Home / Pernikahan / Dijatah Lima Juta / Mobil Umar mogok

Share

Mobil Umar mogok

Author: Lia Scorpio
last update Last Updated: 2023-03-09 13:18:10

  "Ah, nikmat sekali rasanya," gumamku, merentangkan kedua tanganku ke atas dengan posisi terlentang di atas tempat tidur kamar.

 Hari ini jalanan lumayan macet sekali, membuat aku tiba dari rumah saat masuk waktu ashar.  Aku memilih berbaring sebentar merenggangkan otot-otot yang terasa kaku saat diperjalanan.

 "Eh, kamu sudah pulang Dil? Kapan? Kenapa Mama tidak tau? Bagaimana hasil interview tadi?"

 Mama memberondong aku dengan banyak sekali pertanyaan. Aku gegas bangun, lalu melirik ke arah pintu kamar yang terbuka.  Pantas saja mama bisa masuk, ternyata aku lupa menutup pintu saat masuk tadi.

 "Ma, tanyanya satu-satu dong! Kalau banyak seperti itu, aku malah bingung harus jawab yang mana," sahut, pura-pura merajuk.

 Mama terkekeh melihat ekspresiku. "Iya maaf, Mama hanya penasaran saja. Apa ijasah kamu itu masih berfungsi?" goda mama.

 "Tentu saja masih dong Ma. Usiaku juga masih dua puluhan, p
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dijatah Lima Juta   Selebar daun kelor

     Kini aku duduk di ruang kerjaku. Setelah menerima berbagai arahan dan informasi dari teman-teman satu divisi, aku mulai mengerjakan tugasku. Tidak ada kesulitan sejauh ini, semuanya berjalan lancar karena ini memang bidangku. Akhirnya ilmu yang selama ini aku pelajari selama duduk di bangku kuliah bermanfaat juga.  Tidak sia-sia mama menguliahkan aku sampai lulus sarjana.  Tekadku sudah bulat. Karena keretakan rumah tangga yang aku alami, kini tujuan hidupku hanya ingin membahagiakan mama dan membalas budi pada mama, walau bagaimanapun budi anak ke orang tua tidak pernah cukup untuk membalasnya. Setidaknya aku berusaha membahagiakan wanita yang sudah berjuang melahirkanku dua puluh lima tahun silam. "Bagaimana Dil? Apa ada kesulitan?" tanya Firman, tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingku. Aku menoleh ke arah Firman, seraya tersenyum. "Tidak, semuanya aman," jawabku, mengacungkan jempol. Firman terkekeh melihat tingkahku.

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Mempermalukan balik

     Aku duduk menunggu Firman sambil menundukkan kepala seraya memainkan ponsel. Semoga saja dengan aku seperti ini, mas Umar tidak melihat aku. Bukannya aku takut atau  tidak mau bertemu dengan keluarga mas Umar. Aku hanya malas saja. Ibu mas Umar pasti akan menghina aku, atau memaki aku di sini. Aku tau benar bagaimana sifatnya, maka dari itu aku mencoba menghindar saja. Sudah capek-capek menunduk, Firman malah berjalan ke arahku, seraya memanggil namaku. "Dila!" Firman melambaikan tangan dengan mengulas senyum. Mendengar namaku dipanggil, mama mas Umar langsung mengalihkan pandangannya. Matanya menyipit memperhatikan aku dengan seksama.  "Dila?" pekiknya, kemudian berjalan menghampiriku. Kali ini aku tidak bisa mengelak lagi. Dengan senyum yang dipaksakan aku tersenyum ke arah mama mertuaku. "Sedang apa kamu di sini Dila?" tanya mama mas Umar, sengit. "Siapa Dil?"

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Umar turun gaji

    "Kamu tau Dil, setelah Umar menikah dengan si Liana itu. Kerjanya selalu saja tidak beres. Pak Direktur bahkan berkali-kali memanggilnya ke ruangan. Semua yang dia kerjakan selalu salah. Apalagi kemarin, Umar diturunkan posisinya. Ya, otomatis gaji dan bonus bulanannya juga turun. Banyak sekali teman-teman yang menyayangkan kinerja Umar sekarang," Cerita Maryam, antusias. Ada rasa kasihan juga mendengar cerita Maryam. Tapi mau bagaimana lagi? Biarpun aku mengasihaninya, tetap saja dia bukan siapa-siapaku lagi. Apapun masalahnya, juga bukan masalahku lagi."Memangnya Umar kenapa? Apa ada masalah atau apa, jadi semua kerjanya salah?" tanyaku. "Tidak ada masalah sih. Kalau di kantor sih biasa saja. Mungkin karena Liana selalu mengganggu Umar kerja, jadi Umar tidak konsentrasi. Setiap Liana keluar dari ruangan Umar, kancing kemejanya pasti terbuka bagian atas. Belum lagi pakaian dan rambut Liana yang berantakan. Mungkin saja mereka lagi ena-ena di dalam rua

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Mertua jahat

    Dua minggu sudah aku bekerja di perusahaan Saswara. Semuanya berjalan lancar dan aman. Aku tidak pernah lagi bertemu mas Umar ataupun keluarganya. Perlahan aku mulai melupakan masa lalu. Bayang-bayang mas Umar juga sudah sirna serta memori yang mulai terkikis. Di sinilah aku berada. Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, yang berada di lingkungan perkampungan. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor, aku sengaja mencari rumah terdekat. Satu minggu setelah aku bekerja, mama memberiku uang untuk biaya hidup di sini. "Eh, mbak Dila, mau kerja Mbak?" tanya salah seorang tetanggaku. Aku tersenyum lalu mengangguk. "Iya Bu, ini lagi siap-siap," sahutku, bicara seramah mungkin. Bu Delia namanya, rumahnya tepat di samping rumahku, sekaligus pemilik rumah yang aku sewa. Bu Delia mendekatiku, kemudian mengamati sekitarnya. "Mbak, sini sebentar!" Panggil bu Delia setengah berbisik. "Ada apa ya, Bu?" tanyaku mendekat. "Begi

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Fitnah mama Umar

    Awalnya aku menganggap, apa yang dilakukan mama mas Umar itu hanyalah hal biasa karena beliau tidak menyukaiku. Aku mencoba menyikapinya dengan santai dan hanya meminta bu Delia untuk tidak peduli. Tapi, semakin ke sini semakin keterlaluan. Mama Mas Umar secara terang-terangan menabuh genderang perang dengan memfitnahku di lingkungan tempat tinggalku yang baru. 'Iya, itu yang ngontrak rumah punya bu Delia. Mbak Dila namanya. Katanya sih dia janda yang ditalak suaminya karena mengeluh diberi jatah bulanan lima juta satu bulan,' 'Masa sih? Tapi dari penampilan dan cara bicaranya, sepertinya baik kok,' 'Alah, itu cuma sampulnya aja Bu. Belum tentu sampulnya bagus, tapi dalamnya juga bagus. Bisa aja kan beda,' 'Bener tuh. Sampul tidak menjamin isi dalamnya,' 'Berarti mbak Dila itu istri yang tidak bersyukur. Lima juta itu besar loh, kalau saya sudah pasti bisa nabung dan beli emas setiap bulannya,' 'Iya, benar juga.

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Jadi pelakor

    Di jalan pulang dari rumah mama mas Umar, aku memilih memutar arah mencari makanan untuk aku santap malam ini. Karena tadi terburu-buru, aku sampai melupakan makan malam dan tidak memasak di rumah. Sebuah kedai pinggir jalan jadi pilihanku. Aku sengaja memilih makanan pinggir jalan. Selain rasanya enak dan banyak pilihannya, tentu saja karena harganya yang juga pas dengan kantong. Sembari menunggu makananku dihidangkan, tiba-tiba saja aku tersenyum sendiri. Pikiran aneh mulai terbesit di otakku, untung dengan cepat aku enyahkan. Aku berpikir, kenapa tadi tidak aku bawa bom saja ke rumah itu. Toh semuanya lagi berkumpul dalam satu rumah. Kalau bom itu berhasil ku lempar dan meledak, tentu mereka mati semua. Tapi sayangnya aku tidak sejahat itu. Mana mungkin juga aku melakukannya, bom saja tidak bisa melihat bentuknya, di mana juga mencari benda itu. Tujuanku saat ini membuktikan pada mereka yang sudah meremehkan aku. Keluarga merana itu tujuan

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Melabrak keluarga merana

    Hari ini aku terbangun tepat pukul sembilan pagi. Tidak biasanya aku bangun lamban seperti ini. Jika hari ini hari kerja, sudah pasti aku akan terkena masalah di kantor karena sudah terlambat. Beruntung ini adalah hari minggu. Hari libur untuk semua pegawai kantor. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan yang hanya ada satu minggu sekali ini. Ini hari libur pertamaku di rumah ini. Karena hanya hidup sendiri di rumah ini, aku tidak menyetok banyak makanan. Alhasil, pagi ini aku terpaksa harus keluar membeli bahan-bahan makanan untuk satu minggu ke depan. "Sudah siap, saatnya berangkat!" gumamku, mematut diriku di depan kaca besar. Tujuanku hari ini adalah pasar tradisional demi menghemat pengeluaran ku selama belum mendapatkan gaji utama. Ya, walaupun mama mengirim uang dalam jumlah yang lumayan banyak melebihi uang gaji kerjaku. Tetap saja aku tidak boleh membuang-buangnya percuma. Saat ini aku bukan anak gadis lagi, yang biasanya hanya membeli

    Last Updated : 2023-03-09
  • Dijatah Lima Juta   Lila yang malang

    "Bagaimana Ma? Apa Mama masih menyangkalnya?" tanyaku, tersenyum sinis. Merasa ada bantuan yang datang, mama mas Umar yang tadinya gugup sekaligus takut. Seketika menatapku garang. Beliau bahkan beberapa kali mendesah kesal. "Ini ada apa sebenarnya Ma? kenapa Dila bisa ada di sini?" tanya mas Umar, terlalu penasaran dengan apa yang terjadi. "Mana Mama tau. Tanyakan saja sama janda ini! Datang ke rumah orang pagi-pagi buta, lalu marah-marah tidak jelas. Apa setelah dicerai Umar, otak kamu sedikit bergeser dari tempatnya?" cibir mama mas Umar. Memang hebat sekali mama mas Umar ini. Aku akui, dia memang hebat memainkan peran. Andai saja dia seorang artis, mungkin dia akan bisa menipu banyak orang dengan citranya. Atau malah jadi pemain sinteron yang terkenal, karena terlalu hebat memainkan peran. "Aku tidak seperti itu Ma! Bahkan aku bahagia sekali dan sangat bertambah waras setelah bercerai dengan putra Mama. Aku ke sini karena Mama

    Last Updated : 2023-03-09

Latest chapter

  • Dijatah Lima Juta   Melahirkan

     "Dil, kamu marah sama Mama?" tanya mama, masuk ke dalam kamarku. Setelah kejadian itu, aku memilih mengurung diri di kamar. Bukan karena aku marah, aku hanya masih merasa kesal saja. Terlebih Lila memfitnahku di depan keluarga Firman, ada kedua mertuaku saat itu. Aku menoleh menatap mama. Daru raut wajah mama, terlihat jelas sekali kalau saat ini mama mungkin merasa bersalah. "Tidak Ma, aku tidak marah," jawabku, mencoba tersenyum. Melihat mama mendekat, Firman memutuskan untuk keluar dari kamar, memberi ruang untuk aku dan mama saling bicara. "Boleh Mama duduk di sini?" tanya mama, menunjuk ke arah sampingku. "Boleh Ma, duduk aja!" sahutku, menggeser posisi. "Maafkan Mama, Dil! Semua kekacauan tadi siang terjadi karena Mama. Mama yang salah karena mengundang mereka ke sini. Mama tidak bermaksud seperti itu, Mama hanya ingin menyambung silaturahmi, sekaligus memberi mereka bukti

  • Dijatah Lima Juta   Wanita murahan?

     Emosiku kini mulai membuncah. Aku yang tadinya sudah merasa bisa menerima masukan dari Firman kembali meradang. Ternyata memang sesulit ini berlaku baik pada orang jahat pada kita. Mau seperti apapun baiknya kita, pasti akan selalu saja ada salah di mata yang tidak suka. "Jangan bicara sembarangan kamu La! Untuk apa aku berpura-pura hamil? Kalau kenyataannya begini, mau apa kamu? Memangnya salah, kalau aku benar hamil? Toh, aku punya suami, wajar saja aku bisa hamil seperti ini. Kalau kamu tidak percaya, ikut aku ke kamar dan kita buktikan semuanya!" Tantangku, entah seperti apa wajahku saat ini. "Santai dong Mbak! Aku kan cuma tanya dan memastikan. Kalau memang benar hamil, baguslah kalau begitu. Paling tidak, Mbak  tidak dikatakan mandul lagi," cibir Lila, semakin menjadi-jadi. "Asal kamu tau, aku tidak mandul! Apa kurang bukti waktu kita bertemu di klinik kemarin? Kamu juga memeriksakan kandungan kamu kan?" Balasku, kini tatapanku ter

  • Dijatah Lima Juta   Tuduhan Lila

     Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Aku duduk di sebuah kursi di tengah-tengah hiasan yang sudah mama siapkan. Hati ini terasa sangat bahagia, ternyata begini rasanya mengandung dan melaksanakan ritual mandi-mandi tujuh bulanan. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya, apalagi setelah penghinaan dan fitnah masa lalu yang aku dapatkan dari orang paling terdekat di hidupku. 'Dasar mandul! Pantas saja suaminya tidak betah.' 'Gara-gara tidak bisa memberi keturunan, suaminya meninggalkannya.' Kata-kata itu akan terus aku ingat. Bukan aku seorang pendendam, tapi aku akan selalu mengingat setiap kata yang membuatku terpuruk waktu itu. Aku tidak akan bisa lupa. Air mata ini menetes begitu saja, seiring guyuran air pertama membasahi pucuk kepala dan akhirnya jatuh membasahi seluruh  tubuh ini. Sensasi dingin namun terasa segar, begitu aku nikmati. "Memang lain ya, pancaran ibu hamil itu beda sekali

  • Dijatah Lima Juta   Balik kampung

    Semua keputusan akhirnya berakhir merujuk rumah ibuku di desa. Aku tentu saja dengan senang hati menerimanya. Selain aku merindukan ibu dan saudara laki-lakiku, aku juga merasa nyaman jika acara dilaksanakan di rumah ibu sendiri. Keesokan harinya, aku dan Firman sudah bersiap berangkat menuju desa. Rencana awal untuk membeli bahan makanan kami batalkan. Rasanya tak tega jika harus meminta ibu memasak semuanya. Apalagi ibuku semakin hari bertambah usia. "Gimana Yank?" tanya Firman, menyusulku ke kamar. "Aku sudah siap, ayo pergi!" Dengan cepat aku meraih lengan Firman dan berjalan bergandengan tangan. Banyak sekali yang kami ceritakan selama perjalanan. Bernostalgia masa lalu kami berdua. "Kamu benar-benar serius waktu itu, atau cuma karena kasihan denganku, Yank?" tanyaku, selalu saja bertanya yang tidak jelas. "Jangan mulai Yank! Kenapa sih hobi sekali bertanya seperti itu? pertanyaan kamu ini menjebak tau! Aku jawab ti

  • Dijatah Lima Juta   Tujuh Bulan

    Firman menanyakan itu dengan tegas. Mata teduhnya yang sering aku lihat, sekarang menampakkan kilat tajam. "Da-dari Silvi," jawabku sedikit takut. Silvi, adalah temanku dulu saat berkuliah. Sebenarnya bukan teman dekat. Hanya kenal begitu saja, karena aku dan dia juga tidak satu jurusan. Beberapa waktu lalu saat aku dan Firman pergi ke salah satu minimarket, tanpa sengaja aku bertemu dia. Dia menanyakan kabarku, lalu meminta nomor teleponku dengan alasan ingin menjalin tali silaturahmi. "Silvi? Sejak kapan kamu berteman dengan dia?" tanya Firman, ia tampak terkejut. "Berteman akrab sih tidak, cuma kenal begitu saja. Kebetulan dia punya nomor ponselku," jelasku. "Sayang, Silvi itu tidak tau, kalau aku sudah menikah dengan kamu. Lalu, untuk apa dia mengirim foto itu?" ujar Firman, kali ini aku yang terkejut. Memang benar, pernikahan kami diadakan tidak meriah. Yang diundang juga orang-orang dekat saja. Sedang para teman-tem

  • Dijatah Lima Juta   Acara reuni

    Setelah pertemuan di klinik, aku jadi malas berpergian ke mana-mana. Aku malas jika harus bertemu dengan mereka. Bukan takut karena akan dihina. Aku hanya tidak mau menambah masalah lagi saja. "Sayang, kamu di rumah aja atau ikut aku?" tanya Firman, ia sudah rapi dengan pakaiannya. Malam minggu seperti ini, Firman jarang sekali berpergian keluar jika tidak bersamaku. Tapi malam ini, ia terpaksa menghadiri reuni bersama teman-teman satu jurusannya dulu saat kuliah. "Aku malas Mas, kamu saja yang pergi!" tolakku. "Memangnya kamu tidak takut?" tanya Firman, ia sengaja menggodaku kali ini. Keningku mengernyit, apa maksudnya bertanya seperti itu? "Takut apa? Takut sendirian di rumah? Biarpun sendirian, tidak akan mungkin ada hantu yang muncul Mas!" sahutku, kemudian terkekeh. "Bukan hantu, Sayangku! Aku kan pergi reuni, kalau reuni kan biasanya bertemu dengan teman-teman lama. Siapa tau diantara teman lama itu ada

  • Dijatah Lima Juta   Membuka aib sendiri

    "Puas kamu, hah? Puas sudah membuatku begini? Sekarang, dengan santainya kamu menanyakan di mana suamiku. Kamu punya otak tidak?" Aku terkejut bukan main mendengar bentakan Lila. Memangnya apa salahku? Apa hanya bertanya suaminya di mana, aku pantas mendapatkan bentakan di depan umum seperti ini? "Apa maksud kamu?" tanyaku bingung. "Sudah La, kamu kenapa sih? Jangan buat keributan, ini tempat umum!" tegur mama mas Umar, menarik lengan Lila menjauh. Bukannya menurut, Lila justru menghempaskan tangan mamanya dengan kasar. Ia kembali maju menarik lenganku kasar. "Kamu masih bisa tanya kenapa? Semua ini gara-gara kamu! Aku hamil, juga gara-gara kamu! Aku tidak punya suami, juga gara-gara kamu!" bentak Lila, wajahnya terlihat menyeramkan. "Lila, sudah!" hardik mamanya. "Kamu apa-apaan sih? Kenapa kamu menyalahkan Dila? ini di tempat umum La, malu didengar dan dilihat orang-orang," Lanjut mamanya lagi, memperhatikan

  • Dijatah Lima Juta   Bertemu di klinik

    Firman menggenggam tanganku di atas meja. Mantan kekasihnya langsung mendengus kesal melihat kami. Dalam hati aku tertawa puas. Rasakan itu! "Bagiku janda ataupun perawan, sama saja. Toh sama-sama jadi istri juga, mengurus keluarga. Aku tidak pernah membedakan status. Yang jelas aku mencintai istriku, begitu juga sebaliknya. Terkadang di jaman seperti ini juga lebih bagus janda. Janda lebih berpengalaman. Yang terpenting, janda lebih banyak rasa perawan, sedangkan perawan rasanya seperti janda," jelas Firman. Ada rasa dongkol sekaligus bahagia mendengarnya. Bahagia karena Firman membelaku, sedang dongkol karena Firman menyebut soal rasa. Memangnya dia pernah merasakan itu sebelumnya? "Kamu menyindirku Fir?" tanya wanita itu, seraya berdiri bertolak pinggang. Aku dan Firman langsung menoleh bertatapan. Apa maksudnya menyindir? Perasaan dari tadi Firman bicaranya hanya menyebut tentang aku. Kenapa dia malah marah? "Keterlaluan kamu Fi

  • Dijatah Lima Juta   Diejek

    Sebisa mungkin aku menahan emosi. Kata-kata wanita itu, benar-benar membuat hatiku sakit. Apa hanya karena penampilanku seperti ini? Apa semua harus dinilai dari penampilan luarnya? "Bukan, ini istriku!" jawab Firman, wajahnya langsung berubah kesal. Wanita itu tampak terkejut. Ekspresi terkejutnya sukses membuat aku mengumpat dalam hati. Seolah dia buat sengaja. "Eh, maaf Fir. Istri ya? Aku kira tadi babu kamu. Maaf ya istri Firman!" ucapnya, tersenyum sinis. Suasana hatiku kembali berubah. Ingin rasanya aku cepat pulang. Kata-kata pembantu masih mending dibandingkan dengan babu. Apa dia sengaja mengatakan itu? Mana senyumnya sinis begitu. Ini sih, sama saja dia menabuh genderang perang. "Sis, tolong jaga cara bicara kamu! Aku rasa, kata babu itu terlalu kasar. Dia ini calon ibu untuk anak-anakku," ucap Firman tegas. Wajar saja Firman marah. Suami mana yang tidak marah, kalau istrinya dihina sedemikian rupa. Walaupun tida

DMCA.com Protection Status