Sepanjang perjalanan, Kinan hanya dapat menyembunyikan sedihnya dengan memandangi jalanan aspal yang dilewatinya. Bayangan Rangga seolah senantiasa berkelebat di dalam pikirannya. Kinan tak dapat menyembunyikan sakit di hatinya, dia terisak dalam diamnya. "Kinan, menangislah jika ingin menangis. Tak perlu kau tahan hanya karena ada aku di sini. Bukankah dulu kau tak pernah merasa gengsi jika dihadapanku? Kau menangis dan tertawa saat bersamaku. Aku masih sama seperti dulu, aku Radit sahabatmu," ucap Radit berusaha menenangkan Kinan. Mendengar ucapan Radit akhirnya Kinan bisa meluapkan rasa sedihnya. Dia menangis tergugu dalam sedihnya. Mendengar Rangga melepaskan dirinya, dia merasa terluka meskipun dirinya sendiri yang telah memintanya. "Terima kasih, Mas. Masih mau menjadi sahabatku, masih mau mendengarkan keluh kesahku," ucap Kinan disela isak tangisnya. Radit menyerahkan sapu tangan miliknya untuk Kinan. "Menangislah dan keluarkan semua se
Radit dan Kinan tiba kembali di rumah. Pak Ridho dan Bu Rina antusias bertanya kepada mereka soal persidangan yang telah dilewati Kinan. "Alhamdulillah jika semuanya berjalan dengan lancar. Semoga sidang berikutnya bisa segera diputuskan ya, Kinan," ucap Bu Rina. "Iya, Bu. Semoga saja biar gak kepikiran lagi dan bisa fokus bekerja," sahut Kinan. "Yaudah, Bapak mau istirahat dulu di kamar, Nak Radit kopinya diminum dulu ya. Terima kasih sudah banyak membantu kami," ucap Pak Ridho sebelum masuk kamar. "Iya, Pak. Saya senang bisa membantu Kinan. Benar sebaiknya Bapak istirahat dan jangan banyak pikiran lagi, jangan lupa diminun obatnya ya, Pak," pesan Radit pada Pak Ridho. "Iya, Nak. Terima kasih sudah diingatkan," sahut Pak Ridho seraya masuk ke kamar ditemani Bu Rina. Kinan tersenyum melihat Radit yang begitu sopan dan perhatian pada orangtuanya. "Hei, kenapa senyam-senyum sendiri! Baru nyadar kalau aku ganteng dan baik hati," le
"Gimana, Gendis? Apa kamu berhasil membuat Rangga percaya dan dekat denganmu?" tanya seseorang yang memakai masker itu. "Iya, aku berhasil dan aku yakin sekali jika Rangga gak akan bisa bersama dengan Kinan," jawab Gendis tersenyum sinis. Risa tersenyum puas dengan hasil kerja Gendis. Dia memang sangat benci dengan Kinan dan ingin membalas sakit hatinya. Rupanya Risa selama ini mencari tahu ke mana Rangga tinggal dan dia juga selalu mematai Kinan. Melihat Gendis yang antusias mendekati Rangga, dia menawarkan kerja sama dengan perempuan itu. Risa juga menceritakan permasalahan yang pernah ada diantara Rangga dan juga Kinan. Risa tak peduli lagi Rangga dekat dengan perempuan manapun, karena dia juga sudah tak mau bersama dengan pria yang mencintai wanita lain di hatinya. Dia tak ingin melihat Kinan bahagia, apalagi jika bersama dengan Rangga. Kebencian di hatinya membuatnya ingin melihat Kinan hancur tanpa mau menginstropeksi diri. "D
"Ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanya Radit pada Dokter Anita. Anita berdiri dan menjelaskan kepada Radit tentang pasiennya itu. "Dokter Radit, maaf jika saya memanggil dokter ke sini. Ibu ini ingin Dokter yang memeriksanya. Sudah saya jelaskan bahwa saat ini tidak ada jadwal Dokter tapi dia bersikeras karena telah melihat Dokter masuk klinik ini tadi," ucap Anita menjelaskan. Radit menatap pasien yang sedang berbaring diatas ranjang itu. Dia merasa tak kenal dengan wanita itu. "Baiklah, Dokter Anita. Saya akan menangani pasien ini sekarang," jawab Radit seraya terus memperhatikan pasiennya. Dokter Anita keluar dari ruangan itu. Dia ingin memberikan kesempatan pada Radit untuk memeriksa pasiennya. "Apa keluhannya, Bu?" tanya Radit seraya memeriksa pasiennya dengan stetoskop. "Ini, Dok. Perut saya terasa sakit, sepertinya kram," ucap perempuan itu dengan memegang tangan Radit dan mengarahkannya pada bagian perutnya. Mata lentikny
"Bapak?!" Pak Ridho jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya menabrak pintu kamarnya. Kinan yang panik berusaha membangunkan bapaknya. "Kinan, cepat minta bantuan sama tetangga, Nak. Kita harus segera membawa Bapak ke rumah sakit terdekat!!" seru Bu Rina tak kalah paniknya. Nampak Bagas sudah pergi mengendarai motornya. Sedangkan Ranti masih melambaikan tangan ke arah lelaki yang membuatnya mabuk kepayang itu. Melihat Kinan berlari dengan menangis, Ranti lantas menegurnya. "Ngapain sih pakai nangis segala, nyesel kan tahu Bagas udah serius sama aku?" cibir Ranti dengan senyum mengejek. Kinan tak mempedulikan Ranti yang mencibirnya. Dia fokus mencari pertolongan dari tetangga disekitarnya. "D*sar bocah gemblung!! Malah lari-larian sambil nangis kayak syuting film india saja," omel Ranti yang tak mengetahui kondisi bapaknya. Kinan berlari mencari bantuan ke tetangganya. Tanpa alas kaki dia berlari dengan air mata yang tak terbend
"Mbak, benar yang dikatakan Bapak ini. Keluarga harus kuat agar bisa memberi motivasi pada pasien nanti," ucap Dokter. Rangga datang membawa minuman untuk Kinan dan Pak Abdul. Melihat Kinan yang semakin menyedihkan, Rangga memapahnya dan mendudukkannya di kursi. Sungguh dia tak tega melihat Kinan seperti itu. "Kinan, tenangkan dirimu. Kita berdoa untuk kesembuhan Bapak ya," ucap Rangga. Kinan sudah mulai bisa menguasai diri. Dia kemudian meminta Pak Abdul dan Rangga untuk kembali. "Pak Abdul, anak dan istri Bapak pasti menunggu Bapak. Mas Rangga kamu juga pasti butuh istirahat sepulang dari kerja. Aku berterima kasih atas pertolongan kalian tapi kalian bisa kembali sekarang," ucap Kinan. "Iya, Kinan. Maaf ya Bapak tidak bisa menemani di sini. Bapak mau kembali dulu," ucap Pak Abdul. "Bagaimana dengan kamu, Kinan? Aku gak bisa meninggalkan kamu sendiri di sini." ucap Rangga. Kinan meyakinkan Rangga bawa dia bisa menunggui Bap
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUPart 42A (50)Setibanya di rumah, Kinan melihat Ibu dan adiknya menangis pilu. Bu Rina masih belum bisa menerima kepergian Pak Ridho yang mendadak, Dinda sesenggukan dengan berita duka itu.Ranti menggendong Caca dengan pandangan kosong. Tak ada satu patah katapun keluar dari bibirnya.Hati Kinan bergetar melihat Ibu dan saudaranya rapuh, dia ingin memberikan kekuatan untuk mereka meskipun dirinya sendiri sangat terpukul.Susah payah Kinan menahan diri untuk tidak menangis di depan mereka. Dia ingin memberikan penghormatan terakhir untuk cinta pertamanya itu dengan mengurus pemakamannya sebaik mungkin.Rangga ikut bergabung bersama warga yang sudah mulai berkumpul. Dia juga sibuk mempersiapkan acara pemakaman itu bersama Pak Abdul dan tetangga lainnya. Tak ada anggota keluarga laki-laki di keluarga Kinan kini.Ambulance datang mengantarkan jenazah Pak Ridho. Radit dan beberapa perawat ikut mengantarkannya.Setelah jenazah diturunkan, Radit meminta mereka un
"Iya, Mbak. Kasih tahu kami siapa orangnya. Nanti kalau dia macem-macem kita bejek-bejek aja biar tahu rasa!!Gendis tersenyum sinis, provokasinya berhasil membuat ibu-ibu terpancing."Ada, Bu. Mungkin karena itu juga dia minta pisah dari suaminya. Secara yang diincar emang berduit," ucap Gendis lagi."Makanya cepetan kasih tahu kita siapa orangnya, jangan main tebak-tebakan gitu dong, Mbak Gendis," ucap Bu Sis.Gendis melirik ke arah Kinan dengan sinis. Kinan yang tadinya memilih-milih sayuran akhirnya menatap Gendis yang terus meliriknya."Kasihan banget Bapaknya kena karma gara-gara ulah anaknya," ucap Gendis seraya tersenyum miris.Kinan mulai terpancing emosinya karena Gendis terus menyindirnya apalagi sudah menyangkut pautkan Bapaknya yang telah tiada."Maksudmu siapa, Mbak? Dari tadi ngomong muter-muter kayak gasing. Tunjuk siapa pelakor yang kamu maksud itu," ucap Kinan dengan pandangan menantang."Eh kenapa emosi, merasa ya? Emang bener kan kamu udah membuat rumah tangga oran