Setelah keluar dari rumah sakit, Zayden tidak langsung pergi. Sebaliknya, dia duduk di mobil dan menyalakan sepuntung rokok. Ketika asap rokok mengepul, Zayden hanya menatap ke depan sampai melamun seolah-olah sedang merenungkan sesuatu. Dia baru kembali sadar ketika rokok itu sudah habis terbakar dan apinya menyengat tangannya.Zayden lalu menunduk dan membuang puntung rokok itu ke luar. Saat melihat jarinya yang memerah akibat terkena sengatan api tadi, Zayden mengernyitkan alisnya dengan semakin erat. Saat ini, Audrey bagaikan rokok di tangannya ini. Padahal Zayden tahu bahwa memegangnya dengan erat hanya akan melukai orang lain dan dirinya, tetapi dia malah tidak bersedia melepaskan Audrey.Zayden pun menyunggingkan senyuman yang menunjukkan sedikit sindiran. Barusan dia menyindir Audrey sangat rendahan karena begitu tergila-gila dengan seseorang. Sekarang, Zayden merasa bahwa dirinya sepertinya juga seperti itu. Namun, sebelum Zayden sempat berpikir lebih lanjut, suara deringan p
Setelah menyelesaikan infus di rumah sakit, Audrey pun hendak pergi. Zayden memang telah pergi, tetapi Audrey tidak tahu kapan pria itu akan kembali. Jika Zayden berpikir kebetulan sedang berada di rumah sakit dan ingin melakukan operasi aborsi langsung, Audrey sama sekali tidak bisa melawan. Oleh sebab itu, Audrey berpikir dia hanya bisa menghindar sejauh mungkin lebih dulu.Kebetulan, pada saat ini seorang perawat yang datang memeriksa kamar melihat Audrey hendak pergi. Dia pun bergegas menahan Audrey sambil berkata, "Nona Audrey, tubuhmu masih sangat lemah, jadi jangan asal gerak dulu."Mendengar hal itu, Audrey menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak perlu, aku merasa demamku sudah turun. Aku nggak merepotkan kalian lagi di sini."Seusai berbicara, Audrey hendak melepaskan tangan perawat itu. Namun, karena tubuhnya masih tidak bertenaga, Audrey menjadi berkeringat setelah bergerak untuk sesaat. Pakaiannya kembali basah dan menempel di tubuh. Hal itu membuatnya merasa sangat tid
Setelah berpikir panjang, Audrey hanya merasa bahwa dia mungkin tidak benar-benar pernah memahami Zayden. Bagi Audrey, pemikiran dan perasaan Zayden sangat sulit untuk dimengerti. Lantaran tetap tidak mengerti, Audrey hanya merasa pusing di kepalanya. Akhirnya, dia memadamkan lampu, lalu menarik selimut hingga menutupi kepalanya dan berhenti memikirkan hal itu.…Di sisi lain, Timothy telah pingsan sepanjang sore dan akhirnya kembali sadar saat malam hari. Begitu membuka matanya, dia langsung melihat Zayden berjaga di samping tempat tidurnya. Kemudian, Timothy merasa sedikit sedih dalam hatinya dan berdeham sambil berkata, "Apa yang terjadi padaku?"Saat mendengar suara, Zayden bergegas mendekat dan menjawab, "Tekanan darah Ayah naik karena emosi dan harus dilarikan ke rumah sakit. Tapi, tidak ada masalah serius lagi. Ayah sudah bisa pulang setelah beristirahat selama beberapa hari."Mendengar hal itu, Timothy mengangguk dan tidak banyak bicara lagi.Setelah suasana menjadi hening seje
"Begini, aku sedang di rumah sakit sekarang. Aku dengar kamu punya hubungan yang baik dengan Zayden, jadi aku ingin bertemu denganmu untuk membicarakan tentang masa depan kalian," kata Timothy dari ujung telepon.Saat mendengar perkataan ini, Shania juga tidak mengerti maksud perkataan Timothy. Namun, karena Timothy sudah bicara lebih dulu, dia tentu akan pergi. Bagaimanapun juga, sekarang Zayden sudah tidak bersedia bertemu dengannya lagi. Mungkin saja dia masih bisa memiliki kesempatan setelah bertemu dengan Timothy. Oleh sebab itu, Shania bergegas memanggil sopir untuk membawa dia pergi membeli suplemen mahal dengan jumlah yang banyak lebih dahulu sebelum berangkat ke rumah sakit tempat Timothy dirawat. Setelah masuk ke kamar pasien, Shania bergegas menaruh barang itu di samping ranjang pasien dan berkata, "Paman, salam kenal. Namaku Shania."Shania berbicara dengan sangat hati-hati. Dia takut dirinya akan salah berbicara sehingga membuat ayah Zayden marah. Kemudian, Timothy meliha
Timothy juga berpikir bahwa waktu itu Zayden juga sangat menolak Audrey, tetapi setelah mereka menghabiskan waktu bersama, perasaan di antara mereka juga ikut tumbuh. Ditambah lagi, Shania sendiri berjasa karena telah menyelamatkan hidup Zayden. Jadi, Zayden seharusnya juga akan lebih mudah menerimanya.Begitu mendengar perkataan Timothy, Shania merasa sangat bahagia dan dia menyahut, "Baiklah, aku pasti akan berusaha dengan baik dan nggak mengecewakan harapanmu."Tepat saat Shania hendak mengatakan sesuatu untuk menyanjung Timothy, pada saat ini suara ketukan pintu terdengar dari luar.Dia pun bertanya-tanya, apa mungkin Zayden telah kembali?Shania lalu pergi membukakan pintu dengan bahagia. Namun, Shania sama sekali tidak menyangka ternyata yang berdiri di depan pintu adalah seorang wanita muda yang cantik. Ketika melihat orang yang membukakan pintu adalah seorang wanita, Yasmin juga ikut tertegun. Namun, dia hanya melirik Shania sekilas dan berkata, "Kamu pelayan Keluarga Moore, '
Setelah beristirahat selama semalaman di kamar pasien, Audrey merasa sudah jauh lebih bersemangat. Namun, yang mengejutkannya adalah Zayden justru tidak datang sehingga membuat Audrey merasa sangat aneh. Audrey sontak merasa bahwa sikapnya ini sangat sulit dijelaskan. Ketika Zayden datang, Audrey merasa sangat cemas karena takut Zayden akan melakukan hal yang berlebihan.Namun, ketika Zayden tidak datang, Audrey pun merasa khawatir apakah Zayden sedang merencanakan sesuatu.Tepat saat Audrey sedang berpikir, teleponnya sontak berdering. Audrey membuka ponselnya dan raut wajahnya sontak menjadi dingin saat menemukan itu adalah nomor Yasmin. Audrey belum melupakan kejadian ketika wanita ini mengikatnya di pohon dan sengaja menyiksanya kemarin. Audrey sama sekali tidak menyangka bahwa Yasmin masih berani mencarinya.Audrey berpikir sejenak, lalu langsung menolak panggilan itu. Saat melihat Audrey tidak mengangkat, perasaan emosi di dalam hati Yasmin menjadi semakin besar. Dia langsung men
Wanita yang ada dalam foto itu sedang berbaring dengan beragam selang yang terpasang di tubuh untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Orang itu terlihat sangatlah lemah. Kemudian, mata Audrey memerah dan dia langsung menyentuh layar ponselnya. Setelah memperbesar wajah ibunya, Audrey bisa melihat bahwa ibunya sudah semakin kurus meski dibatasi oleh layar. Kondisi ibunya berbeda sangat jauh dari sebelum dia pergi. Hal ini menunjukkan bahwa ibunya tidak mendapatkan perawatan yang baik.Hati Audrey seketika terasa seperti tersayat. Jika dia bisa melepaskan diri lebih awal dan mencari ibunya, mungkin sekarang ibunya tidak perlu merasakan penderitaan itu. Tepat saat Audrey sedang tenggelam dalam perasaan bersalah dan menderita, telepon Yasmin kembali masuk dan dia berkata, "Bagaimana? Barusan aku menyuruh seorang pelayan untuk ke tempat tidur ibumu dan memotretnya. Selama kamu bersedia bekerja sama dengan kesepakatan yang aku ungkit tadi itu, aku akan memberitahumu lokasi spesifik ibumu agar
Audrey pun memutuskan untuk menghubungi Yasmin. Audrey tahu bahwa dia harus bersikap kooperatif lebih dahulu dalam situasi saat ini, lalu memikirkan cara yang lain lagi. Saat melihat Audrey meneleponnya kembali sesuai dengan perkiraannya, Yasmin pun mengangkat panggilan itu dengan puas dan berkata, "Kenapa? Kamu tetap mau membuat kesepakatan denganku, 'kan?""Aku setuju dengan permintaanmu, tapi aku mau menambah satu persyaratan. Ibuku harus menerima pengobatan yang sama baiknya dengan sebelumnya di tangan kalian. Selain itu, kamu harus mengirimkan foto kepadaku setiap hari agar aku tahu apakah ibuku baik-baik saja," seru Audrey.Audrey memang memilih untuk berkompromi, tetapi dia juga tidak akan duduk diam saja. Jika foto itu cukup banyak, mungkin saja salah satu di antaranya akan memberikan detail yang penting baginya untuk menemukan lokasi ibunya yang sesungguhnya.Selain itu, kondisi ibunya sekarang juga harus menerima pengobatan yang terbaik agar bisa bertahan sampai dia berhasil