“Biar aku yang menyetir, Nona.” Angkara membungkuk di balik jendela. Senyumannya seketika menular pada Disha. Mereka terkekeh hanya karena senang melihat satu sama lain. “Tidak perlu. Aku sedang mood mengemudi. Ayo cepat naik! Aku lapar!” Tanpa basa-basi lagi, Angkara segera membuka pintu dan duduk di samping kemudi. “Gimana? Lancar-lancar saja kan hari ini?” Pertanyaan wajib Meydisha tidak pernah terlewat saat menjemput suaminya. Namun, Angkara selalu memberikan jawaban beragam. Baginya, dalam rumah tangga penting sekali keterbukaan, bahkan untuk hal sekecil apa pun. Angkara berharap, Disha dia melakukan hal yang sama padanya. Untuk tidak menyembunyikan apa pun, termasuk atas apa yang sedang terjadi atau dirasakannya. Ketika mereka terikat benang pernikahan, itu berarti berjanji akan saling berbagi semua hal, sehidup semati. “Hm ... sedikit menyebalkan karena senioritas, tapi tentu saja bisa kutangani,” ungkap Angkara. Ia selesai memasangkan sabuk pengaman, lalu melirik istrinya
Reyvan sungguh berusaha mengubah suara kasarnya menjadi suara pria tua lembut, tapi berwibawa. Ingat, seorang Elang Satya harus memberikan kesan yang jauh berbeda. Di jilid naskah tertera judul bertuliskan, ‘The Fire Stealer’. Angkara menyunggingkan bibir, terdengar berani dan ear-catching. Satu hal yang membuat alisnya terangkat adalah keterangan di sudut paling atas. “Film fiksi ilmiah?” Angkara melirik CEO-nya dan sosok Elang bergantian. Elang mengangguk. Ia merangkapkan jari-jemari, bertumpu di atas paha dan menorehkan tatapan penuh binar. Seakan-akan ia sedang menawarkan kesempatan emas yang diperuntukkan khusus untuk Angkara. “Ya, it’s definitely a futurictic movie. Tidak, lebih dari itu. Ini adalah proyek besar tentang program hukuman penjara berbasis metaverse yang disebut Fantasia. Kau akan berperan sebagai profesor yang memimpin proyek. Hebatnya, pemerintahan berencana akan merealisasikan proyek ini di dunia nyata, makanya mereka memberi subsidi sebesar 80 persen,” te
Handsfree yang menguntaikan alunan melodi lembut terpaksa lepas dari telinga Merin. Padahal tidak biasanya Merin mendengarkan jenis lagu seperti itu. Khusus hari ini, dia mengenyahkan playlist lagu beraliran keras. Tujuannya simpel, untuk bisa menangis. Merin hampir mengutuk diri sendiri. Mengapa susah sekali baginya untuk menderaskan air mata? Sepanjang malam dia menonton drama Korea, tapi sampai tamat pun dia hanya melongo. Gadis itu menyambar gunting. Kemudian, mengoyak isi bantal dan mengobrak-abrik busanya. Berharap dengan mendramatisir keadaan, dia bisa menangis sekaligus mengamuk. Namun, dia malah tertawa keras dengan nada meringis. Merasa konyol pada dirinya sendiri. Sampai akhirnya, dia menemukan unpopular opinion tentang lagu di internet. Bila bahagia, orang akan fokus pada ritmenya. Bila sedih, orang akan fokus pada liriknya. Maka dari itu, dia datang ke kampus lebih awal. Duduk di kelas yang masih kosong. Sibuk men-scroll lirik sambil menghayati sebuah lagu yang
Butuh waktu setengah jam untuk sampai di restoran yang direkomendasikan Hanin. Sebuah restoran ayam goreng ala Indonesia yang terletak di Anzac Parade Kingsford, Sydney. Mereka harus transit ke Anzac Pde di Middle St . Kemudian, jalan kaki hanya sejauh 140 meter. Ya, benar. Ini bulan ketiga Angkara melakukan syuting di luar negeri, tepatnya Sydney. Dirinya akhirnya menyetujui film The Fire Stealer yang bercerita tentang Fantasia. Sementara, Meydisha dan Hanin ikut dalam rangka liburan mereka sekaligus mengunjungi ayah Hanin yang memilih menepat di negeri Kangguru ini sejak tiga tahun terakhir. Ketiganya sungguh bergembira karena bisa mengambil kesempatan emas ini bersama. Sepanjang perjalanan di kereta, Raditya terus mengoceh. Ia tak berhenti menjelaskan keunggulan restoran itu. Citarasa, suasana, harga, bahkan mendeskripsikan sendiri interiornya. Kesabaran Meydisha benar-benar diuji sebab duduk di sebelahnya. Kendati sejak awal, gadis itu tidak berpaling dari pemandangan kosong di
Langkah Hanindita tergontai lemas. Mata sembab dengan sorot kekosongan, lingkaran hitam membuat mata sipitnya tenggelam. Tenggelam akan kesedihan yang mendalam. Bahu gadis itu terus merosot, seolah enggan lebih jauh memasuki kamar mayat. Seolah mengulur waktu agar bisa bangun dari mimpi buruk. Ya, dia berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Mimpi terkutuk yang dibenci semua anak di belahan dunia mana pun. Tentang bagaimana orang-orang berkumpul dengan wajah tertunduk. Memberikan penghormatan terakhir untuk orangtua mereka yang tertidur, selamanya. Ada Nyonya Selene dan Tuan Takeda yang terus mengawasi di belakang. Mereka ialah paman dan bibi Hanin. Keduanya gusar keponakannya itu akan pingsan lagi, jadi mereka selalu berusaha memegangi. Sayangnya, Hanin terus mengenyahkan pegangan mereka. Tak ada yang bisa membujuk orang yang ditinggalkan untuk baik-baik saja. Tidak ada. Bibir Hanin terbuka, sedikit menganga melihat kain putih telah menutupi tubuh sang ayah. Hanya sampai dada, w
Loey mengacingkan lengan jasnya di depan Nyonya Carol dan berkata, “Anda tak ingin ada pertumpahan darah di sini, kan?”“Apa yang coba Anda lakukan, Anak Kecil?” geram Nyonya Carol, giginya bergesekkan satu sama lain.“Aku? Melakukan hal semestinya sebagai—”“Sebagai?”Loey menghela napas. “Pemimpin PYRAMID.”“Apa?” pekik Nyonya Carol, nada suaranya amat melengking.“Kenapa Anda kaget begitu? Pak Letto telah menunjuk saya di surat warisannya,” terang Loey.“Lalu, kamu pikir AUSTIC tidak bisa disentuh? Panti itu adalah TKP perdagangan manusia! Kami harus menyelidiki apa saja di dalam PYRAMID dan AUSTIC,” tanya Nyonya Carol.“Saksi bisa disuap. Selama CCTV kereta belum ditemukan, Pak Letto tidak bersalah. Tidak ada bukti ia membagikan botol air itu. Surat wasiat yang ditemukan di sakunya bisa saja sengaja dimasukkan oleh seseorang.” Jasper mengotot. “Karena itulah, kalian memaksa, kan? Karena kurangnya bukti?” Loey menyeringai.Nyonya Carol menunduk dengan dengkusan jengkel. Dia bena
Si pria berantakan adalah julukan bagi Daffa Lintang Selatan di tahun 2015. Potongan rambut keriting aneh—dimana setiap sisinya tidak simetris, kantung mata abadi, dan ruas-ruas jari yang selalu memainkan gantungan kunci berbentuk karakter Optimus Prime.Pria itu benar-benar tidak peduli dengan penampilan. Baginya, sudah cukup punya otak yang jenius. Dia sangat yakin bisa keluar dari jerat kemiskinan lewat mahakaryanya yang fantastis ini. Apalagi, dia sedang berjuang keras agar bisa diterima sebagai ilmuwan resmi di perusahaan PYRAMID. Setelah mati-matian meminjam uang sana-sini untuk modal, dia bertekad tidak boleh gagal.Hari ini adalah harinya.Perjuangan selama berbulan-bulan membuat prototipe untuk ide—yang membuatnya berkali-kali memuji diri sendiri—sampai di titik temu.Daffa memutar gantungan kunci di atas meja kecil berbahan dasar kayu. Tak lama kemudian, gorden dapur tersibak. Memunculkan seorang nenek yang membawa nampan berisi nasi dengan telur dadar serta segelas
Angkara menyeret tubuh Daffa dan membiarkannya tergeletak di hadapan Nyonya Carol. Jumlah orang yang meringkuk kesakitan di sekitar mereka pun bertambah satu. Disha melirik jijik satu-satu orang-orang berseragam intel yang menangis seperti bayi.“Dia masih hidup,” ucap Angkara. Pupilnya menunjuk Daffa yang terkapar.“Siapa dia?” tanya Nyonya Carol. Pertanyaan yang sama di benak Hanin, Loey, dan Jasper saat mereka selesai membopong teman-temannya yang terluka ke tepi.“Dia hendak mencuri file penting PYRAMID, Anda harus memeriksa motifnya dan hubungannya dengan semua kejadian ini.” Angkara menjelaskan.Nyonyal Carol mendengus. Ia merasa kalah karena pria itu meski pertempuran tadi berakhir seri.“Baiklah. Aku akan memberi waktu kalian untuk mencari bukti yang menyatakan Letto Barlie tidak bertanggung jawab atas keracunan massal. Asal kalian menjauhi gedung ini untuk menghindari kecurangan.”“Tapi—” Hanin hendak protes, tapi Loey memegangi bahunya.“Bilang iya saja dulu,” bisik Loey.