"Astaga!"
Tubuh Adelia mematung kala melihat beberapa foto yang baru saja Ardi kirimkan. Napasnya mendadak tertahan, apalagi setelahnya muncul beberapa pesan yang membuat jari-jemarinya berkeringat dingin. "Ada apa, Adelia? Siapa yang—" "Huweek!" "Maaf, Bisma. Aku izin ke toilet dulu sebentar!" Tanpa basa-basi Adelia langsung keluar dengan ponsel di tangannya. Melihat hal itu alis tebal Bisma mengerenyit. Ingin ia menyusul karena merasa khawatir, tetapi setelahnya ponselnya juga berdering dan menampilkan nama yang tak bisa diabaikan. ["Aku ingin bicara denganmu dan Adelia malam ini!"] Sementara di lantai bawah, Adelia ternyata tak pergi ke toilet. Dengan langkah dan degup jantungnya yang semakin cepat, netranya menilik sekitar hingga langsung menampar seorang pria yang baru saja menampakkan diri. "Apa maksudmu?" tanya Adelia yang sontak membuat Ardi mengusap wajahnya. "Kenapa cepat sekali? Aku pikir kau sudah tidak peduli denganku karena sibuk sebagai jalang!" "Jaga ucapanmu, Mas! Aku bukan wanita murahan seperti selingkuhanmu!" geram Adelia tertahan dengan netra yang semakin memerah. "Aku memang sudah tidak peduli denganmu! Kedatanganku ke sini hanya karena ancamanmu! Apa maksudmu ingin menyebarkan foto-foto itu? Dan sejak kapan kau mendapatkan semua foto itu tanpa sepengetahuanku?!" "Aku rasa kau tidak perlu menanyakannya, Istriku. Awalnya aku hanya sekedar iseng membandingkan tubuhmu dengan Citra, tetapi akhirnya foto itu bisa bermanfaat juga sebelum aku sempat menghapusnya!" "Kau memang gila, Mas!" Tangan Adelia kembali terangkat hendak menampar wajah menyebalkan Ardi. Namun kali ini pria itu mencegahnya dan melepaskannya kala mendapati lirikan dari beberapa rekan kantornya. "Aku tidak menyangka kalau selama ini kau sering mengambil fotoku secara diam-diam!" Adelia semakin menggerakkan giginya kala pria di hadapannya semakin mendekat. "Kenapa kau marah? Bukankah seharusnya kau senang karena usahamu untuk menarik perhatianku dengan berbagai gaun tipis itu tidak sia-sia?" "Itu dulu, Mas! Jauh sebelum aku menyadari betapa bodohnya aku bisa mencintai pria gila sepertimu!" Adelia semakin berani berkata lantang membuat Ardi menoleh cepat dengan was-was. Perlahan pria itu kembali mendekat dan menatap wanita di hadapannya dengan tatapannya yang tak main-main. "Ingat, Adelia! Sampai kapanpun kau tidak akan bisa bercerai dariku!" ancamnya penuh penekanan. "Aku sudah mengurus semuanya, Mas! Biar pengadilan yang menentukannya nanti!" "Sialan! Kau ...." "Mas! Tunggu!" Hampir saja emosi Ardi lepas kendali andai tak ada Citra yang tiba-tiba datang menghampiri. Dengan cepat wanita itu menariknya menjauh dari Adelia hingga membuat dahinya mengernyit. "Aku baru ingat siapa pria yang telah membela Adelia, Mas!" Adelia lantas tersenyum memperhatikan sosok yang pernah dianggap sebagai sahabatnya itu. "Beraninya kau menampakkan diri di hadapanku, Citra? Apa kau sama sekali tidak merasa bersalah padaku?" "Maaf, Adelia. Kedekatanku dengan Mas Ardi sebenarnya sudah terjalin lama. Kami berdua saling mencintai tapi—" "Tapi apa? Tapi kalian berdua sangat egois, sehingga mengorbankan aku yang tidak tahu apa-apa?" "Adelia, kau tidak akan mengerti. Kami—" "Sudahlah, Citra. Aku sudah melihat kelakuan menjijikkanmu bersama Mas Ardi. Tidak usah berdalih lagi untuk membenarkan semuanya!" "Cukup!" Tangan Ardi kembali terkepal, tak terima kekasihnya direndahkan. Namun Citra kembali menahan langkahnya hingga membuatnya mendengkus. "Pria tadi adalah Pak Bisma, Mas. CEO baru di kantor ini. Dan Adelia, dia adalah sektretarisnya," ucap Citra berbisik dengan netranya yang sedikit bergetar. "Jadi kau sudah membohongiku selama ini, Adelia? Kau bilang kau tidak ingin bekerja, tetapi nyatanya apa? Kau malah tiba-tiba hadir di kantor ini sebagai sekretaris CEO?" "Bukankah itu seperti kemauanmu, Mas?" Ardi semakin menggeram mendengar tanggapan santai Adelia. Ingin ia kembali menghajar wanita itu, tetapi orang di sekitar sudah semakin memperhatikan gerak-geriknya. "Bagaimana kalau aku akan menghapus rekaman kebersamaanmu dengan Citra di ponselku, asalkan kau mau menghapus semua foto-fotoku di ponselmu?" tawar Adelia pelan mencoba meredakan ketegangan. "Memangnya foto-foto apa yang kau simpan, Mas?" "Kau lihat saja sendiri di handphone pujaan hatimu ini, Citra!" Tanpa menunggu lama akhirnya Citra segera merebut paksa ponsel Ardi kala pria itu tak kunjung membuka suara. Dengan segera ia mengeceknya, hingga cukup terkejut kala tangan Adelia tiba-tiba muncul dan merebut benda pipih tersebut darinya. "Baiklah, semuanya sudah aku hapus. Kau bisa mengeceknya kembali," Adelia berucap seraya mengembalikan ponsel tersebut pada Citra. "Dan seperti janjiku, aku juga akan menghapus rekaman kebersamaan kalian yang sangat menjijikkan di ponselku. Sehingga sekarang, urusan kita sudah selesai!" lanjutnya yang kini beralih menatap Ardi seraya menunjukkan layar ponselnya yang menyala. "Aku harap kau mau mengakui semua dosa-dosamu padaku di pengadilan nanti, Mas!" "Sialan! Kau ...." Adelia langsung berbalik menghiraukan amarah Ardi yang kembali membumbung tinggi. Namun baru saja ia melangkah, terlihat orang bagian HR mendekat dengan raut wajahnya yang menegang. "Pak Ardi, Anda diminta untuk menemui Pak Bisma di lantai atas segera!" ucapnya yang lantas melangkah pergi. "Ini pasti imbas kejadian tadi pagi, Mas!" "Sialan kau, Adelia!" Tanpa pikir panjang Ardi langsung menarik tangan istrinya dengan kasar hingga tercipta keributan yang cukup serius. Semua orang yang ada di sana pun akhirnya sontak mendekat dan membantu Adelia yang nampak kesakitan. "Ini akibat ulahmu bukan?" geramnya yang kini tak peduli lagi dengan tatapan orang-orang. "Aku sama sekali tidak tahu apa yang dia ingin bicarakan padamu, Mas! Lepaskan aku!" Adelia terus berusaha memberontak meski harus menatap netra hitam Ardi yang semakin menajam. "Akan kupastikan hidupmu menderita, Adelia!" "Kau selalu hanya bisa mengancamku, Mas!" "Sialan! Kau—" "Pak Ardi! Apa yang Anda lakukan?! Ikut saya segera atau keberadaan Anda di kantor ini bisa semakin terancam!" Teriakkan peringatan itu menggema dari ujung ruangan membuat siapa saja yang mendengarnya terdiam. Dengan cepat Citra pun menarik Ardi menjauh dan berusaha menenangkan emosinya. "Jika kau tetap ingin bercerai padaku, kau harus segera mengembalikan semua uang yang telah aku keluarkan untukmu dan juga Bintang selama ini, Adelia!" tekan Ardi dengan deru napasnya yang menggebu. "Ternyata kau sangat perhitungan sekali ya?" "Ya! Aku begini karena selama ini kau tidak pernah becus sebagai istri!" Adelia menggeleng sesaat sebelum akhirnya melepaskan sesuatu yang melingkar di lehernya. "Kau tahu harga liontin ini?" "Jangan bercanda, Adelia. Kau ingin mengembalikan semua uangku dengan kalung imitasi?" sahut Ardi meremehkan. "Jangan sembarangan berbicara, Mas! Aku akan memberikan liontin ini padamu untuk menggantikan semuanya! Namun sebelum itu, kau harus mengembalikan mobilku dan juga uangku yang ibumu minta untuk membayar semua hutang-hutangnya!" "Kau—" "Waktumu hanya sampai sidang nanti, Mas! Ingat! Ini hanya sebagian kecil dari harga yang harus kau bayar atas pengkhianatanmu!"Adelia berdiri di depan cermin toilet, memperbaiki riasannya yang sedikit luntur karena semua ulah Ardi yang begitu kasar. Jika dulu selalu ada tetes air mata yang membasahi wajah cantiknya setelah terlibat bersitegang dengan pria itu, sekarang tentu tidak. Adelia tak mau membuang-buang air matanya lagi untuk pria yang sama sekali tak menganggapnya. Ia lebih memilih melupakan semuanya, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri seraya memikirkan Bisma yang tiba-tiba memanggil Ardi tanpa sepengetahuannya. "Kenapa Bisma melarangku datang ke ruangannya? Sebenarnya apa yang terjadi?" gumam Adelia pelan hampir tak terdengar. Sederet pesan yang baru saja dikirimkan oleh Bisma membuat tekukan di dahi Adelia semakin mendalam. Ia menggerai rambut panjangnya yang terasa gerah, hingga jari-jemarinya bergerak menanyakan maksud pria itu dengan berulang karena tak kunjung mendapatkan balasan. "Huh! Aku harap mereka berdua tidak sedang ribut sekarang!" Adelia akhirnya tak mempunyai piliha
"Apa yang kau bicarakan, Bella?! Adelia baru saja datang kembali!" Teguran pelan tersebut nampak sama sekali tak dihiraukan dan bahkan dianggap seperti lelucon hingga membuat wanita berambut pendek yang tengah menatap Adelia tersenyum tipis. "Datang kembali untuk apa, Bu? Untuk memperbaiki semua kekacauan yang telah dibuatnya? Atau malah menambah masalah baru?" "Mau sampai kapan kau terus memperkeruh semuanya, Bella?!" "Aku tidak apa-apa, Oma. Apa yang dikatakan Tante Bella tidak sepenuhnya salah. Aku sudah terlalu banyak melakukan kesalahan, tetapi tidak untuk Bintang." Adelia terpaksa menyela pembicaraan untuk meredakan ketegangan dua wanita berbeda usia di dekatnya. "Bintang sama sekali tak bersalah, dia hanyalah korban dari semua keegoisan dan keputusan bodohku!" lanjutnya kembali menunduk dalam. "Baguslah kalau kau sadar, Adelia! Kau memang sudah mengobarkan banyak hal! Ada banyak yang harus kau pertanggung jawabkan jika kau benar-benar ingin kembali ke rumah ini!" "Bella
Semua orang yang ada di sana sontak terdiam mendengar pertanyaan itu. Sepertinya percakapan ini belum bisa segera diakhiri, hingga kini pandangan Bisma beralih ke arah Adelia yang masih berada di sisinya."Aneh! Kalian berdua hanya bisa diam saja bukan?" Bella lantas maju mengabaikan keberadaan dua anak muda di hadapannya. Namun Bisma segera bergerak menahannya dan membuat aura ketegangan kembali menguar."Kalau itu bisa membuat Adelia kembali diterima dan diperlakukan dengan baik di keluarga ini, saya tentu akan segera menikahinya!"Kedua netra cokelat Adelia yang bergetar seketika melebar mendengarnya. Lidahnya mendadak terasa kelu. Berbagai kata yang ada di otaknya seperti menghilang, hingga ia langsung memutuskan pergi begitu saja dengan tetes air mata yang tak mampu ditahannya lagi.Jujur, ada rasa yang bergejolak di hati Adelia ketika ia mendapati sorot mata keseriusan Bisma. Entah apa maksud pria itu sampai nekat melangkah sejauh ini, Adelia tak mengerti dan membutuhkan waktu u
"Kau lihat dampaknya 'kan?"Adelia hanya bisa membisu saat tantenya melenggang pergi melewatinya begitu saja. Tadi dirinya benar-benar sempat panik kala mendengar teriakkan dari salah satu pembantu, apalagi setelahnya ia melihat sendiri kondisi Oma Nora yang semakin memburuk setelah keributan di acara makan malam."Ini bukan salahmu," bisik Bisma menenangkan.Adelia berusaha mengangguk seraya menahan tetes air matanya. Dengan Bisma yang masih menggenggam erat tangannya, ia mengintip dari balik jendela untuk memastikan kembali kondisi omanya yang sedang ditangani."Ibuku memang sengaja menugaskan beberapa dokter rumah sakitnya untuk mengupayakan kesehatan Oma Nora, tetapi tetap saja mereka tidak bisa berusaha dengan maksimal karena semua alat-alat kesehatan yang ada di sini tidak selengkap yang ada di rumah sakit," jelas pria itu yang membuat Adelia menoleh pelan ke arahnya."Jadi Oma tidak mau dirawat di rumah sakit?""Ya, dia bilang akan menghabiskan masa tuanya di rumah ini. Dia sel
"Apa maksudmu menjual barang palsu padaku?!"Adelia sontak melebarkan matanya saat melihat ibu mertuanya kembali disudutkan. Sebenarnya ini bukan urusannya, tetapi entah kenapa ia tak bisa untuk tak peduli begitu saja, terlebih saat ini semakin banyak orang lain yang menjadikannya sebagai bahan tontonan."Apa maksudmu menjual barang palsu? Aku sama sekali tidak merasa seperti itu! Asal kau tahu, semua barang yang kujual aku ambil dari tempat yang sangat terpercaya!" Nyonya Sri berucap angkuh membela diri."Lihatlah tas yang sekarang kupakai! Ini saja barang asli!" Wanita yang sebagian rambutnya sudah mulai memutih itu menunjukkan tas yang tengah dikenakannya. Namun hal tersebut malah membuat Adelia semakin terkejut, karena ternyata tas yang tengah dikenakannya itu adalah tas miliknya yang selama ini ia simpan di dalam kamar.Jadi seperti ini kelakuan ibu mertuanya setelah ia meninggalkan rumah? Semua barang-barang yang belum sempat ia bawa sudah dikenakan tanpa seizin darinya dan bah
Suara desis dari ikan yang mulai matang dan juga aroma yang menyebar membuat lekukan di pipi Adelia semakin terlihat. Dengan penuh hati-hati, Adelia memindahkan ikan yang cukup besar itu ke piring yang telah dibersihkannya. Tak lupa juga ia menatanya dengan rapi dan menambahkan beberapa hiasan untuk mempercantik semuanya."Nah, akhirnya selesai juga!"Adelia sekali lagi tersenyum menatap semua hidangan yang telah disajikannya di atas meja makan. Netranya melirik sekilas ke arah jam dinding, hingga timbul keinginannya untuk menghubungi Oma Nora sebelum Bisma tiba nanti.Selepas semalam, Adelia memang belum mendapatkan perkembangan lagi tentang kondisi omanya. Bisma hanya mengirimkan pesan padanya untuk jangan khawatir lagi karena semuanya sudah baik-baik saja, tetapi tanpa menjelaskan lebih lanjut."Halo, Oma? Aku—"["Untuk apa kau menelepon? Apa kau tidak tahu omamu sedang beristirahat?!"] Suara ketus itu seketika membuat Adelia terdiam. Ia sedikit menjauhkan layar ponselnya dari te
"Hmm?"Bisma langsung buru-buru menyembunyikan salah satu tangannya yang terlihat memiliki luka lebam. Pria itu tak mau membuat Adelia khawatir, tetapi sayang terlalu terlambat. Hingga Adelia yang sudah terlanjur penasaran segera bangkit untuk melihat tangannya lebih jelas."Astaga, kenapa ini? Baru?" tanya wanita itu dengan dahi yang mengerenyit."Iya, tapi ini bukan apa-apa. Aku hanya—""Sepertinya kau habis memukul sesuatu dengan keras. Apa kau terlibat dalam keributan?" Adelia yang masih belum selesai dengan rasa penasarannya kembali bertanya.Melihat hal itu, Bisma lantas berusaha melepaskan tangannya yang tengah menjadi objek penelitian Adelia. Dengan segera ia berpikir cepat untuk mengalihkan fokus wanita itu ke arah lain, tetapi Adelia yang menangkap gelagatnya langsung memberikan tatapan serius yang tak bisa dielaknya lagi."Aku tadi hanya kelepasan emosi menggebrak meja. Suasana meeting yang sangat kacau tadi benar-benar membuatku lepas kendali." Bisma berucap membuat Adelia
"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang orang itu?" ["Maaf, Tuan. Untuk saat ini belum, tetapi saya dan teman-teman yang lain sudah menemukan sebuah petunjuk yang mungkin akan menuntun kita ke pelakunya!"] "Baiklah, kalau begitu selidiki lebih lanjut! Aku tidak mau kejadian kemarin kembali terulang lagi, apalagi terjadi pada orang-orang yang ada di sekitarku!" Bisma segera menutup panggilan teleponnya saat mendengar suara derap langkah yang mendekat. Suara sepatu hak tinggi Adelia yang baru saja dibelikannya memang sengaja dijadikannya penanda. Dengan segera ia mengubah ekspresinya menjadi lebih rileks dan bahkan sedikit tersenyum pada wanita yang nampak kerepotan membawa beberapa dokumen tersebut. "Bisma?" "Ya, Adelia. Apa kau sudah mendapatkan dokumennya?" Pria itu bertanya santai seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. "Ya, aku sudah berhasil mendapatkan semua dokumen-dokumen yang kau inginkan." Adelia berbicara pelan seraya membolak-balik lembaran kertas yang ada di tanga