"Itu, Tuan. Laki-laki yang duduk di kursi tengah memakai masker tengorak dan topi seperti koboy," jawab Dokter Daniel sambil melihat ke depan dan menggerakkan kepala."Yang memakai baju hitam itu?""Benar, Tuan.""Kamu hubungi Jack saja untuk langsung mendekati dia, kalau perlu langsung interogasi!""Siap, Tuan."Dokter Daniel mengirim pesan WA kepada Bang Jack. Padahal kepala bodyguard itu hanya berdiri tepat di belakangnya saja. Mengirim pesan hanya bertujuan agar tidak menimbulkan kecurigaan.Dengan cepat Bang Jack berjalan ke belakang setelah membaca pesan yang dikirim. Memutari meja pertemuan konferensi pers dan bergabung dengan para wartawan. Duduk disamping detektif cinta dan langsung merangkulnya dengan kuat."Kagak kapok lo," bisiknya.Laki-laki itu tersentak kaget dan gugup tidak bisa menggerakkan badan sedikit pun. Tidak mungkin akan berteriak ditengah keramaian para wartawan yang ingin bertanya. Tidak menyangka bisa dikenali padahal sudah mengubah penampilan."Maaf, Bang.
tidak menyangka laki-laki yang baru saja dipikirkan tiba-tiba memanggil nama dengan suara keras. Ayah Wisnu yang terdengar ingin bertemu dan menanyakan kabar. Hati Raline terasa sesak padahal baru mendengar suara saja.Tanpa disadari air mata menetes teringat semua perlakuan buruk selama tinggal satu rumah. Apalagi teringat tawa Ayah Wisnu saat dijual oleh suami tua. Dengan tega menjual hanya demi membayar hutang dan hidup enak dengan istri baru.Raline menunduk sambil mengusap air mata saat Eddriz berada sejajar berjalan masuk kamar. Tidak ingin suami menganggap cengeng hanya mendengar suara teriakan ayah tiri. Masih ingin menunjukkan keteguhan dan tekat hati ingin balas dendam atas semua perlakuan buruk di masa lalu."Ra, lihat Abang!" Eddriz memandang mata Raline yang memerah karena habis manangis."Kenapa, apakah Ra pingin bertemu dia?""Tidak sama sekali, Ra mendengar suara ayah saja sangat sakit hati, apalagi bertemu. Ra takut ingin menghajar dia dengan tangan Ra sendiri."Air m
Eddriz semakin nyaman berbincang dengan Raline. Gadis sederhana, tetapi mumpuni dalam bela diri itu mulai berani terus terang. Selalu ceplas-ceplot mengatakan apa yang dipikirkan tanpa sungkan."Bukan Abang tidak percaya sama Ra, tetapi Abang waspada karena di luar sana tidak sedikit orang yang ingin berbuat jahat pada Abang."Raline mengangguk dan terdiam serta melamun teringat setelah konferensi pers. Ada berita jika suami adalah pengusaha yang kaya raya dan terkenal sangat tegas. Hanya bisa menebak mungkin ada banyak orang yang tidak suka atau iri dengan keberhasilan yang dicapai.Bisa juga karena sikap dia yang arogan, tegas dan cenderung kejam saat menhadapi lawan bisnis. Pasti ada banyak lawan atau kawan yang berusaha menjatuhkan dengan berbagai cara. Termasuk mantan istri yang sampai sekarang ingin menggangu dan terus mengusik."Ra," panggil Eddriz dengan lembut."Hhmm."Raline masih menunduk dan termenung saat dipanggil oleh Eddriz. Yang dipikirkan bukan hanya orang yang tidak
Setelah Asisten Wibi ke luar dari kantor pribadi Eddriz. Laki-laki yang sering dibilang tua oleh Raline itu masih menahan emosi dan duduk di kantor sendirian. Kali ini tidak ingin menunjukkan kemarahannya di depan Raline.Ada rasa tidak tega teringat hari ini istri kecilnya itu terlihat bahagia. Beberapa saat lalu sudah berhasil membuat tertawa. Tidak ingin membuat perasaan dan moodnya berubah menjadi buruk.Eddriz memijit tengkuknya yang terasa tegang. Kemungkinan tensi darah mulai naik gara-gara baru saja melihat foto yang telah dikirim oleh orang yang tidak di kenal. Ponsel yang sudah pecah menjadi beberapa bagian sudah diganti dengan ponsel yang baru oleh Asisten Wibi."Mengapa tegang sekali leher ini," monolog Eddriz sendiri sambil memegangi tengguk dan ditekannya perlahan.Raline mendengar Eddriz berbicara sendiri karena masuk kantor tanpa mengetuk pintu langsung dibuka begitu saja dan mengucap salam pun tidak, "Apakah Abang bekerja terlalu berat? sini coba Ra pijit tengkuknya!"
Bodyguard bersikap cool dan garang saat dua wartawan mendekati Jenny. Salah setu dari bodyguard berdiri di depan Jenny saat mereka tersenyum melambaikan tangan untuk Jenny. Laki-laki kemayu itu spontan tersenyum dan melambaikan tangan bak peragawati yang berjalan di atas catwalk."Hai, Cowok. Godain kita, dong!" Jenny berjalan perlahan sambil terus melambaikan tangan."Ses Jenny apa kabar?" tanya salah satu Wartawan mengikuti Jenny dan para bodyguard berjalan."Jenny baik, Ganteng.""Ses Jenny ke hotel dalam rangka apa, kok tidak mengawal Nyonya Ed yang baru?""Jenyy ingin bertemu kamu," jawab Jenny asal." Tolong, Ses cantik. kasih bocoran nama Nyonya Ed yang yang baru, dong?"Jenny sengaja membetulkan rambutnya yang terurai. Jalannya sengaja di buat seanggun mungkin. Sambil mentowel salah satu wartawan yang terlihat maco dengan cambang yang lebat.Disamping ingin menggoda Jenny juga ingin tahu kedua wartawan itu melihat Raline masuk private room atau tidak, "Abang Ganteng dari tadi
Saat Eddriz masuk dikawal Jenny dan Asisten Wibi, Raline, Shafea dan Hanna sedang tertawa mendengar cerita Raline tentang keris. Arti keris yang bukan keris sebenarnya yang membuat dua sahabat itu tertawa terpingkal-pingkal. Mereka langsung terdiam seketika saat melihat Eddriz yang memanggil dengan suara menggelegar ditambah dengan sedikit emosi.Shafea dan Hanna langsung berdiri dibelakang Raline kanan dan kiri sambil memegang pundak. Seolah mereka ketakutan bertemu dengan kepala sekolah yang galak dan tegas. Bayangan tentang cerita Eddriz yang selama ini didengar di media sosial dan televisi ternyata benar adanya.Raline cemberut dan mengerucutkan bibirnya. Menjawab dengan mengangguk, berbalik badan melambaikan tangan berpamitan kepada dua sahabat, "Ra, pulang dulu, bye.""Bye, Ra. Terima kasih." dua sahabat itu pucat pasi saat melihat pandangan mata Eddriz yang seolah akan menelan mereka bulat-bulat.Eddriz langsung menarik tangan Raline ke luar dari private room. Ada banyak bodygu
Eddriz mengacak rambutnya karena bingung mengahdapi mood Raline yang terkena sindrom kedatangan tamu bulanan. Raline yang tidak mau terus terang dan Eddriz yang tidak mau mengalah, keduanya akhirnya berdebat. Ditambah Raline yang terus merintih karena perut yang masih sakit dan pinggang yang ngilu semakin menambah Eddriz bingung dan mulai emosi."Pokoknya Ra harus diperiksa dokter dulu sebelum ke supemarket!""Ra tidak mau, Abang. Ra sudah tidak tahan lagi, Ra mau ke supermarket sekarang!""Nanti, Ra boleh beli apa saja yang Ra mau, kalau perlu sepermarketnya boleh dibeli yang penting berobat dulu!" Eddriz tetap tidak mau kalah.Raline semakin emosi berteriak sambil memegangi perutnya yang masih melilit. Berlari ke kamar mandi ingin berganti celana segitiga. Hanya dalam waktu sepermpat jam saja celana itu sudah basah karena tidak memakai pembalut.Eddriz semakin bingung dengan sikap Raline. Apalagi gadis itu berlari ke kamar mandi sambil berteriak kesal. Spontan mengikuti Raline ke ka
Bukan hanya Jenny yang kaget sambil membuka mulut. Raline juga kaget dan melihat jam tangan yang melingkar di lengan kanan. Pasalnya sekarang ini waktu menunjukkan hampir pukul sebelas malam."Abang, mana ada toko buka jam segini?" tanya Raline kesal."Ada dong," jawab Eddriz tidak mau kalah. Jenny yang tidak ingin membuat tuannya marah lagi bergegas mengangguk dan membungkukkan badan, "Baik, Tuan. Akan Jenny usahakan, Jenny permisi dulu."Jenny berbalik badan dan berlari ke luar kamar. Eddriz menutup pintu dengan menggunakan ponsel. Dan pintu tiba-tiba tertutup rapat."Ya, Allah. Ra kira pintunya di tutup sama hantu."Eddriz nyengir kuda melihat Raline mengusap dada. Kembali membaca botol kecil yang berisi cairan berwarna kuning. Raline langsung membelalakkan mata dan menutup mulut."Abang, jangan diminum!" teriaknya."Enak saja, Abang hanya baca saja.""Sini, Ra mau minum!""Abang bukakan sebentar!"Saat Raline menenggak satu botol jamu pereda nyeri. Eddriz mengambil satu botol lag