Kinan meminta Radit untuk putar balik. Dia melihat Bagas, suaminya menunggunya di depan kostnya. Kinan masih takut terhadap lelaki itu, apalagi di kost'an itu dia belum mengenal siapapun. "Jadi itu tadi tempat kostmu, Kinan? Sepertinya tadi suamimu kan yang sedang menunggu di depan pintu?" tanya Radit pada perempuan di sebelahnya. "Iya, Mas. Itu tadi Mas Bagas. Dia sudah beberapa kali melakukan kekerasan padaku. Dan aku takut jika dia akan melakukannya lagi, apalagi di tempat itu aku masih baru," jawab Kinan masih takut. "Ini sudah malam kasihan Caca kalau dia tidak bisa istirahat dengan baik. Rencananya kita mau menunggu atau gimana, Kinan?" tanya Radit lagi. "Ehm ... gimana ya. Anterin aku ke rumah Mertuaku aja, Mas. Mungkin sekarang itu tempat yang aman untukku saat ini. Besok baru akan aku pikirkan lagi," jawab Kinan yakin. "Yaudah, aku anterin kamu ke sana ya. Kamu bisa hubungi aku kalau misalkan butuh bantuan, tadi nomerku udah kamu save,
Rangga gelisah, semalaman dia tak dapat memejamkan mata. Dia memikirkan Kinan yang tak memberinya kabar sama sekali. Bahkan ketika dihubungi, Kinan malah mematikan telponnya. Sampai pagi ponsel Kinan masih tak aktif, Rangga mencoba meghubunginya berkali-kali. "Ada apa denganmu, Kinan," gumam Rangga. Risa melihat suaminya gelisah. Dia yakin ada masalah yang dihadapi oleh suaminya itu. "Kenapa kamu tak tenang gitu sih, Mas? Tak biasanya kamu seperti ini, bentar-bentar liat hp, berdiri lalu duduk lagi. Makanan di meja gak kamu makan malah kamu aduk-aduk aja. Ada apa sebenarnya? tanya Risa pada suaminya. "Ada sedikit masalah, Dek. Tapi gak apa-apa, aku bisa mengatasinya sendiri," jawab Rangga cuek tanpa melihat istrinya. "Apa ada masalah di kantor? Ataukah ada hubungannya dengan noda merah di bajumu kemarin?" tanya Risa memancing respon suaminya. "Apaan sih kamu, Dek. Tolong jangan buat aku semakin pusing dengan kelakuanmu itu. Kesab
Risa menangis luruh ke lantai, dia tak sanggup mendengar perbincangan antara suaminya dan Kinan yang diam-diam bermain di belakangnya. Rangga berjanji akan menikahi Kinan? Pasti hal ini membuat hati Risa hancur berkeping-keping. Tulang tubuhnya terasa lunglai, tenaganya hilang seketika. Risa tak menyangka jika suami yang awalnya tergila-gila padanya telah mengkhianatinya. Hancur!! Satu kata yang mewakili hatinya saat ini. Satu-satunya lelaki yang dia cintai, ternyata bukan miliknya sendiri. "Risa?" Rangga terkejut akan kedatangan istrinya. Kinan sama halnya dengan Rangga, dia syok melihat istri dari kekasihnya ada di sini dan memergokinya saat berdua. "Mbak Risa?" Kinan bergetar menyebut nama perempuan itu, antara takut dan syok. Rangga lantas mendekati istrinya. Dia menyentuh pundak wanita itu untuk memastikan keadaannya. "Dek, maafkan aku-—" ucap Rangga terhenti. "Diam kamu, Mas! Tega kamu ya ..." ucap Risa
Bu Nur membuka pintu dan melihat siapa yang sudah bertamu dengan cara tak sopan. Pak Rahmat dan Santi turut mengekor di belakang karena penasaran. "Kenapa teriak-teriak Bu Yuni? Kan bisa bertamu baik-baik," ucap Bu Nur tak nyaman. Bu Nur bersama Risa mencari-cari keberadaan Kinan. Rangga kemudian berlari menyusul kedua perempuan itu, takut mereka berbuat nekad di rumah Bu Nur. "Mana bisa aku bicara baik-baik dalam keadaan emosi seperti ini! Mana menantumu yang sok cantik itu," ucap Bu Nur dengan mata melotot. "Maaf, Bu Nur jika kami sudah tak sopan. Risa, Ibu, ayo kita pulang, jangan membuat kekacauan di rumah ini," ucap Rangga memohon. "Kami gak akan pulang sebelum bertemu dengan Kinan, perempuan ulat itu," ketus Bu Yuni. Kinan yang merasa namanya disebut akhirnya keluar juga dari kamar. Dia menggendong Caca bersamanya. Bagas juga muncul dari belakang tak jadi makan karena penasaran kenapa Bu Yuni marah-marah di rumah orangtuanya.
Rangga terduduk lemas di depan rumah Bu Nur, semangatnya hilang seketika. Kepergian Kinan membawa pergi separuh jiwanya. Hati kecilnya berbisik lirih."Berjuanglah jangan menyerah." Semangat Rangga mulai muncul lagi. Seketika Rangga bangkit, dia berjalan tergesa ke rumah. Mengambil motornya dan memacu kuda besinya itu dengan kencang. Dia mengikuti di mana Kinan pergi. Iya, Rangga ingin mencari tahu keberadaan Kinan setelah ini. Dia akan memantaunya dalam diam dan akan bergerak jika waktunya tepat. Dia tak ingin melepaskan perempuan yang dicintainya begitu saja. Dewi fortuna berada di pihaknya, dia bisa menyusul mobil Pak Rahmat. Dia menjaga jarak agar mereka tak merasa jika dibuntuti. Perjalanan ke rumah orangtua Kinan tak butuh waktu lama. Hanya setengah jam lebih mereka sudah sampai. "Kinan, kita udah sampai, ayo turun ...." ucap Bu Nur kepada Kinan yang menatap ragu ke arah rumahnya. "I-iya, Bu." Kinan gugup dan takut bertemu d
POV BAGAS Sebelum aku kerja di perusahaanku yang sekarang, aku bekerja di salah satu mall yang ada di kotaku. Tepatnya di gerai makanan cepat saji, perusahaan waralaba dari negeri Paman Sam. Sebagai karyawan baru tentu saja aku masih belum lihai dengan pekerjaanku itu. Untung saja ada temanku yang selalu membantuku dengan senang hati, Ranti namanya. Ranti sering membimbingku bagaimana caranya melayani customer dengan baik, meskipun sebenarnya aku sudah mendapatkan training soal itu. Tapi dia langsung memberi contoh saat di lapangan. Ranti selalu sigap saat aku melakukan kesalahan, dia dengan cepat menghandle keadaan dan aku selamat dari teguran Supervisorku. Suatu hari Ranti mengajakku berkunjung ke rumahnya sepulang kerja. Aku pun menurut karena merasa tidak enak jika menolak permintaannya. Aku menunggu di ruang tamu rumahnya, sementara Ranti masuk ke dalam katanya mau menyiapkan sesuatu untukku. Di saat aku menunggu sendiri, aku bert
Rangga pulang ke rumah dengan muka lesu. Nampak luka dan kecewa bercampur jadi satu. Perasaan hampa menyelimuti jiwanya. Setidaknya dia sudah tahu di mana Kinan sekarang berada. Saat ini dia ingin memberikan Kinan kesempatan untuk berpikir sejenak. Tak ingin mengganggunya dengan segala macam alasan, takut wanita itu malah akan lari darinya. "Rangga, kamu udah pulang, Nak? Kamu pasti lapar, 'kan? Itu Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu," ucap Bu Yuni seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya. Bu Yuni menggeret tangan menantunya dan mengarahkannya ke dapur. Rangga pasrah dengan perlakuan mertuanya itu. "Makanlah, mumpung masih hangat," ucap Bu Yuni lembut. Rangga mengamati makanan di meja makan itu. Semua menu yang terhidang memang makanan kesukaannya. Namun selera makannya hilang sama sekali. Begitu sakit hatinya hingga mematikan semua indra yang dimilikinya. Tatapannya kosong, telinganya tak mau mendengar, tangannya tak ingin menyentu
Mengambil keputusan berpisah dengan suaminya dan juga melepaskan Rangga dalam waktu hampir bersamaan membuat Kinan sedih terpuruk. Namun, dia ingat masa depan Caca dan juga keinginan membahagiakan kedua orangtuanya memaksanya untuk bangkit dari kesedihan. Kinan sadar untuk mencapai kedua hal itu, dia harus bekerja keras. Dengan kemampuannya sendiri dia akan bisa mewujudkan itu semua. Setelah beberapa hari off promosi dan jualan online, kini dia mulai aktif kembali menjalankan bisnis kecilnya itu. Setelah menghubungi nomer-nomer customernya karena telah mengganti nomernya, dia mulai melakukan promosi kembali. "Mbak, semalam aku udah mulai promosi di sosmed dan ada beberapa teman yang tertarik ingin memesan skincare dan kosmetik," ucap Dinda bersemangat. "Alhamdulillah, itu udah awal yang baik buat kamu, Din. Nanti kamu kasih listnya biar Mbak siapkan barang dan mengemasnya," sahut Kinan yang sedang menemani Caca bermain. Ranti yang sedang sarap