"Sial! Jadi dia mengancamku?!"Seorang wanita menggeram dengan semakin menggenggam erat ponselnya. Sesekali ia nampak mengusap ujung rambutnya dengan gusar seraya mencoba menenangkan diri di tengah himpitan waktu yang amat membuatnya sesak."Tidak! Biar bagaimanapun aku tidak bisa mengabaikannya juga begitu saja! Sepertinya aku memang harus memilih!" Citra sekali lagi bergumam seraya menatap bayangannya di depan cermin. Dengan berkali-kali menghela napasnya pelan, wanita yang sudah lama menjadi duri dalam rumah tangga Ardi dan Adelia tersebut kembali berpikir. Sesekali ia melirik kembali ke arah ponselnya untuk menunggu balasan dari seseorang yang amat sangat ditunggu-tunggu olehnya."Ah! Ayolah, Tuan Tampan! Kenapa di saat-saat seperti ini kau tidak bisa dihubungi?!" Citra kembali menggerutu seraya mencoba mengirimkan pesan teks terbaru.Citra tak menyerah menghubungi seseorang yang pernah mengajaknya untuk makan malam bersama. Meski janji itu sama sekali belum bisa dirasakannya sam
"Apa yang kau pikirkan?""Hmm?"Adelia langsung tersentak saat Bisma ternyata tiba-tiba menyadari lamunannya dan mengusap tangannya dengan lembut. Saat ini dirinya memang sudah berada di dalam mobil pria itu. Kurang lebih setengah jam lagi ia akan sampai di pengadilan untuk mengurus semua keperluan perceraiannya dengan Ardi.Perkataan Bisma sewaktu makan siang tadi, memang tengah menyelimuti pikiran Adelia saat ini. Entah kenapa Adelia jadi sedikit tak tenang karena merasa pria itu sudah mulai mengetahui sesuatu yang sudah sebisa mungkin ditutupinya selama ini."Tidak! Bisma pasti belum mengetahuinya! Biar bagaimanapun aku tidak boleh gegabah membuka semuanya lebih dulu!" batin Adelia sekali lagi seraya menatap pria di sampingnya.Saat ini Bisma memang kembali menaruh fokusnya ke arah jalanan. Adelia beralih menatap wajah tampannya meski dengan mulut yang tetap terdiam sambil sesekali membalas usapan pelan tangan pria itu.Ah, Bisma memang sosok pria yang hampir sempurna! Pria itu ham
Jantung Citra berdetak cepat kala menyadari maksud Adelia. Ia tahu tidak bisa mengelak lagi, tetapi sedikit tak menyangka Adelia akan menagihnya saat ini juga."Kau yakin sekarang?" bisik Bisma mendekat ke arah Adelia."Ya, aku yakin. Rasanya waktu tunggu persidangan masih cukup lama. Aku tidak mau dia sampai pulang lebih dulu karena ingin menghindar dari sesuatu yang telah dijanjikannya sebelumnya!"Adelia sengaja menekankan kata-katanya seraya menatap lurus ke arah Citra. Saat ini Adelia benar-benar menunjukkan kekuatannya di depan wanita itu, hingga membuat nyali Citra semakin menciut. Terlebih saat ini masih ada Bisma yang merupakan atasan tertingginya di kantor.Walau Citra sama sekali belum pernah mendengar atasannya bertanya tentang seseorang yang tengah Adelia cari. Namun tetap saja dirinya yakin kalau alasan Adelia bertanya semua ini padanya karena pria itu juga, apalagi masalah ini sangat berkaitan erat dengan perusahaan NinatyLux.Rasanya sangat tidak mungkin orang biasa se
"Ada apa, Tuan? Maaf, saya terlambat!"Seseorang yang baru saja datang sesekali menatap sekeliling. Situasi yang cukup tak tenang membuat kerutan di dahinya semakin bertambah, apalagi setelahnya hadir beberapa petugas kesehatan yang nampak begitu terburu-buru."Sepertinya mereka sengaja menguji kesabaranku!" Tangan Bisma terkepal erat membuat pengacara di sampingnya langsung mengerti."Sabar, Tuan. Saya yakin kejadian ini sama sekali tidak mempengaruhi tujuan kita. Semua bukti yang kita ajukan sebenarnya telah disetujui, sehingga Nyonya Adelia akan bisa segera terlepas dari pria itu!"Bisma mengangguk seraya mengusap pelan bahu wanita di sampingnya. Adelia nampak sedikit lemas saat menyaksikan drama Citra yang pura-pura pingsan, apalagi setelahnya Nyonya Sri kembali menyalahkannya dengan cara berteriak bagai orang yang kesetanan."Kau mau minum?" tawarnya lembut penuh pengertian."Tidak, Bisma. Terima kasih! Aku hanya ingin persidangan ini kembali dilanjutkan saja." Adelia bersuara p
"Maaf, waktu kunjungan sudah habis!"Seorang petugas yang tiba-tiba muncul membuat Citra menahan napasnya sesaat. Baru saja mulutnya hendak terbuka, bertanya tentang maksud perkataan yang baru saja didengarnya. Namun kini, Ardi telah ditarik masuk kembali ke dalam sel tahanannya hingga membuat dua sudut bibirnya tertekuk ke bawah."Turuti saja perkataanku, kita akan segera kembali seperti dulu sebentar lagi!""Tapi, Mas—""Percaya saja padaku, Sayang. Aku tidak akan membiarkanmu terus ditekan oleh mereka!"Citra akhirnya mengangguk seraya menggenggam sekali lagi tangan kekasihnya sebagai salam perpisahan. Jujur, hatinya sedikit merasa sedih karena harus kembali terpisah dengan pria yang selalu memanjakan dirinya tersebut. Namun untuk saat ini dirinya tak mempunyai pilihan lain, selain dari menunggu dan mengikuti semua arahan Ardi yang nampak sedang merencanakan suatu hal besar di belakangnya."Silakan, Nyonya. Anda bisa kembali lagi nanti saat waktu kunjungan tiba!""Baik, Pak. Terima
"Keluarga pemilik NinatyLux?"Lagi-lagi Ardi tertawa renyah, membuat tangan besar Bisma terkepal dengan erat. Andai saja tak mengingat di mana tempatnya berada saat ini, pasti sudah sedari tadi CEO NinatyLux tersebut melayangkan sebuah pukulan keras di wajah menyebalkan yang ada di hadapannya."Aku sama sekali tidak tahu rencananya pada keluarga pemilik NinatyLux! Yang aku kenal darinya hanyalah uang! Jadi kalau kau ingin bekerja sama dengannya untuk mengambil keuntungan juga, mungkin aku akan dengan senang hati memperkenalkannya padamu!""Sialan! Sepertinya berlama-lama di sini membuat otakmu semakin tumpul!" Bisma semakin menggeram dengan rahangnya yang kian mengeras.Bagaimana bisa Ardi malah mengajaknya untuk bekerja sama? Mati-matian dirinya berusaha membersihkan NinatyLux dari berbagai macam cara kotor yang ada di sana, tetapi kini malah dengan santainya pria itu mengajaknya untuk melakukan kecurangan juga.Dengan sebisa mungkin Bisma berusaha mengontrol emosi. Apalagi saat ini
"Ah! Sial! Ini juga terkunci!"Sebuah helaan napas yang cukup kasar terdengar setelahnya. Wanita yang baru saja didandani dengan begitu rapi itu terlihat sudah tak betah lagi dengan semua yang ada di sekelilingnya. Berkali-kali dirinya mencoba membuka satu-satunya jalan keluar yang bisa disentuhnya, tetapi sayang semua usahanya berakhir gagal begitu saja."Apa yang sedang kau lakukan di sana, Bella? Apa kau ingin melihat sisi lain diriku?" tanya seseorang yang tiba-tiba mendekat dengan seutas senyum tipis di wajahnya."Sisi lain mana lagi yang ingin kau tunjukkan padaku? Hah?! Aku sudah melihat semuanya! Mulai dari sikapmu yang sok perhatian padaku sampai menjadi orang gila seperti saat ini!"Bella kembali mendengkus dengan menatap tajam pria di belakangnya. Ia tak peduli dengan aura seram yang amat mematikan dari sorot mata pria tersebut. Yang dipikirkannya saat ini hanyalah cara untuk kabur karena dirinya tak bisa lagi terus menghilang tanpa kabar seperti ini.Sudah berapa lama diri
"Bisma? Ah, ternyata kau sudah datang?"Pertanyaan Adelia seketika teralihkan karena kedatangan Oma Nora yang sudah nampak lebih rapi dari kamarnya. Dengan dituntun oleh seorang pembantu yang tadi sempat mengkhawatirkan kondisi Adelia, wanita itu datang menghampiri dua anak muda yang sedang berbincang santai di ruang tamunya."Kebetulan aku baru saja datang, Oma." Bisma langsung bangkit dan mempersilakan wanita paruh baya tersebut untuk duduk terlebih dahulu."Bagaimana keadaan Oma hari ini? Lebih baik?" lanjutnya berusaha menghidupkan kembali suasana."Ya, seperti yang kau lihat saat ini. Omong-omong kau cepat sekali menjemput Adelia, Bisma? Apa kau sudah sangat tidak sabar menemuinya?""Ah ... Sebenarnya itu sedikit benar, Oma. Tapi sebenarnya alasan kedatanganku lebih awal ke sini karena ingin menghindari macet juga, aku tidak mau datang terlambat ke kantor nanti," ucap pria di samping Adelia tersebut dengan sedikit tersenyum dan meraih tangan Adelia sesaat."Ya, dari dulu kau mema
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih