"Apa? Jadi dia benar-benar memaksa agar aku ke sana?!"["Iya, Bu Citra. Katanya ada suatu hal yang sangat penting yang ingin dibicarakan oleh Pak Ardi langsung dengan Anda."]Citra langsung mendengkus seraya melirik sekilas ke arah jam dinding yang ada di ruang kerjanya. Ia mencoba mencari tahu kapan dirinya bisa mengunjungi Ardi di penjara, sebelum akhirnya kembali menghela napas tipis karena baru mengingat suatu hal."Katakan padanya besok saja ya? Sepertinya hari ini aku tidak bisa. Aku harus menggantikan tugas Adelia yang masih belum masuk dan setelah itu aku juga harus menjemput ibunya Mas Ardi dari rumah sakit."["Baik, Bu. Akan saya sampaikan seperti itu pada Pak Ardi nanti. Namun tolong jangan sampai terlalu lama Anda tidak menemuinya, beliau berkata bahwa hal ini adalah untuk kebaikan Anda sendiri!"]Citra mengusap wajahnya gusar tepat setelah panggilan telepon yang baru saja dilakukannya terputus. Ia bersandar dengan otak yang berpikir. Meski sebenarnya rasa malas mengurus A
"Apa? Apa maksudmu, Adelia? Bukannya kalian—""Aku hanya berandai-andai saja, Oma. Bukankah kita tidak pernah benar-benar bisa memastikan apa yang terjadi ke depannya nanti?"Oma Nora kini akhirnya terdiam. Keningnya semakin mengkerut. Sekali lagi ia memperhatikan ekspresi cucunya yang nampak kembali tenang dan bahkan setelahnya Adelia memeluknya dengan manja seolah tak habis membicarakan apa pun."Kau benar baik-baik saja bukan, Adelia?" Oma Nora akhirnya bertanya untuk memperjelas semua dugaannya."Aku akan baik-baik saja selagi Oma ada di sampingku seperti ini dan menerimaku dengan apa adanya!"Adelia langsung menutup pembicaraan dengan melayangkan sebuah kecupan singkat di pipi sang oma. Ia mengulas senyum, menenangkan raut wajah khawatir wanita paruh baya di hadapannya seraya kembali memeluknya dengan erat bagai orang yang telah terpisah lama.Dalam diamnya, Oma Nora akhirnya membalas pelukan cucunya. Kedua netranya kembali beralih menatap ke arah tanaman hias sambil merasakan su
"Huh, apa jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi?"Bisma bergumam seraya melirik kembali sekilas ke arah jam tangannya. Sudah hampir jam delapan pagi, tetapi ia tak kunjung menemukan kehadiran seseorang yang telah berjanji datang sebelumnya."Pagi, Pak Bisma! Ada yang bisa saya bantu?" Citra tiba-tiba muncul dengan penampilannya yang sudah terlihat sangat rapi dan senyum lebar yang biasa dikembangkannya."Tidak, saya hanya sedang menunggu!"CEO NinatyLux tersebut akhirnya memilih melirik ke arah ponselnya. Bisma menunggu pesan balasan dari seseorang dan berharap karyawannya yang baru saja datang menyapanya ini langsung kembali ke dalam ruangannya tanpa harus terus memperhatikannya di sini."Apa yang kau lakukan, Citra?" Bisma akhirnya terpaksa bertanya saat menyadari Citra yang malah berdiri di sampingnya dengan ikut sesekali melihat ke arah pintu utama."Menemani Bapak menunggu di sini! Pasti Bapak bosan bukan?""Saya tidak—""Menunggu seseorang sendirian pasti tidak enak rasanya, Pa
Jantung Adelia semakin berdegup kencang kala Bisma semakin mendekat dan bertanya tentang sesuatu yang amat tak bisa dijawabnya. Tanpa sadar, bahkan salah satu tangannya mulai meremas ujung jas hitam pria tersebut seiring dengan rasa panik yang mulai menyelimuti dirinya."Kemarin kau tiba-tiba ingin menginap di rumah Oma Nora. Dan sekarang setelah kau kembali bertemu denganku, kau malah mendadak berubah sikap seperti Adelia yang bukan aku kenal sebelumnya.""Bisma ....""Ssttt! Aku belum selesai berbicara, Sayang. Dengarkan aku lebih dulu. Apa yang membuatmu jadi seperti ini?" Bisma segera menyela dengan satu tangan yang bergerak menyelipkan anak rambut wanita di pangkuannya.Sorot mata itu, sungguh tak bisa Adelia abaikan. Setiap kali netranya ingin menghindar, Bisma pasti selalu mempunyai cara tersendiri untuk membuatnya kembali terpaku menatapnya ke arah wajah tampannya."Katakan padaku, Adelia. Apa salahku sehingga kau terus berusaha menghindar seperti ini dariku?" Bisma segera mel
"Ya, buktikan dengan cara seperti itu agar aku bisa merasakan apa yang sebenarnya kau rasakan!"Adelia terdiam mendengarnya. Jantungnya berdetak semakin kencang seiring dengan sorot mata Bisma yang semakin mendominasi ruangan ini. Semakin lama dirinya kian merasa terpojok, apalagi pria tersebut meminta suatu hal yang amat tak diduganya.Mencium Bisma?Adelia tahu bahwa dengan mencium pria itu ia akan semakin terperosok dalam kebohongan yang sudah diciptakannya sendiri. Namun jika menolak, bukankah berarti dirinya mengakui sesuatu yang belum siap untuk diungkapkannya? "Kau tidak bisa, 'kan? Sudahlah, aku tidak akan memaksamu dan—""Aku akan melakukannya!"Adelia segera menahan tangan Bisma yang ingin menurunkannya. Sekali lagi ia mencoba menarik napas untuk menenangkan diri, hingga perlahan mulai meraih wajah tegas CEO tersebut dengan netranya yang sedikit berkaca-kaca."Adelia, aku butuh tahu bahwa kau masih sepenuhnya ada di sisiku. Ciuman ini bukan sekadar untuk membuktikan bahwa k
"Ini tambahan vitaminnya, Ibu Adelia. Jangan lupa untuk selalu diminum dan silahkan datang kembali jika nanti sudah habis."Adelia mengangguk seraya tak lupa mengucapkan kata terima kasih. Dengan kembali mengenakan kacamata hitam untuk menutupi identitas aslinya, Adelia langsung mencari keberadaan mobilnya di luar dan masuk ke dalam sana untuk memeriksa lagi semua obat-obatan dan vitamin yang baru saja dibelinya.Semakin lama memang semakin banyak tambahan vitamin yang harus dikonsumsi Adelia. Kondisi kesehatannya yang terkadang tak stabil membuatnya harus lebih ekstra lagi menjaga kesehatan, terlebih saat ini ada sesuatu yang harus dijaga di dalam kandungannya.Sudah hampir dua Minggu lebih Adelia telah berdamai dengan keadaannya. Ia mulai bisa menerima sepenuhnya kabar tentang kehamilannya, dan bahkan mulai berani mengecek kondisi kandungannya langsung ke rumah sakit meski hanya seorang diri seperti saat ini."Aku harap kau tidak rewel di dalam sana untuk sementara waktu ini ya? Tol
"Sial! Jadi dia mengancamku?!"Seorang wanita menggeram dengan semakin menggenggam erat ponselnya. Sesekali ia nampak mengusap ujung rambutnya dengan gusar seraya mencoba menenangkan diri di tengah himpitan waktu yang amat membuatnya sesak."Tidak! Biar bagaimanapun aku tidak bisa mengabaikannya juga begitu saja! Sepertinya aku memang harus memilih!" Citra sekali lagi bergumam seraya menatap bayangannya di depan cermin. Dengan berkali-kali menghela napasnya pelan, wanita yang sudah lama menjadi duri dalam rumah tangga Ardi dan Adelia tersebut kembali berpikir. Sesekali ia melirik kembali ke arah ponselnya untuk menunggu balasan dari seseorang yang amat sangat ditunggu-tunggu olehnya."Ah! Ayolah, Tuan Tampan! Kenapa di saat-saat seperti ini kau tidak bisa dihubungi?!" Citra kembali menggerutu seraya mencoba mengirimkan pesan teks terbaru.Citra tak menyerah menghubungi seseorang yang pernah mengajaknya untuk makan malam bersama. Meski janji itu sama sekali belum bisa dirasakannya sam
"Apa yang kau pikirkan?""Hmm?"Adelia langsung tersentak saat Bisma ternyata tiba-tiba menyadari lamunannya dan mengusap tangannya dengan lembut. Saat ini dirinya memang sudah berada di dalam mobil pria itu. Kurang lebih setengah jam lagi ia akan sampai di pengadilan untuk mengurus semua keperluan perceraiannya dengan Ardi.Perkataan Bisma sewaktu makan siang tadi, memang tengah menyelimuti pikiran Adelia saat ini. Entah kenapa Adelia jadi sedikit tak tenang karena merasa pria itu sudah mulai mengetahui sesuatu yang sudah sebisa mungkin ditutupinya selama ini."Tidak! Bisma pasti belum mengetahuinya! Biar bagaimanapun aku tidak boleh gegabah membuka semuanya lebih dulu!" batin Adelia sekali lagi seraya menatap pria di sampingnya.Saat ini Bisma memang kembali menaruh fokusnya ke arah jalanan. Adelia beralih menatap wajah tampannya meski dengan mulut yang tetap terdiam sambil sesekali membalas usapan pelan tangan pria itu.Ah, Bisma memang sosok pria yang hampir sempurna! Pria itu ham
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih