Aku tunggu beberapa saat hingga Siska mengaku. Tapi, dia tak kunjung bicara. Hanya punggungnya yang tampak bergetar pelan. Aku dekati dia, dan ternyata...Siska menangis!Aku jadi serba salah ini. Niat awal hanya ingin mencari tahu, tapi kenapa sekarang aku jadi membuat orang menangis?“Siska, aku tahu kalau kamu ini seorang perempuan yang baik. Jadi terus terang saja. Aku janji akan menyimpan rapat-rapat pengakuan kamu ini. Aku melihat kalau kamu sedang butuh uang. Aku bisa bantu,” ucapku yang sontak membuat tangisannya terhenti.Siska menghapus air matanya, dan membalikkan tubuhnya hingga posisi kami kini saling berhadapan. Nah, pancinganku ternyata berhasil.“Kamu, mau bantu aku?” tanya Siska dengan suara parau.“Hu’um. Kebetulan aku punya usaha kuliner. Makanan asal daerah Palembang tepatnya. Nah, aku akan membantu kamu memberikan modal awal dalam bentuk mpek-mpek. Kamu tinggal siapkan tempat saja untuk kamu berjualan. Soalnya kalau kamu kerja di rumah makanku, anak kamu siapa yang
“Kalian sepertinya sudah akrab satu sama lain, ya,” ucap Tante Retno, yang kini menatapku dan Siska bergantian.“I-iya, Ma. Aku dan Amanda sedang diskusi sebentar,” sahut Siska dengan senyum canggung di bibirnya.“Diskusi? Diskusi apa?” tanya Tante Retno dengan kening yang berkerut.“Diskusi tentang bisnis, Tante. Siska akan memulai bisnis jualan mpek-mpek, untuk tambahan penghasilan,” sahutku yang sengaja menyebutkan kata ‘tambahan’ agar Tante Retno tak tersinggung. Bagaimana pun keluarganya termasuk keluarga berada. Jadi kalau aku bilang untuk biaya pengobatan anaknya Siska, sudah pasti dia akan murka padaku. Pada dasarnya sudah tak suka denganku, lalu ditambah tersinggung pula maka habis lah diri ini dimaki-maki olehnya.“Oh, bagus itu. Mpek-mpek di rumah makannya Amanda enak lho,” timpal ibu mertuaku. Beliau kemudian mengalihkan tatapannya pada Siska. “Kamu mau jadi reseller ya, Sis?”“Iya, Tan. Tapi, aku mau ijin dulu sama Mama,” sahut Siska dengan canggung.“Nanti kita omongin d
Pov Penulis.Setibanya di rumah, Retno mengajak Siska untuk berbincang. Saat ini hanya mereka berdua yang berbincang, karena suami Retno sedang ada urusan ke luar kota.“Sis, jelaskan sama Mama, kenapa kamu mau jualan mpek-mpek? Sama si Amanda lagi. Kamu tahu kan kalau perempuan itu yang merebut Haikal dari Meta,” ucap Retno ketus.Siska memilin jemarinya dan menatap Retno dengan takut-takut. Dia berusaha menenangkan hatinya sebelum bicara dengan ibu mertuanya.“Ma, saat ini pesangon Melvin telah menipis. Terapi yang harus dilakukan Reno membutuhkan biaya yang cukup besar. Belum lagi kondisi Reno yang lemah. Sedikit-sedikit terserang sakit. Mama tahu sendiri kan kalau obatnya Reno cukup mahal juga,” sahut Siska lirih.“Tapi, Mama masih bisa bantu kamu, Siska. Sebentar lagi rumah Meta akan Mama jual untuk biaya pengobatan dia. Mama bisa sisihkan juga untuk biaya terapinya Reno. Kalau Darel kan sudah ditanggung sama pihak keluarga dokter Bambang. Jadi kamu nggak perlu bingung soal biaya
Waktu berkunjung sudah habis. Retno dan Siska pun berpamitan pada Melvin untuk undur diri.“Kita pulang dulu, ya. Lain waktu akan kemari lagi,” ucap Retno yang diangguki oleh Melvin.“Iya, Ma. Kalau kemari jangan lupa bawa Reno juga. Aku kangen sama dia, dan jangan lupa kasih tahu rencana Mama,” sahut Melvin.“Ok.” Retno memeluk erat tubuh anak sulungnya seraya berbisik, “Tenang, Nak. Kita akan buat hidup mereka nggak tenang dengan cara yang halus. Nggak perlu terburu-buru. Pokoknya pelan, tapi pasti mereka akan merasakan penderitaan seperti yang kita alami saat ini.”Melvin tersentak mendengar penuturan sang ibu. Dia tak menyangka kalau ibunya pun menyimpan bara dalam hatinya.“Iya, Ma. Semoga rencana Mama bisa berhasil,” bisik Melvin.Tanpa Retno dan Melvin sadari, Siska sempat mendengar bisikan mereka itu meskipun samar-samar.‘Kok aku jadi nggak tenang sih ini. Mama dan Melvin merencanakan apa untuk rumah tangganya Amanda dan Mas Haikal, ya?’ ucap Siska dalam hati.Setelah Retno,
Dua bab sebelumnya merupakan Pov penulis, agar pembaca mengetahui sisi dari tokoh lainnya juga. Selanjutnya kembali ke tokoh utama, Amanda.Keesokan harinya.Aku menyiapkan sarapan untuk kami bertiga. Sarapan yang aku buat sendiri untuk kedua pria yang sangat aku cintai. Kehamilanku yang kedua ini sama sekali tak menghalangi aktivitasku. Aku tak merasa mual seperti saat hamil Pasya dulu. Hanya sesekali mual kalau diri ini terasa lapar. Oleh karenanya, aku tak membiarkan rasa lapar menderaku. Akibatnya, aku merasa kalau berat badanku naik meskipun aku tak tahu berapa kenaikannya, karena aku tak berani timbang badan. Bulan depan saja kalau periksa kehamilan lagi.Di saat aku sedang sibuk menyiapkan sarapan, tiba-tiba suamiku memeluk diri ini dari belakang.“Aromanya enak sekali sih, Manda. Sampai tercium dari luar ruangan ini,” ucap Mas Haikal mulai berlebihan. Sudah jelas masaknya di dapur bukan di ruang makan, masak aromanya sampai tercium ke luar ruang makan sih. Dasar suamiku sudah
Aku tetap diam dan menunggu apa yang akan diucapkan oleh Tante Retno lagi. Namun, dia tak berucap apa-apa lagi. Aku hanya mendengar ucapan Siska setelahnya.“Iya, Ma. Nanti aku juga mau ke rumah orang tuaku, ya. Mamaku kangen sama Reno. Boleh kan aku ke sana, Ma,” ucap Siska yang membuat mataku membelalak.Aku menahan tawa mendengar penuturan Siska barusan. Rupanya dia berbohong agar dapat ijin dari mertuanya keluar rumah.“Boleh, nanti Mama jemput saja kalau begitu. Setelah urusan sama Hesti selesai, Mama akan ke rumah orang tua kamu. Sekalian mau silaturahmi dengan mama kamu, Sis,” ucap Tante Retno, yang membuat aku terkejut.Tak lama, aku mendengar suara Siska di seberang sana yang gugup.“Eh, eng...nggak usah dijemput, Ma. Aku rencananya nanti sama Mamaku mau ke rumah nenek. Ada acara di sana. Setelah dari rumah nenek, aku akan langsung pulang,” sahut Siska.“Hm, ya sudah deh kalau begitu. Ya sudah Mama pergi dulu sekarang, ya. Darel dan pengasuhnya, Mama ajak saja kalau kamu juga
Setelah terdiam agak lama, Siska akhirnya menganggukkan kepalanya.“Baiklah, aku akan coba cari tahu semampuku. Nanti aku akan beritahu kamu, informasi apa pun yang aku ketahui. Semoga mereka nggak punya niatan buruk. Andaikan mereka punya niat buruk, setidaknya bisa dicegah niatan mereka itu. Aku juga kan dapat pahala karena bisa mencegah perbuatan buruk terjadi,” sahutnya dengan senyuman.Aku pun tersenyum senang mendengar penuturan Siska. “Semoga saja ya, Sis. Terus kapan kamu mau mulai jualan mpek-mpek? Biar aku bisa langsung memerintahkan anak buahku menyiapkan mpek-mpek untuk kamu.”“Mungkin besok, Manda. Hari ini aku akan bilang ke orang tuaku dulu kalau akan berjualan mpek-mpek. Insya Allah, aku akan menekuni usaha ini. Mulai dari nol, dan semoga saja yang awalnya sedikit, lama kelamaan akan menjadi bukit. Aamiin.”Aku pun ikut mengaminkan ucapan Siska. Bukankah ucapan itu juga sebuah doa.Aku lalu menghubungi anak buahku untuk menyediakan mpek-mpek untuk Siska sebanyak dua pu
Aku yang terkejut, mundur dua langkah sambil memegang dadaku. Siska yang tiba-tiba pucat wajahnya dan tampak bingung, masih mendengarkan ucapan Tante Retno di seberang sana.“Ya sudah, begitu saja ya, Sis. Kamu nggak usah tanya-tanya lagi. Mama mau membalas sakit hati kita secara halus. Kamu tenang saja. Mama nggak akan melibatkan kamu. Mama bergerak sendiri sama Hesti. Mama tutup sekarang ya video call nya.”Hening.Aku dan Siska saling tatap satu sama lain. Hingga perlahan Siska mulai melangkah mendekatiku.“Mama sudah gelap mata karena dendam, Amanda. Kamu sudah dengar sendiri kan tadi. Mereka berdua berniat jahat pada kamu dan suami kamu. Sekarang tinggal kalian pikirkan bagaimana cara mencegah mereka. Aku nggak bisa berpikir atau berkata-kata lagi. Oh ya, tadi aku sempat screenshot wajah Hesti yang sempat tertangkap di layar ponselku. Aku akan kirimkan padamu, ya,” ucap Siska, yang aku angguki.“Kita bicara di ruang tamu saja, ya.” Aku merangkul bahu Siska dan mengajaknya berjala