Pagi hari, seperti biasanya, Ileana bangun untuk sholat subuh berjamaah dengan Davie dan Nisaka. Setelah itu, Ileana bergegas ke dapur, membuatkan sarapan untuk suami dan keponakannya itu. Kebetulan, ini hari pertama Nisaka masuk ke sekolah baru.Davie sudah mengurus kepindahan Nisaka dengan cepat. Nisaka akan pergi bersama Davie di hari pertama ini. Dan untuk hari berikutnya, Nisaka akan naik sepeda ke sekolah. Jaraknya tidak terlalu jauh dari area perumahan. Butuh waktu 10 sampai 15 menit untuk sampai di sekolah tersebut.Ileana membuat nasi goreng dan telur dadar untuk sarapan mereka. Sementara bekal makan siang Nisaka dan Davie adalah sup ayam jamur yang sedang dimasak oleh Ileana."Mas, Nisa, sarapan udah siap!" panggil Ileana dari arah dapur. Kebetulan dapur dan ruang makan jadi satu karena cukup luas.Nisaka datang sambil membawa tas barunya. Wajahnya tampak berseri pagi ini. Nisaka sangat merindukan suasana sekolah dan bisa berkumpul bersama teman-teman baru."Pagi, Tante!""P
Davie terlihat sedang memanaskan mobil sebelum berangkat menuju sekolah baru Nisaka. Ileana juga akan ikut karena wanita itu memaksa bekerja mulai hari ini. Davie tidak bisa melarang istrinya. Baginya, kebahagiaan Ileana yang utama. Sebisa mungkin, Davie tidak akan mengekang niat positif Ileana untuk bekerja.Setelah selesai memanaskan mobil, Davie memanggil Nisaka dan Ileana untuk segera masuk ke mobil."Sayang, udah siap nih!"Ileana dan Nisaka keluar dari dalam rumah untuk menemui Davie. Saat hendak masuk ke mobil, tiba-tiba saja bel rumah yang ada di dekat pagar berbunyi. Kebetulan, pagar tersebut sudah dibuka lebar oleh Davie. Ada seorang kurir yang datang sambil memegang sebuah paket."Permisi!"Ileana dan Davie saling pandang satu sama lain. "Mas, kamu ada pesan paket?" tanya Ileana."Nggak ada, Sayang. Coba aku samperin dulu ya.""Iya, Mas."Davie bergegas menemui kurir tersebut dan menanyakan tentang paket tersebut. "Maaf, Pak, ini paket siapa?" tanyanya."Di sini ditulis unt
"Selamat datang kembali, Pak, Bu!"Davie dan Ileana dikejutkan oleh sambutan hangat dari para karyawan yang baru direkrut seminggu yang lalu. Bahkan mereka menyiapkan sebuah nasi tumpeng yang cukup besar. Mereka merencanakan penyambutan itu sejak kemarin karena tahu Davie akan kembali bekerja di kantor.Mendapat sambutan seperti itu, Ileana merasa terharu dan hampir menangis. Ia tidak menyangka para karyawan itu akan menghormatinya sebagai istri dari Davie. Tidak seperti karyawan sebelumnya yang selalu menghina dirinya."Wah, makasih banyak ya untuk sambutannya," ucap Davie ramah."Iya, Pak. Kami juga mau bilang makasih karena selalu bersikap baik sama kami," kata salah satu karyawan, sebagai perwakilan."Iya, sama-sama. Makasih juga karena udah bekerja keras untuk kemajuan perusahaan." Davie tersenyum bahagia sambil merangkul pinggang sang istri yang masih saja diam karena merasa terharu. "Oh iya, istri saya juga akan bekerja lagi di kantor ini. Tadinya saya minta untuk jadi kepala p
Davie menghela napas panjang seraya merenggangkan otot-ototnya yang kaku karena terus menunduk untuk menandatangani dokumen. Rasanya lelah sekali. Apalagi sore ini, Davie harus bertemu dengan calon investor baru. Untunglah sekretarisnya sangat cekatan dalam membantu pekerjaannya.Pria pemilik wajah tampan itu melirik ke arah jam dinding yang bertengger di dekat pintu ruangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang."Kok istri aku belum ngajakin makan ya? Padahal udah waktunya. Apa dia masih sibuk sama kerjaannya? Samperin aja deh," gumamnya lalu berdiri dari kursinya.Saat hendak menyentuh handle pintu, tiba-tiba saja pintu itu dibuka dari luar oleh seseorang. Membuat Davie harus memundurkan langkahnya ke belakang. Ternyata Ileana sudah datang sambil membawa bekal makan siang di tangannya, beserta air mineral."Loh, baru aja aku mau susul kamu ke ruang produksi, Sayang," ucap Davie sedikit terkejut.Ileana tersenyum sambil menutup pintu ruangan dan berjalan ke arah sofa, diikuti ol
Sore hari, sesuai dengan janji yang sudah ditetapkan, Davie menyiapkan ruang rapat untuk bertemu dengan pria yang akan menjadi calon investornya. Davie menyiapkan perlengkapan presentasi, dibantu oleh sekretarisnya.Setelah semua persiapan selesai, Davie melihat bertali hitam yang melingkar di tangan kirinya. Waktu menunjukkan pukul 16.00 sore. Menurut Rudy, calon investor itu akan datang sekitar 5 menit lagi dan Rudy yang akan menyambutnya di lobi kantor. Davie hanya perlu menunggu di ruang rapat.Davie sedikit gugup kali ini. Ini pengalaman pertama untuknya bertemu dengan calon investor baru. Biasanya Khairil yang melakukan itu. Sedangkan dengan investor lama, Davie sudah merasa akrab dan tidak ada rasa canggung saat melakukan presentasi dengan mereka. Berbeda dengan calon investor yang baru.Tepat di menit ke-lima, pintu ruang rapat dibuka. Davie berdiri dari kursinya saat melihat Rudy masuk ke dalam sambil mempersilahkan orang yang akan Davie temui."Ayo, silahkan masuk, Pak," uca
Ileana membuka pintu ruang rapat dengan panik. Pasalnya, sang suami sempat bertemu dengan Braga di ruang itu. Entah apa yang sudah dilakukan Braga sampai Davie memukul pria itu."Mas," panggil Ileana. Ia mendekati Davie yang tengah duduk bersama Rudy. Ileana menundukkan kepala sedikit untuk memberi hormat pada pria paruh baya itu.Davie menoleh ke belakang, berdiri dari kursinya kemudian memeluk Ileana. Pria itu menangis dalam pelukan Ileana. Ketakutan Davie benar-benar terlihat saat ini. Bahkan Ileana sampai mengusap punggung suaminya berulang kali dan memintanya untuk tenang.Rudy yang merasa tidak enak pun akhirnya memilih untuk keluar, meninggalkan sepasang suami-istri itu di ruang rapat."Mas, ada apa?" tanya Ileana yang masih didekap oleh suaminya. "Tadi aku nggak sengaja ketemu Braga waktu mau nyusul ke sini. Dia bilang, kamu habis nonjok dia. Apa bener itu, Mas?"Davie mengangguk perlahan tanpa melepas pelukannya. "Iya, Sayang.""Kenapa, Mas? Apa dia ngomong yang aneh-aneh lag
Malam hari, selesai makan malam bersama, Davie memutuskan untuk pergi ke ruang kerja. Sebelumnya, ia mendapatkan sebuah pesan dari Rudy mengenai calon investor pengganti. Dengan semangat, Davie menerima tawaran itu dan besok dirinya akan bertemu dengan sang calon investor.Davie sudah izin pada Ileana untuk begadang malam ini. Ileana pun mengerti dan membiarkan suaminya di ruang kerja, sedangkan dirinya memilih untuk beristirahat di kamar. Setelah bekerja seharian, Ileana merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Entah sudah berapa minggu ia tidak bekerja. Alhasil, tubuhnya terkejut saat dirinya memulai aktivitas seperti biasanya.Ileana tampak mengoleskan minyak urut di kedua kakinya. Sambil mengurut, Ileana menyempatkan diri untuk menonton film aksi kesukaannya. Aktor favoritnya dari dulu sampai sekarang adalah Jackie Chan dan Jet Li. Selain lucu, cara mereka memerankan adegan aksi sangatlah menarik dan menegangkan. Ketegangan itulah yang membuat Ileana tak bosan untuk memutar ulang film
Pagi-pagi sekali, Davie sudah keluar dari rumah, berkeliling di perumahan itu menggunakan sepeda gunungnya. Sudah lama ia tidak menggunakan sepeda itu. Tujuannya berkeliling seperti ini hanya untuk mencari rumah Braga. Ia masih memendam amarah untuk pria itu karena sudah berani bertindak kurang ajar pada Ileana.Ileana tidak mengetahui tujuan Davie. Setelah sholat subuh, Davie berdalih ingin bersepeda di sekitar perumahan sebelum berangkat kerja.Sudah hampir 15 menit Davie memutari perumahan, namun belum menemukan rumah Braga. Karena merasa putus asa dan sudah lelah, Davie berniat untuk kembali ke rumah."Hhh! Mending pulang aja deh. Besok dilanjut lagi," gumamnya pelan sambil memutar arah sepedanya.Setelah sepeda sudah berputar arah, di sebelah kanan, ada seorang pria yang baru saja keluar dari dalam rumah sambil memegangi pipinya yang terlihat memar. Davie menoleh ke arah pria itu tanpa disengaja. Senyum seringai pun muncul di sudut bibirnya."Oh, ternyata dia baru keluar." Davie
20 tahun kemudian….Braga keluar dari rutan sambil membawa tas berisi pakaian dan peralatan mandinya. Setelah 20 tahun lamanya berada di penjara, akhirnya hari ini, Braga bisa menghirup udara bebas.Tampak dari sisi gerbang rutan, seorang wanita, berusia kurang lebih 25 tahun, melambaikan tangan ke arah Braga. Wanita itu sudah terlihat sukses saat ini.Braga tersenyum manis sambil menghampiri wanita itu. Dipeluknya wanita itu dengan penuh cinta dan kasih sayang."Akhirnya Papa bebas juga."Wanita itu adalah Nisaka. Ia sudah tumbuh menjadi anak yang dewasa dan mandiri. Di usianya yang ke 25 tahun, Nisaka sudah memiliki rumah dan mobil berkat kerja kerasnya selama ini. Dukungan Davie dan Ileana juga sangat berpengaruh pada karirnya."Iya, Nak. Alhamdulillah, Papa bisa bebas sekarang. Papa nggak nyangka, kamu udah sebesar ini, Nak. Kamu juga udah sukses sekarang," ucap Braga sambil melepas pelukannya dan menatap wajah Nisaka.Nisaka tersenyum. "Alhamdulillah, Pa. Nisa bisa sampai di titi
6 tahun kemudian….Davie bersama Adinda yang sudah berusia 6 tahun bermain di taman kota, ditemani oleh Ileana dan Nisaka. Sedangkan Bi Tuti sudah meninggal setahun yang lalu, bersamaan dengan meninggalnya Khairil di dalam tahanan karena bunuh diri.Saat itu, Khairil mengalami depresi karena tidak tahan menjalani hukuman di dalam penjara. Ia memutuskan untuk gantung diri di dalam tahanan. Tahun lalu merupakan tahun terburuk bagi Davie dan Ileana. Mereka harus kehilangan dua orang yang disayang sekaligus. Bi Tuti sudah seperti orang tua sendiri bagi Davie dan Ileana. Setelah kehilangan Bi Tuti, Davie dan Ileana sempat terpuruk. Ditambah lagi ada berita tentang Khairil yang juga tewas gantung diri.Tapi semua itu bisa mereka lewati seiring berjalannya waktu. Mereka baru saja mengunjungi Braga dan Nisaka yang sudah beranjak remaja itu pun semakin memahami kondisi Braga saat ini."Tante," panggil Nisaka setelah selesai berlarian dengan Adinda."Iya, Nisa. Ada apa?" tanya Ileana."Nisa mau
Tiga minggu setelah selesai dengan urusan pernikahan Karina dan Jian, Davie mengajak Ileana untuk kembali ke Jakarta. Sedangkan Karina dan Jian masih akan menetap di Bandung untuk beberapa bulan.Davie dan Ileana sudah berpamitan dengan keluarga besar Karina dan Jian. Mereka pulang ke Jakarta menggunakan pesawat.Dan sekitar beberapa jam, mereka tiba di Jakarta. Davie dan Ileana masuk ke dalam taksi yang akan membawa mereka pulang ke rumah.Sesampainya di depan rumah, Nisaka langsung menghampiri mereka. Nisaka sangat merindukan Om dan Tantenya itu. Bi Tuti juga memasakkan makanan spesial untuk menyambut Davie dan Ileana. Mereka makan bersama setelah Davie dan Ileana selesai membersihkan diri."Nisa, kamu mau ikut Om jalan-jalan nggak?" tanya Davie setelah selesai makan."Mau sih, Om. Tapi Om kan baru pulang. Nanti capek loh.""Nggak masalah. Om mau ngajak kamu ke suatu tempat. Kamu pasti seneng.""Boleh deh kalau gitu. Tante juga ikut, kan?" tanya Nisaka pada Ileana.Ileana langsung m
"Oh iya, gimana sama Braga?" tanya Karina setelah melepas pelukannya pada Ileana.Ileana menghela napas panjang. Haruskah ia mengingat kembali nama itu? Ia masih belum sepenuhnya memaafkan kesalahan Braga, meskipun Braga sudah berusaha untuk menebus semuanya. Tapi tetap saja, luka itu masih terasa sampai sekarang."Dia bilang mau nyerahin diri ke polisi. Surat tanah dan rumah punya mendiang Ayah juga udah dibalikin ke aku. Sebelum Ayah meninggal, Braga sempat ketemu sama Nisaka di taman. Mereka main bareng, terus berpisah lagi. Dan di hari yang sama, aku kehilangan Ayah," ucap Ileana lirih.Karina mengusap punggung tangan Ileana. Berniat menenangkannya. "Aku bisa ngerti perasaan kamu. Aku juga mau minta maaf karena sempat dengar obrolan kamu sama Davie. Dari situ, aku sengaja cari tahu soal Braga, siapa dia sebenarnya, dan apa pekerjaannya. Aku sempat kaget waktu baca kasus pembunuhan yang dia lakuin sama Kakak kamu.""Terus, dia juga udah banyak nipu orang. Uang yang dia dapat itu da
Sepulang dari Bogor, Ileana merasakan nyeri yang teramat dahsyat di area perutnya. Ileana sampai membungkuk untuk berjalan masuk ke rumah."Sayang, kamu kenapa?" tanya Davie cemas."Nggak tahu, Mas. Perut aku sakit banget."Davie bisa melihat bulir-bulir keringat sudah bermunculan di kening Ileana. Segera ia menggendong Ileana masuk ke dalam rumah. Merebahkan tubuhnya di atas kasur.Tapi hal yang paling mengejutkan adalah, noda darah di bagian bawah gamis yang dikenakan Ileana saat ini. Noda darah itu begitu banyak dan kental."Sayang, kok baju kamu banyak darah gini?" tanya Davie.Ileana tidak merespon. Davie pun menatap wajah sang istri yang sudah pucat dan tak sadarkan diri. Hal itu tentunya menimbulkan kepanikan tersendiri bagi Davie. Ada apa ini?"Bi! Bi Tuti!" teriak Davie memanggil Bi Tuti.Bi Tuti yang mendengar teriakan Davie pun bergegas masuk ke dalam kamar. "Ada apa, Mas Davie?""Bi, ini Ileana pingsan. Terus ada darah di gamisnya," jawab Davie panik."Ya Allah! Cepat diba
Malam hari, pukul 20.00 malam, Ileana masih termenung sambil duduk di kursi taman. Pemakaman Ikhwan sudah ia laksanakan sebelum hari gelap. Bahkan ia tak sempat menghubungi keluarga Ikhwan yang lainnya, kecuali Aldi dan Diana. Itupun karena Davie yang berinisiatif menghubungi mereka.Ileana seperti tidak memiliki semangat hidup saat ini. Kepergian Ikhwan masih menjadi mimpi baginya. Tidak menyangka akan secepat ini terjadi. Impian hidup bahagia bersama Ikhwan, Davie dan Nisaka lenyap sudah. Padahal Ileana sudah berhasil mengambil surat-surat penting itu dari Braga. Sampai harus mengorbankan Davie untuk sesaat demi Ikhwan."Ayah…." lirihnya.Sedangkan dari arah pintu masuk, Davie berdiri menatap sang istri yang duduk membelakanginya. Davie bisa merasakan kesedihan istrinya saat ini."Om."Davie menoleh ke samping kanan. Ternyata Nisaka juga ikut memandangi Ileana. "Kamu kok belum tidur, Nisa?""Nisa nggak bisa tidur, Om. Kepikiran sama Tante Ilea. Tante kelihatan sedih banget, Om," uja
Seharian ini, Nisaka tampak bahagia karena bisa bermain bersama Braga di taman hingga menjelang sore. Braga pun pamit sambil menitipkan Nisaka pada Davie dan Ileana. Braga juga meminta maaf untuk kesekian kalinya pada pasangan suami istri itu."Titip dia ya, Ilea, Davie. Gue cuma percaya sama kalian," ucap Braga."Iya, Ga. Dia aman sama kita," kata Davie."Makasih banyak ya. Gue pamit sekarang."Davie hanya mengangguk dan membiarkan Braga pergi. Sedangkan Ileana tidak berkata apapun. Ia hanya diam sambil menatap kepergian Braga. Setelah itu, dipeluknya Nisaka yang menangis karena Braga pergi."Nisa, kamu yang sabar ya. Nanti kalau urusan Papa kamu selesai, dia pasti bakal balik lagi," ujar Ileana menguatkan."Iya, Tante. Nisa bakal nunggu Papa.""Ya udah, sekarang kita jemput Kakek yuk!" ajak Davie penuh semangat.Ileana melepas pelukannya pada Nisaka dan bergegas menuju ke mobil untuk menjemput Ikhwan. Perjalanan kali ini akan sedikit jauh. Itu sebabnya Davie sudah membeli beberapa m
"Nisa, Om mau bicara sebentar."Nisaka menatap Davie dengan senyum terkembang. Saat ini, hatinya sedang bahagia karena bisa melihat wajah sumringah Davie setelah bertemu kembali dengan Ileana."Om mau ngomong apa?"Davie mengelus kepala Nisaka, lalu menjawab, "Kita bicara di taman aja ya. Soalnya ini pembicaraan serius.""Oh, oke."Nisaka berdiri dan melangkah, mengikuti Davie menuju taman di halaman depan rumah. Mereka duduk bersebelahan di kursi taman bercat putih."Nisa, sebelumnya, Om minta maaf karena baru ngasih tahu kamu hari ini. Om harap, kamu bisa nerima dan nggak marah ya," ucap Davie sebelum memulai percakapan seriusnya."Iya, Om."Davie menghembuskan napas panjang dan memulai ceritanya. "Siang ini, kamu ikut Om sama Tante ke taman kota ya. Ada yang mau ketemu sama kamu.""Siapa, Om?""Hhh!" Davie diam sejenak. Sedikit takut untuk mengatakan semuanya pada Nisaka. "Kamu ingat cowok yang narik kamu waktu itu?" tanyanya kemudian."Ingat. Memangnya kenapa, Om?""Ehm, dia itu …
Keesokan harinya, pukul 07.00 pagi, Ileana memasukkan barang-barang Davie ke dalam tas berukuran sedang. Mereka bersiap untuk pulang ke rumah karena kondisi Davie sudah mulai stabil.Davie memperhatikan sang istri yang sibuk mengurus perlengkapannya. Ia sama sekali tidak diberi izin untuk membantu. Padahal Davie sudah merasa sehat."Udah semua ini kan, Mas?" tanya Ileana sambil memperhatikan setiap sudut ruangan."Udah semua, Sayang. Nggak banyak kok barang yang dibawa. Cuma itu aja," jawab Davie."Ya udah, kita pulang sekarang ya. Kebetulan taksi online-nya udah nunggu di parkiran.""Iya, Sayang."Davie membawa tas itu di tangan kanannya, sementara tangan kiri menggenggam tangan kanan Ileana. Mereka berjalan beriringan. Seluruh biaya rumah sakit sudah diselesaikan.Tapi suara panggilan dari arah belakang membuat mereka terpaksa menghentikan langkah. Keduanya menoleh bersamaan dan mendapati Braga sedang berjalan ke arah mereka sambil mendorong tiang infus dengan tangan kanannya. Sedan