"Mas, Bapak kambuh asam lambungnya. Dari tadi mual dan tak berhenti muntah. Nafasnya juga sedikit sesak." Kinan memberikan penjelasan pada Radit. "Tenanglah, Kinan. Biar aku periksa Pak Ridho dulu ya," ucap Radit tenang. Radit memeriksa Pak Ridho dengan seksama. Dia tahu jika lelaki itu sudah punya sakit asam lambung sedari dulu. "Pak, Bapak pasti banyak pikiran ya?" tanya Radit disela pemeriksaannya. Pak Ridho mengangguk lemah dengan peluh yang membasahi dahinya. "Iya, Nak. Bapak memikirkan sidang yang akan dihadapi Kinan hari ini. Padahal Bapak sudah menjaga pola makan tapi malah kambuh di saat penting begini," sahut Bu Rina mewakili suaminya. Ridho mengangguk paham. Dia lalu memberikan sejumlah obat yang memang sudah dipersiapkannya dalam perjalanan tadi. "Pak, tenangkan pikiran Bapak dulu. Kinan perempuan hebat, dia pasti akan bisa melewati semua ini. Dan saya akan mengantarkan Kinan ke tempat sidangnya untuk memberikan duk
Sepanjang perjalanan, Kinan hanya dapat menyembunyikan sedihnya dengan memandangi jalanan aspal yang dilewatinya. Bayangan Rangga seolah senantiasa berkelebat di dalam pikirannya. Kinan tak dapat menyembunyikan sakit di hatinya, dia terisak dalam diamnya. "Kinan, menangislah jika ingin menangis. Tak perlu kau tahan hanya karena ada aku di sini. Bukankah dulu kau tak pernah merasa gengsi jika dihadapanku? Kau menangis dan tertawa saat bersamaku. Aku masih sama seperti dulu, aku Radit sahabatmu," ucap Radit berusaha menenangkan Kinan. Mendengar ucapan Radit akhirnya Kinan bisa meluapkan rasa sedihnya. Dia menangis tergugu dalam sedihnya. Mendengar Rangga melepaskan dirinya, dia merasa terluka meskipun dirinya sendiri yang telah memintanya. "Terima kasih, Mas. Masih mau menjadi sahabatku, masih mau mendengarkan keluh kesahku," ucap Kinan disela isak tangisnya. Radit menyerahkan sapu tangan miliknya untuk Kinan. "Menangislah dan keluarkan semua se
Radit dan Kinan tiba kembali di rumah. Pak Ridho dan Bu Rina antusias bertanya kepada mereka soal persidangan yang telah dilewati Kinan. "Alhamdulillah jika semuanya berjalan dengan lancar. Semoga sidang berikutnya bisa segera diputuskan ya, Kinan," ucap Bu Rina. "Iya, Bu. Semoga saja biar gak kepikiran lagi dan bisa fokus bekerja," sahut Kinan. "Yaudah, Bapak mau istirahat dulu di kamar, Nak Radit kopinya diminum dulu ya. Terima kasih sudah banyak membantu kami," ucap Pak Ridho sebelum masuk kamar. "Iya, Pak. Saya senang bisa membantu Kinan. Benar sebaiknya Bapak istirahat dan jangan banyak pikiran lagi, jangan lupa diminun obatnya ya, Pak," pesan Radit pada Pak Ridho. "Iya, Nak. Terima kasih sudah diingatkan," sahut Pak Ridho seraya masuk ke kamar ditemani Bu Rina. Kinan tersenyum melihat Radit yang begitu sopan dan perhatian pada orangtuanya. "Hei, kenapa senyam-senyum sendiri! Baru nyadar kalau aku ganteng dan baik hati," le
"Gimana, Gendis? Apa kamu berhasil membuat Rangga percaya dan dekat denganmu?" tanya seseorang yang memakai masker itu. "Iya, aku berhasil dan aku yakin sekali jika Rangga gak akan bisa bersama dengan Kinan," jawab Gendis tersenyum sinis. Risa tersenyum puas dengan hasil kerja Gendis. Dia memang sangat benci dengan Kinan dan ingin membalas sakit hatinya. Rupanya Risa selama ini mencari tahu ke mana Rangga tinggal dan dia juga selalu mematai Kinan. Melihat Gendis yang antusias mendekati Rangga, dia menawarkan kerja sama dengan perempuan itu. Risa juga menceritakan permasalahan yang pernah ada diantara Rangga dan juga Kinan. Risa tak peduli lagi Rangga dekat dengan perempuan manapun, karena dia juga sudah tak mau bersama dengan pria yang mencintai wanita lain di hatinya. Dia tak ingin melihat Kinan bahagia, apalagi jika bersama dengan Rangga. Kebencian di hatinya membuatnya ingin melihat Kinan hancur tanpa mau menginstropeksi diri. "D
"Ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanya Radit pada Dokter Anita. Anita berdiri dan menjelaskan kepada Radit tentang pasiennya itu. "Dokter Radit, maaf jika saya memanggil dokter ke sini. Ibu ini ingin Dokter yang memeriksanya. Sudah saya jelaskan bahwa saat ini tidak ada jadwal Dokter tapi dia bersikeras karena telah melihat Dokter masuk klinik ini tadi," ucap Anita menjelaskan. Radit menatap pasien yang sedang berbaring diatas ranjang itu. Dia merasa tak kenal dengan wanita itu. "Baiklah, Dokter Anita. Saya akan menangani pasien ini sekarang," jawab Radit seraya terus memperhatikan pasiennya. Dokter Anita keluar dari ruangan itu. Dia ingin memberikan kesempatan pada Radit untuk memeriksa pasiennya. "Apa keluhannya, Bu?" tanya Radit seraya memeriksa pasiennya dengan stetoskop. "Ini, Dok. Perut saya terasa sakit, sepertinya kram," ucap perempuan itu dengan memegang tangan Radit dan mengarahkannya pada bagian perutnya. Mata lentikny
"Bapak?!" Pak Ridho jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya menabrak pintu kamarnya. Kinan yang panik berusaha membangunkan bapaknya. "Kinan, cepat minta bantuan sama tetangga, Nak. Kita harus segera membawa Bapak ke rumah sakit terdekat!!" seru Bu Rina tak kalah paniknya. Nampak Bagas sudah pergi mengendarai motornya. Sedangkan Ranti masih melambaikan tangan ke arah lelaki yang membuatnya mabuk kepayang itu. Melihat Kinan berlari dengan menangis, Ranti lantas menegurnya. "Ngapain sih pakai nangis segala, nyesel kan tahu Bagas udah serius sama aku?" cibir Ranti dengan senyum mengejek. Kinan tak mempedulikan Ranti yang mencibirnya. Dia fokus mencari pertolongan dari tetangga disekitarnya. "D*sar bocah gemblung!! Malah lari-larian sambil nangis kayak syuting film india saja," omel Ranti yang tak mengetahui kondisi bapaknya. Kinan berlari mencari bantuan ke tetangganya. Tanpa alas kaki dia berlari dengan air mata yang tak terbend
"Mbak, benar yang dikatakan Bapak ini. Keluarga harus kuat agar bisa memberi motivasi pada pasien nanti," ucap Dokter. Rangga datang membawa minuman untuk Kinan dan Pak Abdul. Melihat Kinan yang semakin menyedihkan, Rangga memapahnya dan mendudukkannya di kursi. Sungguh dia tak tega melihat Kinan seperti itu. "Kinan, tenangkan dirimu. Kita berdoa untuk kesembuhan Bapak ya," ucap Rangga. Kinan sudah mulai bisa menguasai diri. Dia kemudian meminta Pak Abdul dan Rangga untuk kembali. "Pak Abdul, anak dan istri Bapak pasti menunggu Bapak. Mas Rangga kamu juga pasti butuh istirahat sepulang dari kerja. Aku berterima kasih atas pertolongan kalian tapi kalian bisa kembali sekarang," ucap Kinan. "Iya, Kinan. Maaf ya Bapak tidak bisa menemani di sini. Bapak mau kembali dulu," ucap Pak Abdul. "Bagaimana dengan kamu, Kinan? Aku gak bisa meninggalkan kamu sendiri di sini." ucap Rangga. Kinan meyakinkan Rangga bawa dia bisa menunggui Bap
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUPart 42A (50)Setibanya di rumah, Kinan melihat Ibu dan adiknya menangis pilu. Bu Rina masih belum bisa menerima kepergian Pak Ridho yang mendadak, Dinda sesenggukan dengan berita duka itu.Ranti menggendong Caca dengan pandangan kosong. Tak ada satu patah katapun keluar dari bibirnya.Hati Kinan bergetar melihat Ibu dan saudaranya rapuh, dia ingin memberikan kekuatan untuk mereka meskipun dirinya sendiri sangat terpukul.Susah payah Kinan menahan diri untuk tidak menangis di depan mereka. Dia ingin memberikan penghormatan terakhir untuk cinta pertamanya itu dengan mengurus pemakamannya sebaik mungkin.Rangga ikut bergabung bersama warga yang sudah mulai berkumpul. Dia juga sibuk mempersiapkan acara pemakaman itu bersama Pak Abdul dan tetangga lainnya. Tak ada anggota keluarga laki-laki di keluarga Kinan kini.Ambulance datang mengantarkan jenazah Pak Ridho. Radit dan beberapa perawat ikut mengantarkannya.Setelah jenazah diturunkan, Radit meminta mereka un
"Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala
Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan
"Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r
"Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri