Home / Thriller / Digilai Psikopat / Sebelum Tragedi

Share

Sebelum Tragedi

Author: Secret Dita
last update Last Updated: 2022-03-16 20:16:10

《 BARA ARKAIS: BAGIAN KEDUA

Arkais selalu melihat kehebatanmu, bahkan di kala itu.

Mey, aku berada di belakangmu. Bersembunyi di balik tumpukkan jerami. Melihatmu berbincang dengan keparat gila yang menjadi alasanku hidup.

[Dia bukan si pria bertopeng. Dia putranya!]

Aku memandangi punggungmu, kamu menarik perhatian seseorang yang tak pernah dunia perhatikan. Seseorang yang terlalu lemah untuk memusnahkan si keparat gila. Aku bersyukur ia memberimu belati. Karena aku tak pernah diberi kesempatan untuk memegang benda itu. Tidak, semenjak aku mencurinya dan melenyapkan putri kesayangannya.

[Ia membunuh adiknya? Jantungku tersentak.]

Aku belum puas dengan hal itu. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, aku mengikuti kegilaannya hanya untuk mencuri belati itu dan menancapkan tepat di jantungnya. Tapi apa kamu tahu apa yang hebat?

Layaknya Orion yang dijadikan abadi dan membentuk rasi bintang terindah akibat panah dari Arthemi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Digilai Psikopat   Terkapar

    Derum mesin mobil terdengar. Alunan musik bernada musim panas menemani perjalanan singkat dan membuat Hanin tidak berhenti menari-nari kecil. Sepertinya, saja yang tidak punya kerjaan. Selain memandangi senyuman Reyvan yang khas dan sedikit aneh. Sungguh, dia tersenyum seperti itu sepanjang perjalanan kami. Siang ini, kami memutuskan untuk mengunjungi kebun binatang terdekat. Karena aku dan Hanin sama-sama menyukai hewan. Kalian tahu? Kami sudah membesarkan seekor kura-kura selama tiga bulan terakhir, Gery namanya. Gery sengaja kubiarkan tinggal di rumah Hanin, sebab aku jarang berada di rumah. Ah, aku sudah lama nggak menyapanya. “Teman-teman, kita sampai!” seru Reyvan. Alunan musik pun perlahan berhenti selagi ia memarkirkan mobil. Begitu keluar dari mobil, aku b

    Last Updated : 2022-03-16
  • Digilai Psikopat   Penculikan

    Melalui jendela kecil Ruang VIP, Angkara melihat cinta pertamanya terkulai lemas. Untuk pertama kalinya, perasaan damainya terusik oleh kekalutan. Belum lagi Hanindita yang tidak berhenti menangis menyesali perbuatannya membuat suasana lebih tegang. Berulang kali Angkara menggosokkan tangan yang berkeringat. Di pikirannya hanyalah Meydisha, Meydisha, dan Meydisha. Disha bertahanlah, kamu kuat. Sementara sosok kakak tingkat yang enggan Angkara anggap sebagai seniornya, tidak berhenti memarahi pacarnya sendiri. “Tidak bisa, Kamu harus bertanggung jawab! Aku akan melaporkanmu! Kalau dibiarkan kamu bisa mencelakai orang lain lagi!” oceh Reyvan sambil mencoba menyeret paksa Hanin. Angkara mengum

    Last Updated : 2022-03-16
  • Digilai Psikopat   Toxic

    “Hanindita! Hanin! Buka pintunya!”            Angkara menggedor pintu sekeras mungkin. Setelah mencoba beberapa kali tetapi tidak ada jawaban dari Hanin, giliran Pak Taruna yang memanggil Hanin dengan suara agak lantang.            “Bagaimana kalau kita dobrak saja?” seru salah satu dari dua anak buahnya.            “Benar, supaya kita segera tahu apa yang terjadi di dalam!” balas anak buah yang lainnya.            Pak Taruna menoleh ke arah Angkara yang kebingungan.            “Coba kamu telepon sekali lagi! Jika ia tidak juga menjawab, kita terpaksa mendobrak paksa.” Perintah Pak Taruna.             Angkara mengangguk lalu mencoba menghubungi kembali Hanin. Sudah dua kali dengungan, belum ada jawaban. Dan pada dengungan ketiga...            “Halo, Angkara”            “Halo, Hanin? Kamu di rumah? Kamu baik-baik saja, kan? Apa sesuatu yang buruk terjadi?”            “Aku dalam perjalanan ke rum

    Last Updated : 2022-03-18
  • Digilai Psikopat   Hell Boy

    Hawa dingin merasuk ke dalam kulitku. Meski begitu, aku tidak sampai menggigil. Sebab, nyatanya terselubung rasa sejuk yang mendamaikan pikiran di saat mataku masih terpejam. Indera pendengaranku mulai menangkap  kicauan merdu para burung yang di mimpiku sedang berjemur mesra bersama mentari pagi. Samar-samar terdengar deru ombak seperti sedang menyapu pesisir pantai. Untuk sepersekian detik, aku berhasil dikelabui oleh alam, kasur yang empuk, dan selimut tebal.            Meydisha bodoh! kamu bukan sedang berlibur, tetapi diculik!            Jiwaku tersentak dan mataku langsung membelalak. Semua yang kurasakan nyata. Terbaring di tengah kamar yang akan terhubung langsung dengan hutan apabila tidak dibatasi oleh kaca raksasa transparan berbalut gorden warna keemasan. Sekarang, aku mencoba bangun. Namun, malah suara tulangku yang terdengar.Argh.            Tangga beton sialan. Kapan tulang ekorku bisa sembuh? Sudah berapa lama aku berada di tem

    Last Updated : 2022-03-19
  • Digilai Psikopat   Ancaman

                “Sampai kapan pun, kamu nggak akan bisa menggenggam jiwaku!” tegasku.            “Bagaimana bila kubeli dengan nyawa ayahmu?”            Tanganku mengepal. Sumpah, aku ingin sekali menonjok wajahnya.            “Jangan berani menyentuh ayahku!” perintahku.             Ia malah mengelus lembut pipiku, “Semua tergantung padamu.” Bisiknya.              Mataku memerah, deru napasku sudah tak beraturan.PRAANGG!            Kuhantam keras nampan yang ada di sampingku. Mangkuk dan gelas menjadi hancur berkeping-keping. Air dan bubur sudah menyatu menggenangi lantai. Reyvan tampak kaget sejenak.            “Kupikir kamu tidak akan mau melihat tubuh ayahmu hancur berkeping seperti ini. Ah, dan gajah jelek di kebun binatang itu.” Ucapnya santai.             Air mataku mengalir deras. Aku tidak bisa menahannya lagi. Tampaknya, isakkanku juga mengganggunya sebab ia langsung serpihan beling dan m

    Last Updated : 2022-03-20
  • Digilai Psikopat   Day by Day

    Hari kelima sejak berita hilangnya Meydisha tersiar ke seluruh penjuru negeri. Termasuk Angkara dan pihak kepolisian yang kewalahan sebab tidak henti-hentinya didatangi media. Awak media menargetkan Angkara yang memaksakan diri untuk keluar di rumah sakit begitu lukanya selesai dijahit. Semua menjadi kacau ketika rekaman CCTV dari rumah sakit sengaja disebarkan oleh Penulis Arkais palsu sebagai perintah dari Reyvan Purnama. Penulis Arkais yang sesungguhnya itu memang menghendaki mereka semua kehilangan fokus dalam mencari Meydisha.            Reyvan juga menyuruh Penulis Arkais palsu membuat beberapa artikel manipulatif yang membuat seolah Angkara dan pihak kepolisian sengaja menutupi bahaya yang mengintai Meydisha. Selain itu, rumor-rumor buruk tentang Angkara. Ia dituduh menjadi mucikari, melecehkan, memanfaatkan, bahkan membunuh Meydisha.            Angkara merangkapkan kedua jarinya menjadi sebuah genggaman keras di atas lututnya, menunduk lesu di ruang rapat

    Last Updated : 2022-03-21
  • Digilai Psikopat   Kembang Api Langit

    Aku sudah duduk tegak di depan layar laptop yang sudah menampilkan halaman kepenulisan Penulis Arkais. Sementara Kak Reyvan mengawasiku dari belakang. Dengan sedikit kikuk, kuletakkan jari jemariku di atas papan keyboard. Tapi tak lama setelah itu, aku mengangkat kembali telapak tanganku dan berbalik ke arahnya. “Kenapa kakak tidak segera menghapus saja Novel ini? Kakak ‘kan sudah berhasil mendapatkanku. Buat apa kakak meneruskannya?” Protesku. Ia terkekeh. “Kamu bodoh? Setiap cerita harus memiliki akhir. Jika aku menghapusnya begitu saja, kisah kita akan menjadi teori konspirasi abadi.” Cetusnya. Aku mendengus. “Lalu bagaimana denganmu? Kenapa kamu malah ingin menulis bab terbaru novel ini? Bukankah tujuanmu adalah menghentikan ceritanya?” Kak Reyvan balik bertanya. Aku terdiam sejenak, memikirkan alibi yang masuk akal. “Tujuanku menghentikanmu, bukan ceritanya.” Tegasku lalu kembali berbalik ke laptop.

    Last Updated : 2022-03-22
  • Digilai Psikopat   Tebing

               Kepalaku dibenturkan berkali-kali ke kaki ranjang. Aku sudah lemas, seribu kali lemas. Lengkingan putus asa tertangkap di telinga. Kurasakan darah segar mengalir dari pelipisku, turun ke pipi dengan perih yang teramat sangat.           Ia berhenti dan aku masih memegang kesadaran meski mataku sudah hampir terpejam.           “Ini tidak benar. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi dariku. Aku harus memotong kakimu!”            Mendengar ancamannya. Kesadaranku meningkat tajam. Mataku membelalak, aku takut. Aku takut dia benar-benar akan melakukannya. Karena dia adalah psikopat gila. Ketika ia mencoba beranjak, aku langsung menguatkan diriku untuk menarik kedua bahunya. Kutarik dia dalam pelukanku. Memeluknya erat sambil terisak. Bajunya menjadi basah karena tangisku.           “Aku tidak akan pergi. Kumohon, jangan. Aku ingin berjalan di sampingmu. Kumohon.” Rintihku.            Aku sukses membuatnya tak bergeming untuk se

    Last Updated : 2022-03-22

Latest chapter

  • Digilai Psikopat   Last Message

    Akhirnya Tovan dapat bernapas lega. Setelah lima belas menit berlalu, ia bisa melihat Meydisha berkedip meski pergerakan sangat pelan. Sementara dokter sibuk memeriksa kondisinya secara keseluruhan, Meydisha menatap langit-langit rumah sakit dengan tenang. Barangkali, dia belum sadar kehadiran Tovan di sana. “Untuk sekarang ini, tanda-tanda vital menunjukkan respon baik. Tidak ada masalah pada semua jahitan. Kami akan membuka jahitan begitu ia mengering,” jelas dokter wanita bernama Raisa. Setelah mendapat ucapan terima kasih dari Tovan, dokter bersama suster pergi meninggalkan ruangan. Seperti biasa, kamar VIP itu cuma ada Tovan dan Meydisha. Tovan berdeham. Meski begitu, suasananya lebih canggung karena gadis itu tahu kehadiran Tovan. “Kamu yang nyelametin aku? Nama kamu siapa?” tanya Meydisha parau. “Tovan Adipati, gue anaknya—” Keraguan dan rasa bersalah menyeruak di relung hati. Tovan tidak tahu apa yang Meydisha lakukan bila dia tahu semuanya. Apa Meydisha bakal melarikan d

  • Digilai Psikopat   Sakral

    Tetes demi tetes darah bercucuran. Muncul dari teririsnya urat nadi leher Angkara. Angkara? Suamiku yang kucintai? Meydisha berdecih, mengertakkan giginya. Berusaha tak acuh dengan erang kematian dari pria busuk yang perlahan runtuh, lalu ambruk ke tanah bebatuan.“Aku tahu semuanya, Reyvan Purnama,” ucap Meydisha, sangat jelas sekaligus getir.“O-oh-ohok, tol—tol—”Nyawa Reyvan berada di ujung tenggorokan dan tak mampu mengeluarkan satu kata pun. Reyvan memegangi lehernya sekuat tenaga dengan dua kaki menggesek-gesek tanah. Satu tangannya kini lepas, mencoba menyentuh kaki Meydisha. Di detik-detik yang tersisa, ia memohon pengampunan. Berharap Meydisha masih memiliki belas kasih untuk menyelamatkan dirinya.“Selamat karena berhasil hidup bersamaku dalam waktu yang singkat, Reyvan. Tapi, asal kamu tahu, di hari aku sadar kepalsuanmu, kamu tidak pernah menggantikan suamiku, Angkara Langit Putra. Dia tidak pernah sekali pun hilang dari lubuk hatiku. Aku tidak tahu apa yang kamu lakukan

  • Digilai Psikopat   Terdesak

    Hardikan Angkara membuat burung-burung yang bertengger terbang ketakutan. Wajah pria itu memerah sepenuhnya. Rahangnya mengeras bagai batu dan gemetar hebat ketika dipaksa berbicara. Urat syaraf menjalar seperti akar di pelipisnya. Kesabaran Angkara sudah meledak habis. Api yang paling jahat adalah yang membakar jiwa raga. Ia membumi-hanguskan perasaan tanpa meninggalkan asap. Yang artinya, bekas luka akan abadi mengepul kehidupan Angkara. “Sudah terlambat, Angkara,” ungkap Black memecah akal sehat pria yang menggila di atasnya. “Asal kau tahu, aku tak berniat sampai membunuhnya. Hingga sialnya—oopss! Kami ketahuan bakal membunuhmu. Kamu mau melihatnya terakhir kali?” Hening menyeruak, tapi batin Angkara menjerit. Telinganya mendadak tuli, terbawa arus duka yang luar biasa menyakitkan. Ia tak sadar kapan anak buah Black yang pitak itu memberikan ponsel ke bosnya. Potongan Fot

  • Digilai Psikopat   Anak panah

    “Kak Luther menunggumu di sana.” Lia menunjuk punggung kakaknya yang berdiri tegap di ujung tebing. Kedua tangannya disilangkan ke belakang. Berulang kali menoleh ke segala sisi hamparan laut di bawahnya. Sepertinya Pak Luther fokus sekali merasukkan energi tenang dari air ke dalam jiwa raganya. Ia berbalik, nyaris tergelincir kerikil. Merasakan kehadiran Angkara yang membuat sendi-sendi kakinya melemah. “Akhirnya Anda datang,” sambut Pak Luther tersenyum kecut. “Akan kutinggalkan kalian berdua. Kasian Jake sendirian di kamarnya,” timpal Lia sebelum akhirnya pergi. Angkara maju ke tak jauh dari bibir tebing, berdiri di samping Pak Luther. “Saya datang untuk pamit,” ungkap Angkara menyesal. “Ya, saya barusan membaca berita tentang rumor jahat bahwa ketika kecil Anda sempat membunuh psikopat. Rupanya media paling gesit menyebar

  • Digilai Psikopat   Pertanyaan

    “Halo, Lia? Pak Luther? Bu Angel?” Meydisha mengetuk pintu ruang keluarga Pak Luther. Tidak ada jawaban. Dari halaman kantor, lobi, dan kediaman keluarga itu sepi sekali. Apa mereka sudah tidur? Benak Meydisha. Akan tetapi, kalau benar, pintu kaca biasanya terkunci. Itu pun di atas jam sembilan malam. Gagang pintu tak sengaja ditekan Meydisha, engsel berderit. Benda itu terdorong. Membuka portal dunia yang jauh lebih sunyi daripada di luar. “Lia? Bu Angel? Pak Luther?” panggil Meydisha lagi, lebih mengeraskan suara. Kakinya melangkah maju, sedikit demi sedikit masuk ke dalam rumah setelah menutup rapat pintu. Sejauh mata memandang, pintu-pintu kamar terbuka, tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan. “Ke mana mereka semua pergi?” gumamnya sendirian. Kekosongan rumah keluarga itu seolah mengaktifkan jiwa ala ‘detektif’ Meydisha. Benaknya digebu-gebu rasa penasaran. Feeling-nya membisikkan ada yang salah di sini. Mereka harusnya lapor pada Angkara lebih dulu jika bepergian. Teledor sekal

  • Digilai Psikopat   Kambing Hitam

    “Nangis? Angkara! Kamu menangis nonton film anti hero?” seru Meydisha, berusaha menengadah di leher Angkara. Angkara menggesek dagunya ke puncak kepala Meydisha. Membiarkan setitik airmata menetes sekaligus supaya perhatian istrinya balik ke layar proyektor. Dinding yang semula putih bersih, sekarang menampilkan jelas adegan-adegan fantastis. Di mana para penjahat kelas kakap serentak berbalik, mengubah langkah mereka dan tidak meninggalkan warga kota yang tengah diserang alien. Tidak acuh pada fakta bahwa mereka sebenarnya melangkah pada kematian. Bunuh diri. Angkara mempererat dekapannya pada Meydisha, selimut pun ikut andil menggulung keduanya dalam kehangatan. “Kamu tidak merasa tersentuh? Manusia yang biasa anggap jahat, ternyata punya sudut pandangnya sendiri untuk menyelamatkan dunia. Lihat! Mereka masih mengikuti hati nurani,” ujar Angkara. Meydisha memutar bola mata. “Ya ... di dunia nyata, kuanggap orang-orang itu adalah orang bodoh.” “Loh, kenapa? Mereka rela mati unt

  • Digilai Psikopat   Story Telling

    Sam gaduh bahkan sebelum masuk ke dalam rumah Pak Letto. Menggendong tas di sebelah bahu selagi mengunci sebelah tangan Angkara. Sementara di sisi yang lain, Loey melakukan hal sama—bedanya bibir pria itu terkunci rapat. Walau sesekali tersungging karena peringatan protektif Sam pada Angkara. Dokter bilang memang Angkara sudah bisa dibawa pulang sebab kondisinya stabil, tapi Sam tetap khawatir. Anak laki-laki itu menjadi yang tersigap dalam menjaga orang nomor satu se-AUSTIC. Parno kalau kepalanya memunculkan efek vertigo yang membuat pria itu kehilangan keseimbangan. Sepanjang perjalanan dari rumah sakit, Sam terus saja berkata, awas!—di setiap langkah Angkara. Takut tersandunglah, takut menginjak kacalah, dan tak berhenti bertanya di bagian mana Angkara merasa sakit, dan seperti apa rasanya. “Sam, sudahlah. Kau ini berisik sekali, mengalahkan nenek-nenek!” dengus Angkara. Mereka meniti tangga-tangga kecil menuju ke teras rumah. Sementara itu, Hanin mengemudikan mobil dan hendak

  • Digilai Psikopat   Hangout

    Permukaan handuk basah yang semula dingin, kini merasukkan kehangatan ke telapak tangan Bu Angel. Sudah kali ketiga dia mencelupkan lagi handuk ke baskom berbahan alumunium. Memerah benda berbulu halus itu hingga kering, lalu ditempatkan di atas kening Meydisha. Kesadaran Meydisha tergugah karena dingin menyesap. Sembari berusaha membuka matanya yang rapat, perempuan itu membasahi bibirnya yang kering. “Angkara di mana, Bu?” tanyanya parau. “Aku di sini, jangan khawatir,” sahut Angkara, langsung bersimpuh di bawah ranjang. Satu tangan Meydisha yang terselip di balik selimut diambil alih oleh Angkara. Dia membungkus tangan itu, hawa panas yang terembus membuat Angkara cemas. Meski yang sebenarnya Meydisha rasakan adalah dingin yang menusuk. Angkara Meydishagis gelisah. “Demammu kenapa belum turun juga?” “Mungkin kemarin terlalu lama terendam,” kata Meydisha, pita suaranya setipis desau angin. Bu Angel berdiri. “Karena Nyonya Meydisha sudah bangun, saya akan siapkan paracetamol,

  • Digilai Psikopat   Break

    Tumit Hanin menendang kencang kaleng bekas. Dentingannya nyaring membentur tiang di depan markas. Raut wajah Hanin kusut, menemui medan yang butuh sedikit tenaga bagi kakinya. Menggerutu, Hanin tidak habis pikir kenapa ada tanjakkan segala untuk bisa ke markas. Padahal tadi pagi, dia yang paling bersemangat di antara Hanin dan Loey. Dia adalah orang pertama yang mengisi toilet. Mandi lebih awal dan sudah menyemprot seluruh tubuh dengan parfum beraroma premen karet. Dia semangat menemani Loey lagi, sama seperti beberapa hari ke belakang. Yang tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Walau gadis itu seringkali bingung sendiri apa yang harus dilakukan di sana. Seperti orang bodoh, Hanin cuma bisa melongo di depan suster yang mengganti cairan infus juga tak berani bertanya saat dokter memeriksa. Situasi formal selalu jadi momen menyebalkan bagi Hanin. Namun ketika memandang Loey dengan kedua matanya yang tertutup rapat, badai bergemuruh lagi di dalam hati gadis itu. Hanin merangkapk

DMCA.com Protection Status