"Apa maksudmu menjual barang palsu padaku?!"Adelia sontak melebarkan matanya saat melihat ibu mertuanya kembali disudutkan. Sebenarnya ini bukan urusannya, tetapi entah kenapa ia tak bisa untuk tak peduli begitu saja, terlebih saat ini semakin banyak orang lain yang menjadikannya sebagai bahan tontonan."Apa maksudmu menjual barang palsu? Aku sama sekali tidak merasa seperti itu! Asal kau tahu, semua barang yang kujual aku ambil dari tempat yang sangat terpercaya!" Nyonya Sri berucap angkuh membela diri."Lihatlah tas yang sekarang kupakai! Ini saja barang asli!" Wanita yang sebagian rambutnya sudah mulai memutih itu menunjukkan tas yang tengah dikenakannya. Namun hal tersebut malah membuat Adelia semakin terkejut, karena ternyata tas yang tengah dikenakannya itu adalah tas miliknya yang selama ini ia simpan di dalam kamar.Jadi seperti ini kelakuan ibu mertuanya setelah ia meninggalkan rumah? Semua barang-barang yang belum sempat ia bawa sudah dikenakan tanpa seizin darinya dan bah
Suara desis dari ikan yang mulai matang dan juga aroma yang menyebar membuat lekukan di pipi Adelia semakin terlihat. Dengan penuh hati-hati, Adelia memindahkan ikan yang cukup besar itu ke piring yang telah dibersihkannya. Tak lupa juga ia menatanya dengan rapi dan menambahkan beberapa hiasan untuk mempercantik semuanya."Nah, akhirnya selesai juga!"Adelia sekali lagi tersenyum menatap semua hidangan yang telah disajikannya di atas meja makan. Netranya melirik sekilas ke arah jam dinding, hingga timbul keinginannya untuk menghubungi Oma Nora sebelum Bisma tiba nanti.Selepas semalam, Adelia memang belum mendapatkan perkembangan lagi tentang kondisi omanya. Bisma hanya mengirimkan pesan padanya untuk jangan khawatir lagi karena semuanya sudah baik-baik saja, tetapi tanpa menjelaskan lebih lanjut."Halo, Oma? Aku—"["Untuk apa kau menelepon? Apa kau tidak tahu omamu sedang beristirahat?!"] Suara ketus itu seketika membuat Adelia terdiam. Ia sedikit menjauhkan layar ponselnya dari te
"Hmm?"Bisma langsung buru-buru menyembunyikan salah satu tangannya yang terlihat memiliki luka lebam. Pria itu tak mau membuat Adelia khawatir, tetapi sayang terlalu terlambat. Hingga Adelia yang sudah terlanjur penasaran segera bangkit untuk melihat tangannya lebih jelas."Astaga, kenapa ini? Baru?" tanya wanita itu dengan dahi yang mengerenyit."Iya, tapi ini bukan apa-apa. Aku hanya—""Sepertinya kau habis memukul sesuatu dengan keras. Apa kau terlibat dalam keributan?" Adelia yang masih belum selesai dengan rasa penasarannya kembali bertanya.Melihat hal itu, Bisma lantas berusaha melepaskan tangannya yang tengah menjadi objek penelitian Adelia. Dengan segera ia berpikir cepat untuk mengalihkan fokus wanita itu ke arah lain, tetapi Adelia yang menangkap gelagatnya langsung memberikan tatapan serius yang tak bisa dielaknya lagi."Aku tadi hanya kelepasan emosi menggebrak meja. Suasana meeting yang sangat kacau tadi benar-benar membuatku lepas kendali." Bisma berucap membuat Adelia
"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang orang itu?" ["Maaf, Tuan. Untuk saat ini belum, tetapi saya dan teman-teman yang lain sudah menemukan sebuah petunjuk yang mungkin akan menuntun kita ke pelakunya!"] "Baiklah, kalau begitu selidiki lebih lanjut! Aku tidak mau kejadian kemarin kembali terulang lagi, apalagi terjadi pada orang-orang yang ada di sekitarku!" Bisma segera menutup panggilan teleponnya saat mendengar suara derap langkah yang mendekat. Suara sepatu hak tinggi Adelia yang baru saja dibelikannya memang sengaja dijadikannya penanda. Dengan segera ia mengubah ekspresinya menjadi lebih rileks dan bahkan sedikit tersenyum pada wanita yang nampak kerepotan membawa beberapa dokumen tersebut. "Bisma?" "Ya, Adelia. Apa kau sudah mendapatkan dokumennya?" Pria itu bertanya santai seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. "Ya, aku sudah berhasil mendapatkan semua dokumen-dokumen yang kau inginkan." Adelia berbicara pelan seraya membolak-balik lembaran kertas yang ada di tanga
"Nah, tepat seperti dugaanku!"Dengan melepaskan kacamatanya sesaat, Bisma menunjuk ke arah salah satu lembaran dokumen yang baru saja diperiksanya. Adelia yang merasa penasaran pun langsung menunjukkan perhatian. Kedua netranya secara runtut membaca satu persatu laporan yang ada di sana hingga terbentuk sedikit lekukan di dahinya."Bukankah perusahaan kita sudah sejak lama bekerja sama dengan perusahaan itu?" Adelia bersuara untuk memastikan."Ya, tapi menurutku ada yang sangat tidak beres di sini. Kau lihat perbedaannya? Ada berapa kali perusahaan ini merubah harga bahan-bahan yang dijualnya pada kita?""Sebenarnya cukup banyak, tapi bukankah ini semua masih dalam batas wajar? Setahuku, bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan beberapa properti kita memang sedang terus naik beberapa tahun terakhir ini."Adelia terdiam sesaat, seraya memperhatikan ekspresi Bisma yang nampak mencerna setiap kata-katanya. Pria itu kini beralih menatap layar besar di hadapannya. Sepertinya ada sesuatu
"Kau serius ingin kembali menemuinya lagi?"Satu pertanyaan itu terlontar dari mulut Bisma. Bersama segelas kopi hangat di tangannya, ia bergerak menghampiri seorang wanita yang nampak sedang duduk di ruang tengah.Dengan baju tidur panjang berwarna biru tua yang membalut seluruh tubuhnya, Adelia memang belum bisa beristirahat di kamar. Meski sebenarnya sebagian urusan pekerjaannya dengan Bisma sudah ia selesaikan di kantor, tetapi tetap saja pikirannya tak bisa berhenti memikirkan semua pembahasan yang tadi. Apalagi sampai saat ini pria itu masih meragukan keputusannya."Kenapa kau tidak yakin padaku?" Adelia akhirnya bertanya, tepat setelah Bisma duduk di sampingnya. "Bukankah ini satu-satunya cara agar kita bisa menyelidiki lebih lanjut tentang semua permasalahan yang ada di perusahaan?""Ya, kau memang benar. Tetapi sebenarnya bukan karena aku tidak yakin padamu, Adelia. Aku hanya tidak bisa percaya dengan pria itu. Bagaimana kalau nanti dia membuatmu kembali merasa kesulitan?"Ad
Adelia tak bisa menampik rasa terkejutnya, kala Bisma menunjuk beberapa luka lain yang belum sempat dilihatnya. Kedua pupil matanya melebar, berikut dengan mulutnya yang terbuka tanpa mengeluarkan pasokan udara."Kenapa ... Kenapa kau baru menunjukkan semua ini padaku?" Wanita itu bertanya dengan nada yang sedikit bergetar."Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir, Adelia. Lagipula aku belum bisa mengatakan apa pun padamu, sebelum aku benar-benar memastikan pelakunya," jawab Bisma yang akhirnya memutuskan untuk tak menutupi apa pun lagi dari Adelia."Tapi semua ini sudah sangat keterlaluan menurutku, Bisma. Pelakunya pasti bukan hanya satu orang bukan? Pasti waktu itu kau—""Yang terpenting semuanya sudah aku lewati, Adelia. Saat itu kejadiannya memang terlalu cepat, sehingga aku tidak bisa mengantisipasinya."Cucu Oma Nora itu akhirnya hanya bisa menunduk. Ia merasa menyesal karena menganggap semua ini terjadi karenanya. Andai saja Bisma tidak masuk lebih jauh ke dalam kehidupannya,
Kringg!Suara nyaring alarm yang terdengar bersamaan dengan sorot cahaya matahari membangunkan Adelia dari tidurnya. Dengan matanya yang masih memberat, tubuhnya enggan bergerak. Ingin sekali Adelia kembali terlelap, tetapi sebuah tangan kekar yang tiba-tiba melingkar erat di pinggangnya nyaris membuatnya hampir berteriak."Ternyata dia masih di sini?" bisiknya tak menyangka.Dengan penuh hati-hati, Adelia menggeser posisi tidurnya. Matanya terpaku pada wajah tegas, tampan, dan damai dalam lelapnya. Bibirnya seakan tak bisa berhenti menahan senyum. Wajah yang biasanya penuh ketegasan itu kini benar-benar tampak begitu polos saat ini."Hey, ternyata kau sudah bangun?" Suara berat nan serak tersebut mampu membuat tubuh Adelia seketika terasa tergelitik. "Kau tidur nyenyak semalam?""Ya, cukup nyenyak. Untung kau tidak ....""Tidak apa? Hmm?" Adelia menghentikan kalimatnya saat menyadari apa yang nyaris terlontar dari bibirnya. Menyadari kegugupan wanita itu, Bisma sedikit mengangkat t