Langkah Hanindita tergontai lemas. Mata sembab dengan sorot kekosongan, lingkaran hitam membuat mata sipitnya tenggelam. Tenggelam akan kesedihan yang mendalam. Bahu gadis itu terus merosot, seolah enggan lebih jauh memasuki kamar mayat. Seolah mengulur waktu agar bisa bangun dari mimpi buruk. Ya, dia berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Mimpi terkutuk yang dibenci semua anak di belahan dunia mana pun. Tentang bagaimana orang-orang berkumpul dengan wajah tertunduk. Memberikan penghormatan terakhir untuk orangtua mereka yang tertidur, selamanya. Ada Nyonya Selene dan Tuan Takeda yang terus mengawasi di belakang. Mereka ialah paman dan bibi Hanin. Keduanya gusar keponakannya itu akan pingsan lagi, jadi mereka selalu berusaha memegangi. Sayangnya, Hanin terus mengenyahkan pegangan mereka. Tak ada yang bisa membujuk orang yang ditinggalkan untuk baik-baik saja. Tidak ada. Bibir Hanin terbuka, sedikit menganga melihat kain putih telah menutupi tubuh sang ayah. Hanya sampai dada, w
Loey mengacingkan lengan jasnya di depan Nyonya Carol dan berkata, “Anda tak ingin ada pertumpahan darah di sini, kan?”“Apa yang coba Anda lakukan, Anak Kecil?” geram Nyonya Carol, giginya bergesekkan satu sama lain.“Aku? Melakukan hal semestinya sebagai—”“Sebagai?”Loey menghela napas. “Pemimpin PYRAMID.”“Apa?” pekik Nyonya Carol, nada suaranya amat melengking.“Kenapa Anda kaget begitu? Pak Letto telah menunjuk saya di surat warisannya,” terang Loey.“Lalu, kamu pikir AUSTIC tidak bisa disentuh? Panti itu adalah TKP perdagangan manusia! Kami harus menyelidiki apa saja di dalam PYRAMID dan AUSTIC,” tanya Nyonya Carol.“Saksi bisa disuap. Selama CCTV kereta belum ditemukan, Pak Letto tidak bersalah. Tidak ada bukti ia membagikan botol air itu. Surat wasiat yang ditemukan di sakunya bisa saja sengaja dimasukkan oleh seseorang.” Jasper mengotot. “Karena itulah, kalian memaksa, kan? Karena kurangnya bukti?” Loey menyeringai.Nyonya Carol menunduk dengan dengkusan jengkel. Dia bena
Si pria berantakan adalah julukan bagi Daffa Lintang Selatan di tahun 2015. Potongan rambut keriting aneh—dimana setiap sisinya tidak simetris, kantung mata abadi, dan ruas-ruas jari yang selalu memainkan gantungan kunci berbentuk karakter Optimus Prime.Pria itu benar-benar tidak peduli dengan penampilan. Baginya, sudah cukup punya otak yang jenius. Dia sangat yakin bisa keluar dari jerat kemiskinan lewat mahakaryanya yang fantastis ini. Apalagi, dia sedang berjuang keras agar bisa diterima sebagai ilmuwan resmi di perusahaan PYRAMID. Setelah mati-matian meminjam uang sana-sini untuk modal, dia bertekad tidak boleh gagal.Hari ini adalah harinya.Perjuangan selama berbulan-bulan membuat prototipe untuk ide—yang membuatnya berkali-kali memuji diri sendiri—sampai di titik temu.Daffa memutar gantungan kunci di atas meja kecil berbahan dasar kayu. Tak lama kemudian, gorden dapur tersibak. Memunculkan seorang nenek yang membawa nampan berisi nasi dengan telur dadar serta segelas
Angkara menyeret tubuh Daffa dan membiarkannya tergeletak di hadapan Nyonya Carol. Jumlah orang yang meringkuk kesakitan di sekitar mereka pun bertambah satu. Disha melirik jijik satu-satu orang-orang berseragam intel yang menangis seperti bayi.“Dia masih hidup,” ucap Angkara. Pupilnya menunjuk Daffa yang terkapar.“Siapa dia?” tanya Nyonya Carol. Pertanyaan yang sama di benak Hanin, Loey, dan Jasper saat mereka selesai membopong teman-temannya yang terluka ke tepi.“Dia hendak mencuri file penting PYRAMID, Anda harus memeriksa motifnya dan hubungannya dengan semua kejadian ini.” Angkara menjelaskan.Nyonyal Carol mendengus. Ia merasa kalah karena pria itu meski pertempuran tadi berakhir seri.“Baiklah. Aku akan memberi waktu kalian untuk mencari bukti yang menyatakan Letto Barlie tidak bertanggung jawab atas keracunan massal. Asal kalian menjauhi gedung ini untuk menghindari kecurangan.”“Tapi—” Hanin hendak protes, tapi Loey memegangi bahunya.“Bilang iya saja dulu,” bisik Loey.
“Tunggu,” cegah Meydisha. Mata dan telunjuknya masih menjelajahi layar.[Tiga ilmuwan dinyatakan tersangka: Gerald (30), Rachel (25), Frans (33). Gerald dan Frans dinyatakan tewas bunuh diri, Rachel dalam pencarian.]“Kalian harus temukan ilmuwan bernama Rachel,” timpal Angkara.Loey dan Olive berjalan ke samping Hanin.“Kami akan melakukan yang terbaik,” kata Loey.“Semangaaaat!” teriak Hanin sambil menggandeng kedua rekannya.Lambaian tangan Angkara mengiringi keberangkatan mereka. “Hati-hati!”Tiba-tiba Percy beranjak, lalu berlari menuju lift hotel. Angkara dan Meydisha hanya saling mengendikkan bahu melihat Percy yang seperti sedang ketinggalan kereta.Satu kaki Percy menjepit pintu besi itu dan membuatnya kembali melebar. Mata pria itu seakan berbicara lebih dulu, tepat saat Hanin membalas tatapannya. Tercermin ungkapan kecemasan berbalut rasa peduli lewat binar yang bergetar. Bibir Percy sedikit terbuka, tapi dia tampak begitu gugup.“Ada apa Percy?” tanya Hanin.Percy men
[Seseorang disandera di ruang rahasia, bisakah kalian membuat Daffa dan anak buahnya menjauh dari dapur selama mungkin?] Isi pesan dari Hanin diterima baik oleh ponsel Loey. Dia lantas beradu pandang dengan Hanin, lalu saling mengangguk. Pertanda mereka siap memulai aksi selanjutnya.Daffa hendak melangkah melewati pintu, tapi dia menarik kakinya mundur. Suara bising benda-benda berjatuhan di dapur menggoyahkan niatnya. Disusul dengan teriakan cempreng Hanin.“Tuan Daffa Lintang Selatan! Keluarlah! Ayo kita main!”Lirikan sinis mengarah pada kecil di tengah pintu. Refleksi dari gadis berkuncir itu juga menyedot perhatian dua anak buah. Daffa mengernyit, berusaha mengenali Hanin.“Siapa orang gila itu?” tanya Daffa.Salah satu anak buahnya maju lebih dulu, disusul Daffa yang tampak terlihat jengkel. Saat pintu dibuka, Loey mendadak muncul dan mengunci leher anak buah Daffa. Pria itu tak sempat melawan karena Loey langsung mematahkan lehernya, lalu mundur perlahan.Daffa membelala
Rachel memutuskan untuk menyerahkan diri demi menebus dosa-dosanya.Hingga hari pengadilan tiba, Rachel merasa puas melihat Daffa yang kacau, pasrah, seperti orang buangan. Tatapan pria itu kosong dan hanya menunggu putusan dari hakim.“Daffa Lintang Selatan, didakwa atas pasal pembunuhan berencana, pencurian, pengrusakan bukti, percobaan pembunuhan, dan pembunuhan terhadap seluruh korban keracunan massal, termasuk membersihkan tuduhan kepada Letto Barlie. Oleh karena itu, Daffa Lintang Selatan Resmi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.”Hakim mengetuk palu tiga kali. Petugas pengadilan lantas menggiring kembali Daffa. Namun, pria itu sempat menatap nanar Rachel yang masih duduk di kursi terdakwa.Jackterkekeh, sementara Rachel tak lagi berusaha menyembunyikan tatapan jijiknya. “Wanita kuat yang berpura-pura lemah, ternyata lebih buruk.”***Elang Satya berdiri kokoh di atas cart khusus sutradara, tepatnya di ujung tebing. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Di tengah terik
Seorang pria botak berjaket bomber memasuki salah satu kafe terkenal. Dia berjalan agak gelisah, tapi berusaha terlihat tak terguncang. Mendekati meja paling pojok dekat jendela. Di mana di sana, satu pria lainnya sedang duduk santai. Pria tua—dengan berewok tipis dan kupluk hitam bergambar kartun Mickey Mouse—memainkan sebatang rokok tak berasap. Walau terlihat jelas kerutan di dahi dan ujung mata, gaya pria itu tampak trendy dengan balutan celana jeans dan kaos anak muda serba hitam. Kemudian dibalut dengan jaket kulit berantai yang warnanya hitam pula. Tubuhnya masih tegap dan dia menyemir ubannya dengan warna cokelat.Pelupuk mata pria itu menangkap kedatangan si pria botak. Datar, tanpa antusiasme sedikit pun.“Saya bermaksud melapor,” kata si pria botak sambil membungkukkan badan. Setelah menerima afirmasi dari Black berupa sekali anggukan, pria botak membisikkan sesuatu. Cukup singkat dan Black langsung paham apa artinya.“Bagaimana keadaan Angkara, Gery?” tanya Black, to the