali, tetapi ia juga bisa mendapatkan kerjasama dengan Rasky.
Sebuah ide cemerlang datang begitu melihat teman sedivisinya tengah hilir mudik membawa beberapa barang di tangannya.
“Mas Diaz,” teriaknya yang langsung membuat si pemilik nama menoleh.
“Mas, tolong banget. Gue butuh bantuan lo. Ini urgent banget. Kerjaan ini benar-benar penting buat gue," jelas Elena dengan terburu-buru.
“Apa? Rasky lagi?” Seolah hafal jika hal yang penting bagi Elena adalah tentang seorang Rasky Karindra. Diaz sudah bisa menebak ke arah mana perempuan itu berbicara.
“Lo memang ngerti gue banget, Mas. Mas, tolongin gue. Tolong gantiin gue beberapa jam… aja. Please, Mas. Manajemen si Rasky ini akhirnya hubungi gue dan minta datang siang ini. Kalau gue gak pergi sekarang apa yang udah gue usahain kemarin bakalan sia-sia aja, Mas. So please, please, yah?”
Elena memasang muka memelas pada Diaz bahkan tidak segan untuk mengatupkan tangannya, untuk memohon pada seniornya itu. Ia tahu jika seorang Diaz ini akan mudah luluh dengan tatapan memelasnya. Dan… benar saja. Diaz pun menganggukkan kepalanya.
“Yeay! Terima kasih banget, loh, Mas. Nanti kalau berhasil, gue traktir,” teriaknya girang lalu buru-buru pergi meninggalkan Diaz yang hanya bisa menatap kepergian Elena.
Dengan senyuman cerah, Elena berangkat ke lokasi syuting yang sudah dikirimkan oleh manajer Rasky padanya.
Sesampainya di sana, Elena sudah disambut dengan suasana lokasi yang padat dengan orang-orang. Di sana sudah berkumpul kru dan beberapa orang yang menonton pada artis yang tengah beradu akting.
Mata Elena buru-buru menjelajah. Mencari sosok pria yang sudah memiliki temu janji dengannya siang itu. Begitu matanya menatap siluet yang ia cari. Langkah Elena pun bergerak mengikuti arah matanya. Namun, baru beberapa langkah, Elena langsung terhenti. Padahal pria itu sudah ada di depannya. Seorang pria bertubuh tegap menarik paksa Elena.
Elena tentu tidak terima diperlakukan seperti itu. Ia merontak, bahkan berteriak memanggil Rasky agar menolongnya. Pria itu sempat menatap Elena begitu mendengar namanya diteriakan oleh wanita itu. Mata mereka sempat beradu pandang dan Elena harap pria itu akan membantunya.
Namun, yang Elena dapatkan justru tatapan sinis dari Rasky. Bahkan, Rasky justru berbalik badan dan menjauh darinya. Membuat Elena meronta dengan panik, tetapi sia-sia saja, karena pria yang menariknya jauh lebih besar darinya. Dan tentu saja lebih kuat.
Elena menjelaskan tujuannya datang pada pria itu. Ia juga menunjukkan bukti pesan yang ia terima beberapa jam lalu. Jika Rasky ingin langsung bertemu dengannya di lokasi syuting. Namun, pria yang menariknya tidak peduli dan bahkan tidak mempercayainya.
“Mas sabar dulu, saya bisa buktikan kalau saya memang dapat karena sudah ada janji dengan Mas Rasky,” ucap Elena berusaha meyakinkan pria yang baru saja menariknya menjauh dari Rasky.
“Coba saja Mbak buktikan. Tapi kalau ternyata bohong, saya gak segan-segan seret Mbak keluar dari sini,” tegas pria itu.
“Oke, saya buktikan,” balas Elena penuh percaya diri. Ia langsung menghubungi nomor manajer Rasky.
Tubuh Elena seketika kaku kala menyadari lagi-lagi nomor manajer Rasky tidak bisa ia hubungi.
Belum cukup keterkejutan Elena, seorang pria yang sejak tadi berdiri di samping Rasky kini berteriak memanggil seseorang.” Ini tim keamanannya ke mana sih? Sampai orang begini bisa berkeliaran!” teriak yang berada di samping Elena.
Di saat sedang panik dengan situasi yang menurutnya sangat tidak kondusif ini, mata Elena menangkap Rasky tengah berbicara dengan asistennya dengan mata menatap Elena tajam.
Elena menelan ludahnya kasar ketika asisten Rasky tersebut datang ke arah pihak keamanan dan dalam hitungan detik pria-pria itu sudah menarik Elena keluar dari lokasi syuting.
“Loh! Loh! Saya mau ketemu Rasky. Saya sudah ada janji. Saya dari Embun Hotel!” teriak Elena mencoba menjelaskan siapa dirinya walaupun tidak ada yang peduli dengan penjelasannya.
Seseorang yang Elena kenali sebagai asisten Rasky kemudian melontarkan kata-kata yang sangat menyakiti hati Elena saat itu. “Jagain yang bener jangan sampai orang kayak dia masuk ke area syuting lagi,” ucap pria itu pada pihak keamanan.
“Dan kamu, Mbak. Mending cepet sadar, deh. Kamu itu cuma penggemar Rasky yang gak waras. Kamu itu cuma fans. Jadi, jangan pikir kalian bisa bersikap semena-mena sama artis kalian. Kamu itu Cuma pijakan supaya idola kalian bisa naik dan terkenal. Jadi, seharusnya kamu sadar kalau kamu itu bukan siapa-siapa, paham? Dan berhenti bersikap aneh dan membahayakan kayak gini ” bentak pria itu.
Semenjak saat itu, Elena akan berhenti menjadi penggemar Rasky. Ia juga berjanji pada dirinya, jika ia akan membuat perhitungan pada mantan penggemarnya itu.
Ancaman Janeta rupanya tidak bisa diremehkan sama sekali. Wanita itu sepertinya benar-benar kehilangan kewarasannya karena berani mengambil resiko dengan membuat sebuah berita yang berhasil membuat kegaduhan di antara para penggemar Rasky.Sebuah berita mengisi hampir semua tayangan gosip di televisi dan akun gosip sosial media. Sebuah kabar yang menjadi pergunjingan banyak orang karena kali ini yang menjadi sasaran utamanya adalah Rasky, si artis terkenal yang sudah banyak memenangkan hati para penggemar.Akun-akun gosip pun berlomba membahasnya seakan menjadi orang yang paling tahu dengan kejadian yang sesungguhnya, padahal mungkin saja itu hanyalah sebuah asumsi belaka. Tayangan Janeta yang tengah memberikan pernyataan baru saja dicampakan oleh Rasky menjadi berita utama. Berita ini sebenarnya adalah lanjutan dari pernyataan Rasky yang mengelak jika dirinya dikabarkan memiliki hubungan asmara dengan Janeta. Pria itu menyangkal ucapan Janeta yang mengatakan jika mereka punya hubung
Kantor Elena tampak heboh pagi itu. Beberapa orang tampak menonton video yang sedang ramai diperbincangkan di akun-akun gosip. Dan sisanya tengah asik memberikan opininya setelah menonton gosip itu. "Jadi itu alasannya Mas Damar udah gak pernah keliatan jemput Mbak Elena," ucap Nayla dengan nada lemas, merasa kasihan dengan bosnya itu."Mana Elena?" Nayla dan Miko yang berada di dalam ruangan, terkejut akibat ulah Tania yang baru saja masuk ke dalam ruangan divisi mereka."Belum datang, Mbak," jawab Nayla begitu keterkejutannya mereda.Tania menghembuskan napas kasar begitu mendapati temannya belum sampai pagi itu. "Kalian sudah tahu beritanya?" tembak Tania sambil memandangi wajah Miko dan Nayla. Mencari jawaban apakah keduanya tahu jika Elena sudah putus dengan Damar."Kita juga baru tahu infonya pagi ini." Jawaban Nayla membuat Tania berdecak. Berarti ada kemungkinan jika Elena juga belum mengetahui kabar tersebut.“Pagi semua,
Kantor manajemen Rasky pagi itu masih terlihat sibuk menjawab panggilan yang tiada henti menanyakan klarifikasi gosip antara Rasky dengan Janeta.Gosip yang beredar tentu saja merugikan Rasky. Karena ada banyak kontrak yang tiba-tiba dibatalkan sepihak karena berita yang dibuat oleh Janeta. Rasky dan timnya pun dibuat frustasi dengan berita yang sangat tiba-tiba itu.Di antara semua orang, Rasky yang terlihat paling frustasi dengan berita yang beredar. Bahkan, kliennya tidak segan-segan memutuskan kontrak kerja yang sudah deal sama dengan dirinya. Membuat Rasky syok, belum lagi beberapa perusahaan yang tiba-tiba meminta uangnya kembali karena Rasky dianggap sudah merugikan brand mereka.Rasky benar-benar merasa jatuh. Ia yang sudah susah payah membangun karirnya harus menerima jika karirnya tengah tidak baik-baik saja hanya karena menolak keinginan Janeta yang dianggapnya tidak masuk akal.Rasky tahu jika wanita itu menginginkan dirinya untuk berpur
Elena sudah duduk di dalam restoran. Siang tadi Diaz memberitahukannya jika manajer Rasky mengajak mereka bertemu sore ini. Kesempatan ini tentu saja tidak Elena sia-siakan. Mengingat ucapan Arletta yang sangat menginginkan Elena segera mendapatkan kontrak kerja itu.“Selamat sore, Mas Rasky dan Mas Gerald. Silakan duduk,” sapa Elena begitu melihat kedua pria itu masuk ke dalam restoran.“Terima kasih. Sebelumnya pihak kami meminta maaf kepada Mbak Elena karena baru sempat menghubungi hari ini,” ucap Gerald membuka pembicaraan dengan berbasa-basi.“Gak masalah, Mas Gerald. Saya paham kalau manajemen Mas Rasky pasti sedang sangat sibuk menyelesaikan masalah kemarin,” balas Elena santai, sementara lawan bicara kini menatap Elena dengan senyum kecut.Seolah tidak menyadari raut muram lawan bicaranya, Elena justru terus melanjutkan obrolannya membahas masalah Rasky dan Janeta tempo hari.“Sempat ramai, loh, beritanya. Ta
Elena melesat cepat masuk ke dalam kamarnya. Ia buru-buru melakukan panggilan ke nomor Rasky. Saat itu ia benar-benar marah dengan sikap Rasky yang seenaknya itu. Elena tahu jika ia berhutang pada Rasky karena telah menolongnya, tetapi bukan berarti dengan begitu Rasky bisa bersikap seenaknya kepada Elena."Halo, Len. Kenapa? Ada yang ketinggalan?" sapa Rasky dengan nada santai, seolah kejadian beberapa menit lalu tidak pernah terjadi."Mas tuh maunya apa? Apa maksud Mas bilang begitu ke Ibu saya? Mas sadar gak sih baru aja bikin masalah?" semprot Elena tanpa mau peduli dengan pertanyaan Rasky sebelumnyaRasky menyunggingkan senyum begitu mendengar nada amarah dari suara Elena. "Kamu tahu pasti maksud aku.""Apa? Mas, saya tekankan, yah. Saya bukan cewek gampangan kayak cewek-cewek yang biasa Mas mainin. Saya harap mas gak terlalu lancang untuk ikut campur urusan orang lain," ucap Elena penuh penekan. Jujur ia merasa jika sikap pria itu terlalu kelewatan ji
Elena berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya dengan keadaan setengah mengantuk. Langkah wanita itu terhenti kala membuka pintu ruangan divisinya. Ia menghembuskan napas panjang ketika melihat Nayla dan Miko tengah adu mulut pagi itu. Ia geleng-geleng kepala melihat keduanya yang seolah sudah memiliki energi penuh di pagi hari ini untuk bertengkar.Miko menoleh ke arah Elena begitu menyadari jika ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan mereka. Pria itu melemparkan senyum manis andalannya dan menyapa dengan nada menggoda, "selamat pagi, Bu Lena. Pagi ini terlihat cantik sekali. Beda banget auranya sama yang ada di depan saya." Elena yang melihat kelakuan Miko, hanya bisa menarik senyumannya terpaksa lalu menyapa balik Miko seadanya."Pagi Mba," sapa Nayla sambil tersenyum. Ia yang sudah bangkit dari duduknya, terlihat membawa kantong yang berisi makanan.Wanita itu menghampiri Elena dan memberikan kantung tersebut kepada wanita itu. "Pagi, Nay. Uangnya sudah kan?" tan
Elena begitu terkejut ketika mendapati seseorang yang beberapa hari ini ia coba jauhi. Bahkan kepergiannya keluar kota di samping karena ingin menggantikan Diaz, juga karena ia ingin sedikit menjauh dari pria itu. Elena masih malu dengan kelakuan jarinya yang telah lancang menekan gambar hati di sosial media pria itu.Suasana canggung langsung terasa. Ia berusaha menerka-nerka, sejak kapan pria ini berada di hotel yang sama dengannya. Seingatnya, selama beberapa hari Elena di sini, ia tidak pernah bertemu dengan pria itu. Lalu, sejak kapan pria itu menempati kamar tepat di depannya saat ini? Ini... hanya sekedar ketidaksengajaan bukan? Astaga apa yang sedang Elena harapkan memangnya? Ia mulai mencela pikiran sesaatnya itu.Tatapan pria itu mengenai tepat di matanya. Membuat tubuhnya entah mengapa canggung dengan keadaan saat ini. Tatapan pria itu memang tajam. Tetapi tidak menyiratkan intimidasi untuknya. Melainkan, menunjukkan sorot... rindu? Ah, lagi-lagi Elena men
Rasky menginjakkan kakinya di lobi kantor Elena sore itu. Sejak pagi ia sudah merindukan wanita itu. Ah, bukan-bukan. Sepertinya sudah sejak dirinya pergi keluar kota beberapa minggu lalu ia merindukan wanita yang sudah ia tandai sebagai wanita incarannya. Sehingga, tanpa mau pikir panjang, begitu pria itu menjejakkan kakinya di kota itu, Rasky langsung berencana untuk bertemu dengan Elena.Sepanjang dirinya memasuki kantor Elena, ada banyak pasang mata yang menatapnya penuh kekaguman. Wajah tampan dengan rahang tegas. Tubuh tegap dan atletis dengan kakinya yang jenjang sudah pasti menghipnotis banyak wanita untuk menatap Rasky tanpa berkedip. Senyuman tipis Rasky berikan untuk membalas sapaan resepsionis yang kini menyambutnya. “Saya mau bertemu dengan Elena.” Rasky langsung to the point menyebutkan nama wanita yang menjadi tujuannya datang ke kantor itu.Sang resepsionis yang paham jika lawan bicaranya tidak suka berbasa-basi langsung menghubungi ruanga
Elena masih duduk terdiam di restoran itu walaupun sudah lebih dari satu jam Tirto pergi meninggalkannya.Wanita itu duduk termenung dengan hati dan kepala yang sedang berdebat tanpa kesudahan. Terlihat tenang diluar tanpa ada yang tahu jika isi kepalanya tengah berteriak riuh.Ia pikir, ide untuk pergi ke mall bisa membuatnya berhenti melupakan masalahnya. Nyatanya, ia justru bertemu dengan Tirto. Pria yang justru membuatnya kembali memikirkan hal yang sedang ia hindari.Membuat Elena sadar apa yang dikatakan oleh Tirto ada benarnya. Bahwa menghindar dan berpikir seakan semua sudah selesai bukanlah hal yang benar. Pria itu memintanya menyelesaikan semuanya dengan cara bertemu kembali dengan Rasky dan membicarakannya dengan baik-baik. Namun, jangankan untuk berbicara baik-baik. Elena saja tidak tahu bagaimana cara kembali bertemu dengan pria itu.Elena sudah mengabaikannya, bahkan memblokir nomornya..Lalu apa alasan yang bisa ia berika
Rasky menatap lega pesan yang dikirimkan oleh Gia. Sahabatnya itu mengatakan jika dirinya baik-baik saja dan mengucapkan terima kasih pada Rasky atas bantuan pria itu.Rasky pun membalas pesan Gia, ia berpesan agar wanita itu agar tidak sungkan untuk meminta bantuannya. Setelah membalas pesan Gia, tatapan Rasky kini tertuju pada pesan dari Elena yang belum dibaca oleh wanita itu.Ini pernah terjadi beberapa bulan lalu, ketika ia masih mengejar cinta Elena. Setelah mereka resmi berpacaran, sikap menyebalkan Elena ini sudah tidak pernah terjadi lagi.Rasky tahu jika Elena mungkin marah padanya yang tidak datang waktu itu. Ia juga tidak menjawab panggilan Elena. Ia paham. Sangat paham. Namun, di saat ia ingin memberikan penjelasan. Wanita itu seakan menutup semua akses yang Rasky punya. Dan itu menyebalkan.Rasky menghembuskan napas kasar. Ia menjambak rambutnya untuk menyalurkan perasaannya yang sedang berantakan.Ini semua lagi-lagi karena dir
Melupakan seseorang ternyata tidak semudah menerima kehadirannya. Elena merasa jika kalimat itu benar. Karena tengah merasakan hal itu saat ini.Wanita itu masih berdiri di depan sebuah toko yang memajang gambar besar seorang pria yang tengah tersenyum lebar. Senyum pria terlihat begitu bahagia, menyihir setiap mata yang melihat untuk turut tersenyum. Seolah ikut merasakan perasaan bahagia yang terpancar dari wajah tampan dan senyuman menawan itu.Entah sudah berapa Elena berdiri di sana hingga seorang wanita menghampirinya sambil tersenyum. “Silakan dilihat-lihat dulu saja, barangkali ada yang cocok,” ucap wanita itu ramah.Elena menatap wanita itu dan tersenyum sambil menggeleng, lalu pergi. Ini bahkan sudah hampir seminggu sejak terakhir ia berbagi pesan dengan orang itu. Namun, dirinya masih belum bisa melupakan sosoknya.Kebersamaan keduanya memang belum begitu lama. Tetapi segala hal yang berhubungan dengan Rasky nyatanya masih beg
Siang itu matahari bersinar dengan terik, membuat Elena dan teman-temannya memilih makan siang di dalam kantor. Para wanita yang tidak ingin berkeringat atau merasakan kulitnya terbakar tentu saja menolak dengan tegas usulan Miko yang mengajak mereka makan siang di luar kantor."Ini kan jadwalnya kita makan di luar. Kenapa banget sih ciwi-ciwi ini gak mau kena panas dikit aja," gerutu Miko pada Diaz."Sht... Udah diem," ucap Nayla sambil memasukkan sesendok penuh nasi beserta lauknya ke dalam mulut Miko agar pria itu sibuk mengunyah dibandingkan menabur genderang perang dengan dua wanita lain yang ada di meja itu.Mata Miko sempat melotot dengan kelakuan Nayla. Benar-benar mulai berani ternyata juniornya ini."Emangnya lo mau bayarin skin care kita? Atau bayarin perawatan kita ke dokter kulit?" Nayla pikir kedua wanita itu tidak ada yang mendengar gerutu Miko. Namun nyatanya, Tania cukup jeli dan sepertinya perang mulut sebentar lagi akan dimulai.
Proses syuting sudah selesai kemarin dan mereka pun langsung bertolak untuk kembali pada pekerjaan mereka setelah semalam mereka menghabiskan waktu dengan makan malam bersama untuk merayakan lancarnya proses syuting mereka hari itu.Elena dan Rasky tengah duduk berdampingan di dalam pesawat yang akan membawa mereka ke tempat asal mereka. Rasky sudah mewanti-wanti Elena agar memesankan tiket pulang untuknya di hari yang sama dengan wanita itu. Ia juga meminta agar bisa duduk bersebelahan dengan Elena.Alasannya adalah hitung-hitung mengganti waktu kencan mereka yang tertunda karena kesibukan Rasky yang cukup padat akhir-akhir ini."Kamu kangen gak sih sama aku?" tanya Rasky random. Membuat Elena mengerutkan dahinya sesaat."Kita dari kemarin kan bareng terus. Cuma pas ke toilet sama tidur aja kan pisahnya? Terus gimana konsepnya nanya kangen?" Elena balik bertanya.Rasky sempat mengangguk sesaat. Ia mengaku jika pertanyaan perlu diralat.
Ketegangan muncul di wajah tim advertising pagi itu. Pasalnya lawan main Rasky dalam iklan kali ini mendadak tidak bisa hadir karena baru saja mengalami kecelakaan ketika menuju ke lokasi syuting.Mereka tengah bingung akan mencari darimana lawan main Rasky, mengingat proses syuting akan dimulai beberapa menit lagi."Terus gimana dong, nih?" tanya Miko pada tim advertising yang juga sama bingungnya seperti dirinya.“Pemeran pengganti sudah dihubungi belum?” tanya salah seorang di tim advertising pada temannya yang lain.“Sudah. Cuma dia lagi dirawat di rumah sakit. Sementara model yang lain lagi ada kerjaan.”Miko menghela napas gusar. Bisa gawat kalau sampai syuting hari ini berantakan. "Selebgram sini gak ada yang lagi free gitu?" tanya Miko pada tim Advertising yang juga berada di lokasi syuting."Kita lagi coba hubungi selebgram yang lain. Cuma agak sulit karena kan lo tahu sendiri gimana standar
Rasky menatap ponselnya cukup lama. Memandangi pesan terakhir yang ia kirimkan pada Elena. Sudah hampir setengah hari pesan itu ia kirimkan, namun hingga detik ini belum dibaca oleh Elena.Ada perasaan gelisah yang Rasky rasakan. Ia sampai berulang kali mengecek ponselnya. Rasky bahkan juga sempat menghubungi Elena tetapi entah mengapa panggilannya tidak dijawab oleh wanita itu.Rasky pun akhirnya pasrah dan menghubungi Elang kala hari sudah malam. Rasky cukup bernapas lega begitu mengetahui Elena sudah sampai di rumah dan tengah berada di kamarnya.Ada banyak tanya di kepala Rasky. Mengapa Elena tidak membalas pesannya? Apakah ia ada salah sampai Elena menghiraukannya?Ingin rasanya Rasky kembali menghubungi Elena. Namun mengingat saat ini sudah malam dan Rasky sudah tidak memiliki tenaga untuk berdebat. Ia memilih untuk tidak berbuat apapun.Andai saja ia tidak sedang berada di luar kota. Mungkin ia akan langsung dat
Rasky duduk di pinggir kasur. Membuka sebuah pesan dari seseorang yang kini menjadi prioritasnya. Senyuman terbit di bibir Rasky begitu membaca isi pesan yang dikirimkan oleh Elena.Isi pesannya adalah hal-hal yang biasa saja. Menanyakan apakah Rasky sudah bangun atau memberitahukan pria itu jika Elena sudah sampai di kantor.Hal yang sering mereka kirimkan kepada satu sama lain dan secara perlahan menjadi sebuah kebiasaan.Progres hubungan mereka berjalan makin baik dan itumembuat kepercayaan diri Rasky meningkat jika hubungan ini akan berjalan sesuai rencananya.Pria itu berjalan menuju pantry sambil menekan tanda telepon di samping nama kekasihnya."Hai," sapanya begitu panggilannya dijawab oleh orang itu. Ia menekan tombol loudspeaker dan meletakkan ponselnya tidak jauh dari dirinya yang kini sedang membuat sarapan."Kamu baru bangun?" tanya Elena sambil mengecek jam di ponselnya yang menunjukkan pukul delapan pagi.
Elena segera keluar dari lift yang berhenti di lantai basement. Ia sedikit berlari begitu menemukan di mana mobil Rasky terparkir.Hal itu ternyata tidak luput dari pandangan Diaz yang saat itu juga akan menuju ke tempat parkir bersama Miko. Keduanya tanpa sadar tersenyum begitu melihat tingkah laku Elena yang tampak berbeda dari biasanya.Elena yang tidak menyadari kehadiran keduanya tampak acuh dan melewati mereka begitu saja."Gue baru kali ini ngeliat Mba Elena se- happy itu," ucap Miko dengan tatapan yang mengarah ke mana Elena pergi."Berarti Elena memang beneran bahagia jadi pacarnya Rasky,” seloroh Diaz santai. Ia adalah saksi bagaimana perjalanan hubungan Elena dan Rasky. Dan dari sikap yang Elena tunjukkan, ia cukup lega karena wanita itu mengikuti apa yang pernah ia katakan.Elena masuk ke dalam mobil Rasky dan tersenyum lebar kepada pria itu. Sorot matanya meredup, ia mendadak salah tingkah begitu mendapati wajah