"Dia Cucu Mama,"Intan tidak menyangkal foto yang ada dalam genggaman tangannya adakah cucu kandungnya. Anak dari putra tunggalnya wajahnya yang begitu mirip dengan Kenzie mengingatkan sosok putranya yang masih kecil dulu. Berlahan Intan mencium foto cucunya segaris senyum indah terbit bibirnya yang sedikit pucat Intan menyadari jika mata teduh cucunya mengingatkan dirinya dengan pemilik yang sama tetapi Intan sulit untuk mengingatnya."Kalau begitu bawa dia ke rumah Ken, Mama ingin bertemu dengannya menunjukan pada dunia bahwa kamu laki-laki normal." Kenzie mendengus kesal mendengar ucapan sang Mama yang menganggapnya tidak normal."Ma, sejak dulu aku normal. Hanya saja aku tidak suka wanita yang suka mengatur dan posesif.""Tania hanya ingin mempertahankan apa yang ia miliki.""Ma, aku belum menerima Tania. Jadi berhentilah untuk menjodohkan aku.""Kalau begitu terima Tania.""Tidak bisa Ma, ada hati yang aku jaga.""Berhenti bicara omong kosong Ken, Mama akan berhenti jika kamu m
"Tunggu!!"Jihan berhenti tubuhnya seakan-akan terpatri dengan bumi yang ia pijak, berusaha untuk berlari agar sang ayah tidak mengenalinya namun sekali lagi langkahnya begitu berat sehingga Jihan membiarkan langkah seseorang semakin dekat kearahnya. Suara yang teramat sangat ia rindukan, kini berada dengan jarak berapa langkah. Jihan menahan diri sekuat mungkin agar tidak berbalik dan berlari ke dalam pelukan pria yang kini berada di belakangnya. "Maafkan anak saya, kalau boleh tahu, dari yayasan mana?" tanya Cakra yang kini berada di depan Jihan.Deg !!!Jihan berbalik merapikan cadarnya walau sebenarnya ia tengah mengusap wajahnya, air mata yang mengalir membuatnya sulit untuk mengendalikan diri. Belum sempat ia jawab pertanyaan dari sang ayah, kini suara itu terdengar untuk kedua kalinya."Maaf apa saya boleh tahu siapa, dan dari mana? Apa yang sudah di katakan oleh anak saya tolong maafkan saya sebagai orang tua mewakilinya untuk meminta maaf padamu, nak."'Tidak ayah jangan m
"J– Jihan?Suara seseorang mengejutkan mereka yang berada di dalam kamar. Tidak terkecuali Bu Imah yang berada tidak jauh dari kamar, namun sayangnya kode yang ia berikan pada Jihan dan Ajeng tidak sepenuhnya di mengerti, sehingga Iriana dengan mudah mendengar suara Jihan."T– Tante Irina? Ada perlu apa tante kesini?" tanya Ajeng setelah berhasil menetralkan detak jantungnya."Jeng Irina? Kenapa repot-repot kesini, apa ada kabar tentang Jihan?" Jihan menyambar cadar yang di lepasnya berapa saat yang lalu. Veer yang tidur di kamar tamu membuatnya bernapas lega setidaknya ia bisa menyembunyikan jati dirinya. Terlebih Iriana tidak melihat Veer yang di jumpainya berapa jam sebelum Jihan sampai di rumah Ajeng."Jeng Neni, itu, lho kenapa suaranya sama seperti suara Jihan. Aku pikir dia Jihan, tapi pakaiannya kenapa seperti itu? Sudahlah. Aku tidak memikirkan soal anak itu, dia sudah mencoreng kotoran di wajah kami." Ucap Irina penuh kemarahan, terlihat bagaimana saat mengatakan pada Neni,
"Nak, siapa yang sudah mengirim surat itu padamu?"Jihan hanya menggelengkan kepala tidak tahu siapa yang sudah mengirimkan surat untuknya dan semua barang yang ada di hadapannya saat ini. Namun ia meyakini bahwa seseorang adalah laki-laki, terlihat dari apa yang dituliskan untuknya. Satu hal yang tidak Jihan katakan pada Bu Imah. Laki-laki yang telah mengirim surat dan barang-barang untuk putranya adalah sosok ayah dari anak yang ia lahirkan. Walau hanya sebuah dugaan tetapi tidak menutup kemungkinan jika itu adalah benar."Sudahlah Bu, kita tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting, kita serahkan kepada Allah siapapun orang itu aku harap ini benar-benar tulus bukan hanya uang di balik bakwan. Istirahatlah Bu, besok pagi-pagi kita harus datang ke rumah Ajeng kalau tidak pasti dia akan menghubungiku terus menerus dia tidak akan membiarkan aku hidup tenang sebelum datang terlebih dulu,""Kamu benar nak, ayo kita tidur." Bu Imah tertawa yang sejak tadi ia tahan."Bu, Kenap ketawa?"
"Ya, Tan. Eh! Ma, aku akan pulang lebih dulu. Nanti malam aku akan datang lagi," Mereka tidak bisa menolak keinginan Jihan yang tetap akan kembali ke hotel meski saat ini mereka berada di hotel yang di sewa oleh keluarga Ajeng.****Usai menidurkan Veer, Jihan memutuskan untuk beristirahat bersama dengan Bu Imah. Aktivitas mereka di hotel benar-benar melelahkan walau mereka tidak melakukan apapun, namun mereka merasakan lelah. Suara adzan Maghrib berkumandang Jihan melaksanakan tugasnya sebagai umat Islam. Bahkan Veer turut serta membuat wanita cantik itu tersenyum melihat kepolosan putranya.Usai melakukan kewajibannya Jihan membantu Veer untuk bersiap. Anak laki-laki yang kini berusia empat tahun benar-benar tampan, Jihan menyadari jika laki-laki yang tidur dengannya seorang pria yang memiliki paras di idamkan banyak wanita terlihat dari wajah putranya yang semakin tampan dan menggemaskan.Tidak di pungkiri Jihan membenarkan apa yang di tuliskan oleh seseorang dalam surat. Mereka t
"Ada anak kecil terjatuh ke kolam!!!"Suara seseorang yang berteriak mengejutkan mereka yang berada di pesta termasuk Jihan yang baru saja berbincang dengan Bu Imah setelah memperhatikan putranya tengah bermain jauh dari kolam renang.Tetapi teriakan seseorang membuat mereka panik terlebih jihan mengetahui jika putranya berada di sekitar kolam meski sebelumnya Jihan memastikan anaknya berada di tempat yang aman.Rasa penasaran membawa Jihan berlari kearah kolam setelah mereka menyebutkan ciri-cirinya sama seperti putranya, Veer. Jihan terkejut melihat Veer benar-benar berada di dalam kolam."Veer!!!"Jihan mempercepat larinya tidak ingin sesuatu terjadi pada Veer. Ia sangat bersalah jika tidak mampu menjaga putra tunggalnya."Sayang kamu harus kuat. Mama tidak bisa hidup tanpa kamu nak," gumam Jihan mempercepat larinya bersyukur Jihan tidak memakai sendal yang tinggi sehingga ia bisa berlari secepatnya ke kolam renang.Tanpa memikirkan dirinya Jihan menceburkan diri untuk menyelamatka
"Veer bukan anak haram!!! Sebab saya adalah ayahnya," Mereka saling menoleh kearah suara yang menggema di ruang keluarga seorang laki-laki yang kini berdiri dengan gagahnya. Wajahnya yang begitu mirip dengan Veer dan tubuhnya yang atletis membuat Iriana membulatkan matanya tidak di pungkiri jika pria di depannya lebih segalanya dari menantunya Ivan."Siapa kamu?!" kali ini suara Jihan tidak kalah dingin. Sejak hari itu ingin ia tanyakan namun diurungkan mengingat kondisi Veer yang terluka."A– aku orang yang seharusnya bertanggung jawab atas dirimu dan Veer. Maaf terlambat menemukan kalian,""Jadi kau orang yang membuat aku mengusir putriku? Aku yang membuat putriku menderita? Kurang ajar!! Kau yang sudah menjebak putriku?!" Cakra begitu emosi melihat pria yang menundukkan kepalanya. Tidak di pungkiri jika kemarahannya benar-benar berada di ambang batas."Apa kau belum puas membuat putriku menderita dan sekarang kau datang begitu saja. Seakan-akan kau tidak bersalah?""Oh!! Jadi dia
Mereka terkejut mendengar pengakuan Luna tentang kejadian lima tahun yang lalu. Cakra tidak habis pikir jika anak tirinya mampu melakukan hal keji terhadap putri kandungnya."Ternyata Aku memelihara ular seperti kalian berdua. Begitu bodohnya Aku sampai tidak melihat kebusukan kalian. Sungguh aku lalai sampai membawa iblis kedalam rumah ku ini, kalian sudah berhasil dengan memisahkan antara aku dengan putriku sungguh luar biasa kalian. Dan kau Ivan, Ayah benar-benar tidak percaya kau di balik kehancuran putriku? Mulai hari ini berhenti untuk memanggilku dengan sebutan Ayah Karena Aku jijik mendengar suaramu memanggil ayah dengan mulutmu yang berbisa itu." Geram Cakra mengingat kesalahannya yang begitu saj percaya pada Iriana dan Luna jika Jihan yang berkhianat. Tanpa memberikan kesempatan pada putrinya untuk menjelaskan kebenarannya."Sudahlah ayah tiriku. Lagi pula kalian akan pergi dari rumah ini jadi untuk apa suamiku harus memanggilmu dengan sebutan Ayah? Bahkan aku sendiri pun ti