Bab 24Flash Back"Jadi seperti itu kisahnya, Nando. Makanya saat tahu kamu anak Amelia, aku tak heran, jika dia sangat membenci Nabilla," ucap Nathan setelah menceritakan semuanya. Sedikit rasa lega menyelinap di hati lelaki yang sudah tidak muda itu.Nando masih menganga mendengar. Hatinya berdenyut sakit. Gara-gara masa lalu, dia harus ke bawa dalam arus itu. Arus yang tak semestinya dia ada."Maafkan Mama, Om!" Hanya itu yang bisa Nando katakan. Nathan memaksakan melempar senyum. Dia menggelengkan kepalanya pelan. Pertanda, Nando tak perlu untuk meminta maaf. "Maafkan, Om, juga! Karena ini semua berawal dari kesalahan, Om," balas Nathan. Nando menanggapi dengan anggukan saja. Menghela napasnya panjang, untuk mengurangi rasa sesak yang ia rasakan."Lalu apa yang harus kita lakukan, Om?" tanya Nando. Nathan menghela napasnya sejenak. Terus menata hatinya. "Emm ... Om sebenarnya ada ide, mudah-mudahan bisa meluluhkan hati Mama kamu," jawab Nathan. Nando melipat keningnya sejenak."
Bab 25FirasatPraaannggg ....Tiba-tiba, gelas yang dipegang oleh William, terjatuh begitu saja dari genggamannya. Berserak di lantai begitu saja. Cukup membuat dirinya terkejut. Bukan hanya William saja yang terkejut, tapi napi yang lainnya juga. Semua mata hampir menoleh ke asal suara. Lebih tepatnya memastikan."Hati-hati! Jangan banyak ngelamun!"' teriak napi lainnya. William segera menoleh ke asal suara. "Iya, maaf!" hanya itu tanggapan dari William. Dia lagi enggan untuk adu mulut. Dia lagi malas untuk duel. William segera mengambil sapu dan membersihkan pecahan gelas itu. Tanpa banyak basa-basi. Yang ada hatinya ia rasakan tak enak. "Ada apa ini? Kenapa hatiku jadi tak tenang gini?" ucap William dalam hati. Kemudian dia menarik napasnya panjang dan mengembuskannya pelan. Dia tetap membersihkan pecahan gelas itu. Walau dengan perasaan yang semakin tak nyaman. "Mudah-mudahan ini bukan pertanda apa-apa! Apa lagi pertanda buruk!" ucap William lirih, penuh harap. Ya, berharap
Bab 26Laju KencangNathan sudah tak memikirkan keselamatannya lagi. Dia melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Yang ada dalam pikirannya, yang penting segera sampai. Segera bisa menemui anaknya. Semoga segera melihat anaknya dalam keadaan baik-baik saja. "Mobil gila!""Mobil semvak!""Ji4nc0k!""Sopir gendeng!"Makian orang yang hampir keserempet tak ia pedulikan. Yang penting dia segera sampai di POM Bensin, di mana anaknya ada di sana. Bayangan raut wajah Nabilla ketakutan, cukup mengganggu pikirannya. Ya, tak ada yang keserempet. Tak ada yang terluka. Dia tahu itu. Kalau sampai ada yang terluka, jelas Nathan akan berhenti. Karena Nathan tipikal orang yang sangat bertanggung jawab. "Nabilla, tunggu Ayah! Tunggu Ayah, Nak! Kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu, Ayah tak akan bisa memaafkan diri ayah sendiri! Ya Allah ... lindungi Nabilla! Tolong lindungi anakku!" gerundel Nathan. Hatinya semakin sesak luar biasa. Semakin menjadi-jadi. Ya, sepanjang perjalanan, hanya itu yang
Bab 27Menunggu Kejelasan"Jambrong lama sekali. Harusnya dia sudah sampai! Becus kerja nggak, sih, dia? Jemput anak kecil aja lama banget! Rugi aku bayar dia lama-lama!" sungut Amelia, karena orang suruhannya tak kunjung datang. Cukup membuat hatinya kesal dan memanas. Entah sudah berapa kali dia memandang ke arah pintu. Berharap matanya melihat Jambrong datang bersama Nabilla. Karena ada suatu hal, yang akan ia berikan kepada anak mantan teman dekatnya dulu. Terkadang dia sampai memastikan, keluar dari ruangan. Amelia menoleh ke arah jam tangan yang ia gunakan. Rasa tak sabar, sudah menyeruak masuk tanpa permisi. Semakin membuat dada terasa sesak dan pernapasan terasa tersumbat. Karena sudah tak sabar, akhirnya Amelia meraih gawainya. Ingin menghubungi orang suruhannya. Jambrong. Bagi Amelia kerjaan yang ia berikan ke Jambrong itu sangatlah mudah. Sangat mudah sekali. Apa lagi hanya bersangkutan dengan anak sekolah, yang iya tahu memang tak membawa hape. Jadi cukup mudah dan lelu
Bab 28Perlahan-lahan"Akhirnya kita sampai rumah," ucap Nathan. Nabilla membuang napasnya kasar. Mengedarkan pandangannya. Dia sempat takut, untuk tidak bisa melihat lagi rumah ini. Rumah yang ia rasa syurga. "Iya, Yah, Alhamdulillah, Nabilla lapar sekali," balas Nabilla setelah puas memandang, dengan tangan memegangi perutnya. Karena dia belum makan dan baru merasakan lapar juga. Tadi, dia sempat merasakan lapar, tapi karena rasa takut yang luar biasa, rasa lapar itu hilang begitu saja. Yang ia pikirkan, bagaimana bisa bebas, bagaimana bisa menghubungi ayahnya. "Kamu bersih-bersih badan dulu, ya! Habis itu baru kita makan," pinta Nathan. Karena dia sudah merasakan tak enak dengan badannya, yang memang sudah banyak keringat yang keluar. "Iya, Yah, udah risih juga," balas Nabilla. Seraya memandangi badannya sendiri. Dia masih menggunakan baju milik si Ibu. "Ayah juga. Udah nggak sabar ingin ketemu air," ucap Nathan. Nabilla manggut-manggut. Karena dia juga sama. Udah nggak sabar,
Bab 29Satu per satuKejadian Nando bertemu dengan si Ibu yang membantu Nabilla, cukup membuat keadaan semakin rumit. Rumit menurut Nando, tapi lega menurut Si Ibu. Meninggalkan rasa penasaran kepada Nabilla dan ayahnya. Seperti itulah. Nando belum mengetahui semuanya. Si Ibu belum menceritakan detail. Karena kala itu ada Nabilla dan Nathan. Si Ibu memang tak mau, orang lain tahu, masa lalunya yang kelam.Ya, terlalu sakit untuk dikenang, malu juga untuk di ceritakan. Seperti itulah keadaan Si ibu. Makanya dia masih memilih diam, menimbulkan berbagai asumsi tentunya. Si ibu hanya memeluk Nando dan meminta maaf. Tentu saja membuat Nando bingung. Pemintaan maaf karena apa, dia juga tak paham. Hanya itu yang di lakukan si Ibu. Dia pun meninggalkan kartu namanya kepada Nando.Nando saat ini memandangi kartu nama yang di berikan. Ada alamat rumah dan nomor telpon si Ibu."Apa aku telpon Ibu itu, ya?" tanya Nando bingung sendiri. Ya, dia masih bingung, tak ada yang bisa dia ajak berunding
Bab 30Satu Masalah Terkuak"Owh iya ... nomor Ibu itu kan masih ada di panggilan masuk. Apa aku hubungi dia saja, ya? Untuk mencari tahu semua ini. Tapi, sopan nggak, ya?" Nathan semakin dirundung rasa penasaran. Karena semua itu ada sangkut pautnya dengan anaknya juga. Ada sangkut pautnya dengan Nabilla? Iya, karena Nathan pikir, Nando sedang dekat dengan anaknya. Jadi dia harus tahu betul, siapa Nando sebenarnya. "Telpon sajalah, dari pada terus menerus dihantui rasa penasaran," ucap Nathan akhirnya. Sudah tak tahan lagi, memendam rasa penasaran itu. Karena benar-benar cukup mengganggu pikirannya. Hingga merasa tak tenang. Nathan akhirnya menepikan mobilnya. Menghentikan mobilnya di tepi jalan. Barulah kemudian dia meraih gawainya. Mencari nomor si Ibu dengan sorot yang sangat teliti. Karena takut salah menelpon. Setelah ketemu dan yakin kalau itu nomor Si Ibu, Nathan menekan tombol telpon, hingga nomor mereka terhubung. "Hallo ... assalamualaikum!" terdengar suara salam dari
Bab 31Mendekati SelesaiSekuat apa pun menutupi bangkai, cepat atau lambat, baunya pasti akan tercium juga. Seperti itulah yang terjadi pada Amelia. Sekuat apa pun dia menutupi kebohongan tentang identitas Nando, kebenaran itu tetap akan terungkap. Bahkan memang terungkap dengan sendirinya. Takdir yang ingin mengungkapnya, bukan keinginan dan bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ya, tanpa sengaja, Nando bertemu sendiri dengan perempuan yang benar-benar melahirkannya. Tanpa dia minta, takdirlah yang mempertemukan mereka. Bahkan tak ada niat mencari, tapi memang bertemu dengan sendirinya.Seperti itulah hidup, hanya bisa direncanakan, tapi tak kuat untuk dijalankan. Takdir mutlak kuasa Allah. Manuasia hanya bisa menjalankan takdir yang memang sudah digariskan!**********************"Namaku Nando Perkasa! Benar kan, Ma?" tanya Nando dia hanya menerka dan menguji mamanya saja. Nando sudah tak tahan lagi. Dia sampaikan saja hal itu. Sudah tak memikirkan lagi apa yang akan terjadi