Saat Eddriz masuk dikawal Jenny dan Asisten Wibi, Raline, Shafea dan Hanna sedang tertawa mendengar cerita Raline tentang keris. Arti keris yang bukan keris sebenarnya yang membuat dua sahabat itu tertawa terpingkal-pingkal. Mereka langsung terdiam seketika saat melihat Eddriz yang memanggil dengan suara menggelegar ditambah dengan sedikit emosi.Shafea dan Hanna langsung berdiri dibelakang Raline kanan dan kiri sambil memegang pundak. Seolah mereka ketakutan bertemu dengan kepala sekolah yang galak dan tegas. Bayangan tentang cerita Eddriz yang selama ini didengar di media sosial dan televisi ternyata benar adanya.Raline cemberut dan mengerucutkan bibirnya. Menjawab dengan mengangguk, berbalik badan melambaikan tangan berpamitan kepada dua sahabat, "Ra, pulang dulu, bye.""Bye, Ra. Terima kasih." dua sahabat itu pucat pasi saat melihat pandangan mata Eddriz yang seolah akan menelan mereka bulat-bulat.Eddriz langsung menarik tangan Raline ke luar dari private room. Ada banyak bodygu
Eddriz mengacak rambutnya karena bingung mengahdapi mood Raline yang terkena sindrom kedatangan tamu bulanan. Raline yang tidak mau terus terang dan Eddriz yang tidak mau mengalah, keduanya akhirnya berdebat. Ditambah Raline yang terus merintih karena perut yang masih sakit dan pinggang yang ngilu semakin menambah Eddriz bingung dan mulai emosi."Pokoknya Ra harus diperiksa dokter dulu sebelum ke supemarket!""Ra tidak mau, Abang. Ra sudah tidak tahan lagi, Ra mau ke supermarket sekarang!""Nanti, Ra boleh beli apa saja yang Ra mau, kalau perlu sepermarketnya boleh dibeli yang penting berobat dulu!" Eddriz tetap tidak mau kalah.Raline semakin emosi berteriak sambil memegangi perutnya yang masih melilit. Berlari ke kamar mandi ingin berganti celana segitiga. Hanya dalam waktu sepermpat jam saja celana itu sudah basah karena tidak memakai pembalut.Eddriz semakin bingung dengan sikap Raline. Apalagi gadis itu berlari ke kamar mandi sambil berteriak kesal. Spontan mengikuti Raline ke ka
Bukan hanya Jenny yang kaget sambil membuka mulut. Raline juga kaget dan melihat jam tangan yang melingkar di lengan kanan. Pasalnya sekarang ini waktu menunjukkan hampir pukul sebelas malam."Abang, mana ada toko buka jam segini?" tanya Raline kesal."Ada dong," jawab Eddriz tidak mau kalah. Jenny yang tidak ingin membuat tuannya marah lagi bergegas mengangguk dan membungkukkan badan, "Baik, Tuan. Akan Jenny usahakan, Jenny permisi dulu."Jenny berbalik badan dan berlari ke luar kamar. Eddriz menutup pintu dengan menggunakan ponsel. Dan pintu tiba-tiba tertutup rapat."Ya, Allah. Ra kira pintunya di tutup sama hantu."Eddriz nyengir kuda melihat Raline mengusap dada. Kembali membaca botol kecil yang berisi cairan berwarna kuning. Raline langsung membelalakkan mata dan menutup mulut."Abang, jangan diminum!" teriaknya."Enak saja, Abang hanya baca saja.""Sini, Ra mau minum!""Abang bukakan sebentar!"Saat Raline menenggak satu botol jamu pereda nyeri. Eddriz mengambil satu botol lag
Tanpa diminta para peronda malam bercerita tentang Ses Eka. Janda beranak tiga itu bekerja di sebuah butik dan desainer ternama. Awalnya mereka tidak menyebut pemilik butik. Mereka hanya bercerita tentang wanita pemegang ijazah ituSes Eka panggilan akrab wanita itu sering dugem dan ke klub malam hampir setiap hari. Ketiga anaknya diasuh oleh mantan suami dan nenek di desa. Di rumah dia tinggal sendiri tanpa ada yang menemani.Pergaulan bebas Ses Eka yang membuat rumah tangganya berantakan dan berpisah dengan suami. Sering bergonta-ganti pasangan dan sering berfoya-foya dengan teman seumuran.Saat ini pun Ses Eka masih belum pulang dan masih bersenang-senang dengan teman-temannya. Terkadang pulang dalam keadaan kusut dan mabuk. Pulang hampir menjelang pagi, tidur sebentar dan berangkat kerja lagi pukul sembilan pagi."Abang bertemu dengan Ses Eka di klub malam, ya?" tanya salah satu ronda malam."Iya, itu sudah lama sekitar dua bulan lalu," jawan Bang Jack hanya asal saja."Apa nama b
Raline dan Dokter Nita tidak bisa membantah perintah Eddriz. Hanya gara-gara tensi rendah, Raline harus di pasang jarum infus untuk menabah vitamin. Padahal itu hal lumrah bagi wanita yang sedang kedatangan tamu bulanan."Pak Basri, cepat buatkan sarapan steak untuk Ra!" perintah Eddriz setelah Dokter Nita selesai memasang jarum infus."Siap, Tuan."Dengan terpaksa nasi uduk yang dibawa tadi harus dikeluarkan dari kamar. Pak Basri ke retsoran untuk melapor pada koki. Meminta sarapan steak untuk Nyonya Raline yang belum pernah dilihat oleh karyawan hotel.Raline dan Jenny sedang berbincang, saat Bang Jack melaporkan tentang wanita yang ditangkap tadi malam. Saat ini Ses Eka sedang terlelap di markas yang ada digudang hotel bagian belakang. Janda beranak tiga itu masih terlelap dan masih dalam pengaruh alkohol."Kalian introgasi saja sekarang!""Dia belum bangun, Tuan.""Bangunkan, siram air kalau perlu!""Baik, Tuan."Menginterogasi seorang wanita tidak seperti laki-laki. Hanya dengan
"Jenny, cepat antar Nyonya sekarang!" perintah Bang Jack dengan suara menggelegar."Baik, Bang.""Kalian berdua, tahan wanita itu jangan sampai lepas!" perintah Bang Jack kepada dua bodyguard termasuk yang ditampar tadi."Siap, Bang." Mereka menjawab bersamaan."Sisanya ayo kawal dulu Nyonya sampai tujuan!""Siap."Hanya dalam waktu lima menit Bang Jack kemabli ke depan lift khusus. Menemui dua bodyguard dan wanita dewasa yang belum diketahui namanya. Harus menginterogasi terlebih dahulu untuk menyelidiki maksud wanita dewasa itu menyelinap masuk lift khusus.Dengan menunduk anak buah Bang Jack yang ditampar itu berkali-kali minta maaf. Sudah melakukan mensterilkan area jalan saat istri Tuan Eddriz lewat. Namun tiba-tiba ada wanita dewasa yang berlari mendekat."Maaf atas keteledoran saya, Bang.""SUdah aku pesan dari awal, tugas ini taruhannya nyawa, kamu mengerti?""Mengerti, Bang. Sekali lagi maaf."Jika dipikir dengan logika, bodyguard itu tidak sepenuhnya bersalah. Karena wanita
Raline memandang lekat-lekat wajah Eddriz yang terlihat marah dan emosi sampai menyipitkan mata. Wajah itu seperti wajah saat sedang mabuk di villa dulu. Kerutan dan lipatan wajah sampai terlihat dengan jelas."Abang," panggil Raline dengan lembut setelah menyadari suami tua itu sedang marah dan emosi."Hhmm." Eddriz terlihat enggan menjawab."Abang kenapa, apakah marah sama Ra?""Hhmm," jawab Eddriz menggelengkan kepala."Mengapa wajahnya kusut seperti baju yang tidak digosok?"Eddriz langsung memegang pipi sambil menatap ponsel dengan lekat. Seolah dia sedang berkaca dan memperhatikan wajahnya sendiri. Tidak menyadari diperhatikan oleh Raline sambil tersenyum."Coba senyum sedikit, pasti nanti terlihat lebih muda!""Eee, Ra pikir Abang terlihat tua banget?" tanyanya kembali melihat wajahnya sendiri."Iya, kalau marah terlihat tua." Raline tergelak sambil melambaikan tangan.Eddriz tersenyum simpul sambil menggelengkan kepala. Emosi sedikit demi sedikit berkurang hanya berbincang dan
Eddriz terus melangkah dan pura-pura tidak mendengar panggilan mantan ibu mertua. Setali tiga uang, Asisten Wibi juga berjalan dengan langkah panjang mengikuti tuannya yang ada di depan. Bahkan, tidak ada yang berani mencoba membantu memanggilkan saat melihat yang dimaksud adalah pengusaha terkenal itu.Ada beberapa security yang berlari mendekati ibu tua yang sedang mengetuk dinding kaca. Mereka melarang mengetuk dinding kaca karena menarik perhatian banyak orang. Disamping itu akan mengganggu keamanan karena terjagi kegaduhan.Saat Asisten Wibi menengok kebelakang, security sedang menggandeng ibu tua itu untuk tidak mendekati dinding kaca. Mereka tampak berdebat dan ibu kandung Nyonya Arum itu terus menunjuk ke arah mantan menantunya. Sedangkan mantan ayah mertua hanya berdiri terpaku melihat mantan menantu dan asisten pribadi berlalu begitu saja."Tuan, apakah Anda melihat mantan mertua itu memanggil Anda?""Iya.""Apakah ...?" Asisten Wibi tidak melanjutkan ucapannya karena melih