"Apa yang kau bicarakan, Bella?! Adelia baru saja datang kembali!"
Teguran pelan tersebut nampak sama sekali tak dihiraukan dan bahkan dianggap seperti lelucon hingga membuat wanita berambut pendek yang tengah menatap Adelia tersenyum tipis. "Datang kembali untuk apa, Bu? Untuk memperbaiki semua kekacauan yang telah dibuatnya? Atau malah menambah masalah baru?" "Mau sampai kapan kau terus memperkeruh semuanya, Bella?!" "Aku tidak apa-apa, Oma. Apa yang dikatakan Tante Bella tidak sepenuhnya salah. Aku sudah terlalu banyak melakukan kesalahan, tetapi tidak untuk Bintang." Adelia terpaksa menyela pembicaraan untuk meredakan ketegangan dua wanita berbeda usia di dekatnya. "Bintang sama sekali tak bersalah, dia hanyalah korban dari semua keegoisan dan keputusan bodohku!" lanjutnya kembali menunduk dalam. "Baguslah kalau kau sadar, Adelia! Kau memang sudah mengobarkan banyak hal! Ada banyak yang harus kau pertanggung jawabkan jika kau benar-benar ingin kembali ke rumah ini!" "Bella!" Emosi Oma Nora kembali terpancing membuat Adelia langsung bergerak menenangkannya. Ia usap tangan keriput itu pelan dan sesekali menggenggamnya erat seiring dengan seutas senyum yang dipaksakannya tumbuh. Sedari dulu hubungan Adelia dengan Tante Bella memang tak begitu baik. Ini juga salah satu penyebab Adelia nekat meninggalkan keluarganya. Adik almarhum ayahnya tersebut merupakan satu-satunya orang yang paling menentang keras hubungannya dengan Ardi, bahkan wanita itu juga yang pertama kali mengusirnya dari rumah ketika mengetahui status ekonomi calon suaminya yang tak setara. "Sudahlah, lebih baik kalian semua bersiap-siap untuk makan malam! Aku akan menyusul nanti setelah berganti baju!" titah Oma Nora akhirnya dengan tegas yang tak bisa dibantah oleh siapa pun lagi. Dengan suasana hening, Adelia menyusul langkah tantenya yang lebih dulu keluar. Ia sesekali melihat sekitar mencari keberadaan Bisma yang tiba-tiba menghilang, hingga langsung tersenyum lega kala mengetahui pria itu masih berada di rumah ini dan tak meninggalkannya. "Oma Nora meminta semuanya untuk makan malam bersama! Kau jangan pulang dulu, Bisma. Ada hal lain yang ingin kubicarakan juga padamu nanti, terutama tentang perusahaan!" Bisma hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Dengan segera ekor matanya melirik ke arah Adelia untuk memastikan keadaan wanita itu secara diam-diam, sebelum akhirnya keluar sesaat dan kembali tepat sebelum acara makan malam dimulai. Tak ada percakapan yang berarti selama sepuluh menit pertama, yang terdengar hanya sayup-sayup suara denting alat makan. Awalnya Adelia merasa senang karena bisa kembali merasakan hangatnya sambutan Oma Nora setelah sekian lama, tetapi sayang semuanya lagi-lagi berubah kala dirinya baru menyadari sorot tajam Tante Bella yang terus tertuju ke arahnya. "Sekarang katakan yang sebenarnya, Adelia. Apa tujuanmu kembali? Apa kau kembali hanya karena hartamu yang telah habis?" Wanita itu langsung bertanya tanpa basa-basi membuat Adelia hampir tersedak. "Apa lagi yang ingin kau bicarakan, Bella?! Bukankah semuanya sudah jelas? Adelia kembali untuk memperbaiki semuanya!" Oma Nora segera menimpali membela sang cucu dengan tatapannya yang tak kalah tajam. "Jangan percaya begitu saja padanya, Bu. Apa jaminannya dia tidak akan pergi meninggalkan dan mengkhianati keluarga ini lagi? Adelia belum sepenuhnya lepas dari pria miskin itu! Bisa saja dia masih dipengaruhi, sehingga berpura-pura kembali dengan cara memanfaatkan kebaikan Bisma?" "Bella ...." Tatapan peringatan itu lagi-lagi diabaikan oleh putrinya. Bella semakin menatap Adelia tanpa kedip, hingga membuat wanita yang baru saja kehilangan putranya tersebut terpaksa menyudahi makannya. "Apa yang harus aku lakukan agar membuat Tante percaya padaku?" Adelia bertanya tanpa ekspresi sampai dua alis lawan bicaranya sedikit terangkat. "Kenapa kau malah bertanya padaku? Seharusnya kau berpikir sendiri tentang apa yang harus kau lakukan agar orang-orang yang telah kau tinggalkan bisa kembali percaya padamu!" "Bella!" Wanita berambut pendek itu lantas bangkit dari tempat duduknya saat kembali mendapatkan tatapan tajam sosok yang telah melahirkannya. Suasana yang semakin terasa panas membuatnya tak betah berada di sini lama-lama, terlebih setelahnya Adelia ikut bangkit dan menahan tangannya dengan cepat. "Adelia! Apa yang kau—" "Apa aku harus bersujud di depan kaki Tante lebih dulu untuk membuktikan semuanya?" Adelia langsung memotong pembicaraan yang sontak membuat semua netra yang tengah memandangnya melebar. "Apa yang ingin kau lakukan, Adelia? Aku membawamu ke sini bukan untuk itu!" Bisma berbicara pelan memperingati, tetapi hal tersebut langsung membuat wanita di sampingnya menggeleng perlahan. "Aku tidak bisa terus diam begitu saja, Bisma! Apa kau tahu rasanya tidak pernah dipercayai oleh orang lain? Semua gerak-gerikmu pasti akan selalu terlihat salah! Aku sudah pernah merasakannya, sehingga sekarang aku tidak ingin merasakannya lagi di rumah ini!" Tangis Adelia hampir pecah kala mengingat kembali semua perlakuan tak baik yang diterimanya selama ini dari Ardi dan sang ibu mertua. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar bergetar, hingga dengan netra basahnya ia bersimpuh tepat di hadapan wanita yang sedari tadi menatapnya sinis. "Adelia, cepatlah berdiri. Bisma benar, kau tidak perlu sampai seperti ini!" Kini gantian Oma Nora yang bersuara. "Jika ini bisa kembali membuat hubungan keluarga kita hangat seperti dulu. Aku akan melakukannya, Oma. Aku mengaku salah pada keluarga ini!" Adelia tetap kukuh membuat wanita di hadapannya semakin tersenyum miring. Bella hanya diam saja kala keponakannya kembali menatapnya dan mulai sedikit menunduk seolah benar-benar ingin melakukan apa yang telah diucapkannya. "Kau pikir dengan begini kau bisa menebus semua kesalahanmu?" "Tidak, Tante. Tetapi setidaknya hal ini akan menepis sedikit anggapan burukmu padaku!" Tepat sebelum Adelia bersujud, Bisma segera bangkit dan menarik tubuh wanita itu menjauh. Dengan segera ia menahan tangan Adelia kala wanita itu memberontak, hingga Oma Nora dan beberapa pelayan yang ada di sana sedikit panik dan kebingungan. "Bisma! Lepaskan aku! Aku hanya ingin memperbaiki semuanya!" Adelia berujar dengan berusaha melepaskan cengkraman di tangannya. "Memperbaiki semuanya dengan cara apa? Merendahkan dirimu sendiri?" "Ya, jika itu akan membuat semuanya jadi lebih baik!" Bisma lantas menggeleng sesaat sebelum mengembuskan napasnya pelan. Dengan segera ia membawa Adelia ke belakang tubuhnya dan berhadapan langsung dengan wanita yang sedari tadi tak kunjung bisa menampakkan raut wajah ramahnya tersebut. "Saya yang akan menjamin bahwa Adelia tidak akan pernah kembali dipengaruhi pria itu dan mengkhianati keluarga ini lagi!" tekannya serius dengan tatapan matanya yang tak main-main. Tanpa langsung menanggapi, Bella akhirnya bergerak sedikit maju. Sekali lagi ia melirik ke arah Adelia yang terlihat sesekali menunduk, sebelum mulutnya mengeluarkan sederet pertanyaan dengan netranya yang menatap penuh menyelidik. "Kenapa harus kau lagi yang menjamin semuanya, Bisma? Sebenarnya apa hubunganmu dengannya? Apa kalian berdua akan segera menikah?"Semua orang yang ada di sana sontak terdiam mendengar pertanyaan itu. Sepertinya percakapan ini belum bisa segera diakhiri, hingga kini pandangan Bisma beralih ke arah Adelia yang masih berada di sisinya."Aneh! Kalian berdua hanya bisa diam saja bukan?" Bella lantas maju mengabaikan keberadaan dua anak muda di hadapannya. Namun Bisma segera bergerak menahannya dan membuat aura ketegangan kembali menguar."Kalau itu bisa membuat Adelia kembali diterima dan diperlakukan dengan baik di keluarga ini, saya tentu akan segera menikahinya!"Kedua netra cokelat Adelia yang bergetar seketika melebar mendengarnya. Lidahnya mendadak terasa kelu. Berbagai kata yang ada di otaknya seperti menghilang, hingga ia langsung memutuskan pergi begitu saja dengan tetes air mata yang tak mampu ditahannya lagi.Jujur, ada rasa yang bergejolak di hati Adelia ketika ia mendapati sorot mata keseriusan Bisma. Entah apa maksud pria itu sampai nekat melangkah sejauh ini, Adelia tak mengerti dan membutuhkan waktu u
"Kau lihat dampaknya 'kan?"Adelia hanya bisa membisu saat tantenya melenggang pergi melewatinya begitu saja. Tadi dirinya benar-benar sempat panik kala mendengar teriakkan dari salah satu pembantu, apalagi setelahnya ia melihat sendiri kondisi Oma Nora yang semakin memburuk setelah keributan di acara makan malam."Ini bukan salahmu," bisik Bisma menenangkan.Adelia berusaha mengangguk seraya menahan tetes air matanya. Dengan Bisma yang masih menggenggam erat tangannya, ia mengintip dari balik jendela untuk memastikan kembali kondisi omanya yang sedang ditangani."Ibuku memang sengaja menugaskan beberapa dokter rumah sakitnya untuk mengupayakan kesehatan Oma Nora, tetapi tetap saja mereka tidak bisa berusaha dengan maksimal karena semua alat-alat kesehatan yang ada di sini tidak selengkap yang ada di rumah sakit," jelas pria itu yang membuat Adelia menoleh pelan ke arahnya."Jadi Oma tidak mau dirawat di rumah sakit?""Ya, dia bilang akan menghabiskan masa tuanya di rumah ini. Dia sel
"Apa maksudmu menjual barang palsu padaku?!"Adelia sontak melebarkan matanya saat melihat ibu mertuanya kembali disudutkan. Sebenarnya ini bukan urusannya, tetapi entah kenapa ia tak bisa untuk tak peduli begitu saja, terlebih saat ini semakin banyak orang lain yang menjadikannya sebagai bahan tontonan."Apa maksudmu menjual barang palsu? Aku sama sekali tidak merasa seperti itu! Asal kau tahu, semua barang yang kujual aku ambil dari tempat yang sangat terpercaya!" Nyonya Sri berucap angkuh membela diri."Lihatlah tas yang sekarang kupakai! Ini saja barang asli!" Wanita yang sebagian rambutnya sudah mulai memutih itu menunjukkan tas yang tengah dikenakannya. Namun hal tersebut malah membuat Adelia semakin terkejut, karena ternyata tas yang tengah dikenakannya itu adalah tas miliknya yang selama ini ia simpan di dalam kamar.Jadi seperti ini kelakuan ibu mertuanya setelah ia meninggalkan rumah? Semua barang-barang yang belum sempat ia bawa sudah dikenakan tanpa seizin darinya dan bah
Suara desis dari ikan yang mulai matang dan juga aroma yang menyebar membuat lekukan di pipi Adelia semakin terlihat. Dengan penuh hati-hati, Adelia memindahkan ikan yang cukup besar itu ke piring yang telah dibersihkannya. Tak lupa juga ia menatanya dengan rapi dan menambahkan beberapa hiasan untuk mempercantik semuanya."Nah, akhirnya selesai juga!"Adelia sekali lagi tersenyum menatap semua hidangan yang telah disajikannya di atas meja makan. Netranya melirik sekilas ke arah jam dinding, hingga timbul keinginannya untuk menghubungi Oma Nora sebelum Bisma tiba nanti.Selepas semalam, Adelia memang belum mendapatkan perkembangan lagi tentang kondisi omanya. Bisma hanya mengirimkan pesan padanya untuk jangan khawatir lagi karena semuanya sudah baik-baik saja, tetapi tanpa menjelaskan lebih lanjut."Halo, Oma? Aku—"["Untuk apa kau menelepon? Apa kau tidak tahu omamu sedang beristirahat?!"] Suara ketus itu seketika membuat Adelia terdiam. Ia sedikit menjauhkan layar ponselnya dari te
"Hmm?"Bisma langsung buru-buru menyembunyikan salah satu tangannya yang terlihat memiliki luka lebam. Pria itu tak mau membuat Adelia khawatir, tetapi sayang terlalu terlambat. Hingga Adelia yang sudah terlanjur penasaran segera bangkit untuk melihat tangannya lebih jelas."Astaga, kenapa ini? Baru?" tanya wanita itu dengan dahi yang mengerenyit."Iya, tapi ini bukan apa-apa. Aku hanya—""Sepertinya kau habis memukul sesuatu dengan keras. Apa kau terlibat dalam keributan?" Adelia yang masih belum selesai dengan rasa penasarannya kembali bertanya.Melihat hal itu, Bisma lantas berusaha melepaskan tangannya yang tengah menjadi objek penelitian Adelia. Dengan segera ia berpikir cepat untuk mengalihkan fokus wanita itu ke arah lain, tetapi Adelia yang menangkap gelagatnya langsung memberikan tatapan serius yang tak bisa dielaknya lagi."Aku tadi hanya kelepasan emosi menggebrak meja. Suasana meeting yang sangat kacau tadi benar-benar membuatku lepas kendali." Bisma berucap membuat Adelia
"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang orang itu?" ["Maaf, Tuan. Untuk saat ini belum, tetapi saya dan teman-teman yang lain sudah menemukan sebuah petunjuk yang mungkin akan menuntun kita ke pelakunya!"] "Baiklah, kalau begitu selidiki lebih lanjut! Aku tidak mau kejadian kemarin kembali terulang lagi, apalagi terjadi pada orang-orang yang ada di sekitarku!" Bisma segera menutup panggilan teleponnya saat mendengar suara derap langkah yang mendekat. Suara sepatu hak tinggi Adelia yang baru saja dibelikannya memang sengaja dijadikannya penanda. Dengan segera ia mengubah ekspresinya menjadi lebih rileks dan bahkan sedikit tersenyum pada wanita yang nampak kerepotan membawa beberapa dokumen tersebut. "Bisma?" "Ya, Adelia. Apa kau sudah mendapatkan dokumennya?" Pria itu bertanya santai seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. "Ya, aku sudah berhasil mendapatkan semua dokumen-dokumen yang kau inginkan." Adelia berbicara pelan seraya membolak-balik lembaran kertas yang ada di tanga
"Nah, tepat seperti dugaanku!"Dengan melepaskan kacamatanya sesaat, Bisma menunjuk ke arah salah satu lembaran dokumen yang baru saja diperiksanya. Adelia yang merasa penasaran pun langsung menunjukkan perhatian. Kedua netranya secara runtut membaca satu persatu laporan yang ada di sana hingga terbentuk sedikit lekukan di dahinya."Bukankah perusahaan kita sudah sejak lama bekerja sama dengan perusahaan itu?" Adelia bersuara untuk memastikan."Ya, tapi menurutku ada yang sangat tidak beres di sini. Kau lihat perbedaannya? Ada berapa kali perusahaan ini merubah harga bahan-bahan yang dijualnya pada kita?""Sebenarnya cukup banyak, tapi bukankah ini semua masih dalam batas wajar? Setahuku, bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan beberapa properti kita memang sedang terus naik beberapa tahun terakhir ini."Adelia terdiam sesaat, seraya memperhatikan ekspresi Bisma yang nampak mencerna setiap kata-katanya. Pria itu kini beralih menatap layar besar di hadapannya. Sepertinya ada sesuatu
"Kau serius ingin kembali menemuinya lagi?"Satu pertanyaan itu terlontar dari mulut Bisma. Bersama segelas kopi hangat di tangannya, ia bergerak menghampiri seorang wanita yang nampak sedang duduk di ruang tengah.Dengan baju tidur panjang berwarna biru tua yang membalut seluruh tubuhnya, Adelia memang belum bisa beristirahat di kamar. Meski sebenarnya sebagian urusan pekerjaannya dengan Bisma sudah ia selesaikan di kantor, tetapi tetap saja pikirannya tak bisa berhenti memikirkan semua pembahasan yang tadi. Apalagi sampai saat ini pria itu masih meragukan keputusannya."Kenapa kau tidak yakin padaku?" Adelia akhirnya bertanya, tepat setelah Bisma duduk di sampingnya. "Bukankah ini satu-satunya cara agar kita bisa menyelidiki lebih lanjut tentang semua permasalahan yang ada di perusahaan?""Ya, kau memang benar. Tetapi sebenarnya bukan karena aku tidak yakin padamu, Adelia. Aku hanya tidak bisa percaya dengan pria itu. Bagaimana kalau nanti dia membuatmu kembali merasa kesulitan?"Ad
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih