Share

125.

Penulis: Lintang RatuDolar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tangan Lea terkepal, dadanya bergemuruh hebat. Kata-kata perempuan itu terdengar begitu merendahkannya. Lea merasa terhina sebagai istri. Ia marah dan sangat ingin menyentuh wajah perempuan itu dengan menggunakan sandalnya.

Namun, sebisa mungkin Lea menguasai diri untuk tak menuruti amarahnya. Dia bukan perempuan labil, Lea juga harus berpikir dewasa agar orang lain tak dengan mudah merendahkan harga dirinya. Apa untungnya mengamuk, yang ada hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.

"Kamu bilang aku harus mundur? Kenapa bukan kamu saja yang mundur?" tanya Lea masih dengan gaya kalemnya.

Wanita berambut sebahu itu tersenyum mengejek. "Jangan bodoh, Lea. Suamimu bertahan denganmu hanya karena kasihan, jangan menyakiti diri sendiri dengan berpura-pura tak tau apa-apa.

Kami saling mencintai, Le. Apa perlu aku tunjukkan padamu foto ketika kami sedang memadu kasih? Wajahnya terlihat sangat puas. Memang apa yang bisa dia dapatkan dari wanita hamil ringkih sepertimu!

Suamimu lelaki normal
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
good job lea, km bisa menyelesaikan masalah dengan hani. tak ada yg bisa mengalahkan kemarahan seorang istri apa lagi klo menyangkut orang ketiga macam hani yg ingin menjebak riko
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    126.

    Lea tahu, sepanjang manusia masih menghela napas maka sudah dapat dipastikan mereka akan dihadapkan dengan berbagai macam persoalan. Akan tetapi jika boleh meminta, cukuplah sampai di sini saja ujian pernikahannya. Hampir dua tahun dia menjalani bahtera bersama Riko, dan masalah berat selalu datang menimpa, membuat rumah tangga mereka nyaris kandas. Besar harapan Lea dengan hadirnya calon buah hati mereka, akan dapat semakin menguatkan ikatan batin di antara mereka. Membuat hubungan mereka semakin harmonis dan menumbuhkan cinta semakin besar di hati masing-masing. "Sudah sampai, Non. Saya antar ke atas." Ferdi bersiap melepas safety belt yang membelit dadanya. Lamunan Lea buyar. Ia gegas meraih bingkisan yang disodorkan Sari padanya. "Tidak usah, Bang. Aku langsung naik sendiri saja. Bang Ferdi pulang saja, kasihan Bi Asih kalau kelamaan ditinggal.""Tidak bisa begitu, Non. Ini menyalahi protokol yang sudah ditetapkan. Saya bisa dihukum pak bos kalau sampai dia tau saya melepas ist

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    127.

    Jarum jam menyentuh angka lima sore ketika Lea membuka mata. Rinai gerimis yang dilihatnya dari jendela kaca runtuh kian deras, sesekali kilat menyambar. Suhu udara dari mesin pendingin ruangan terasa lebih dingin, Lea merapatkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Sesaat tatapannya tertumbuk pada segelas minuman yang berada di nakas, masih menguarkan asap tipis yang artinya minuman itu belum lama dibuat. Lea meraihnya, menikmati susu dengan rasa cokelat yang mampu menghangatkan tubuhnya dalam sekejap. "Ini masih ada kesalahan, coba dicek lebih teliti lagi. Astaga! Sebenarnya apa pekerjaanmu, saya hanya memintamu mengecek saja kenapa masih bisa kecolongan?"Lea menoleh ke arah pintu, suara suaminya terdengar menggelegar di dalam sana. Suaminya memang terkenal dengan image galak dan super disiplin, tapi pria itu juga penyayang dan orang yang memiliki hati hangat sebetulnya. Tak jarang Lea pun sering mendengar suara bernada bentakan, dunia yang keras membuat Riko keras pula mendi

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    128.

    "Kenapa, Mas?" Lea mengulangi pertanyaannya. Wajah suaminya terlihat sangat serius, tatapannya yang kosong membuat Lea tahu suaminya tengah berpikir keras. "Bara minta aku buat datang ke rumahnya lusa. Katanya ada hal penting yang nggak bisa dia ceritakan di telepon.""Kenapa nggak ngomong langsung saja?"Lea mana tahu kalau suaminya sedang memberikan hukuman pada Bara dalam bentuk skorsing selama sebulan penuh. Pun Riko masih belum mau menceritakannya karena ia pikir tak penting juga Lea mengetahui perasaan Bara terhadapnya. "Aku juga nggak tau. Ya sudah, pokoknya kita ke sana sama-sama. Aku nggak enak soalnya sepanjang dia ikut aku hampir nggak pernah dia minta sesuatu sama aku."Lea mengacungkan jempol, ia kembali memainkan ponselnya. Demi mengusir rasa bosan, Lea berselancar di akun media sosialnya sementara Riko melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Pintu diketuk, Andi dan dua orang staff memasuki ruangan. Lea membungkuk sopan seraya melempar senyum lalu kembali fokus

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    129.

    "Ikut denganku nanti, Fer!" Kalimat yang lebih mirip titah daripada ajakan itu lolos dari bibir Riko. Mengingat kondisi Lea yang seringkali tak bisa diprediksi, Riko mengambil jalan tengah mengajak Ferdi untuk menjadi sopir dadakan untuk mengantarnya ke tempat Bara. Lokasinya yang cukup jauh menjadi bahan pertimbangan Riko mengajak salah satu orang kepercayaannya itu. "Siap, Bos! Mau berangkat jam berapa biar saya siapkan semuanya.""Jam delapan saja. Kira-kira sampai di sana belum terlalu sore.""Baik, Bos. Saya siapkan mobil dulu," ujar Ferdi yang kemudian langsung melarikan diri ke garasi. Inilah yang disukai Riko dari Ferdi. Cara kerjanya hampir mirip dengan Bara. Cepat, sigap, penuh perhitungan, dan tak banyak bicara. Riko masih didera rasa penasaran dengan alasan Bara memintanya untuk datang, tapi dia enggan terlalu bertanya bertanya. Dia memang tak terlalu mencampuri urusan pribadi orang-orang yang bekerja dengannya selagi hal itu tak mengurangi kinerja mereka. "Sudah siap

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    130.

    Wanita itu terpaku di tempat, luar biasa malu sehingga membuatnya tak bisa bernapas dengan benar. Salahkan dirinya yang bodoh, seharusnya Indah sadar diri apa yang menyebabkan mereka terjebak di dalam kamar yang sama. Hal yang membuat Bara menyebutkan namanya dalam janji suci pernikahan. Namun, rupanya sepertinya hanya dia seorang yang menerima pernikahan ini dengan sepenuh hati. Menjalankan kewajibannya sebagai istri, tapi tidak dengan pria di hadapannya. Bagi Bara, mungkin pernikahan itu terjadi hanya demi bakti pria itu terhadap ibunya. Tak lebih. Tanpa kata, sembari menelan kekecewaannya, Indah kembali ke kamar mandi. Bulir bening berjatuhan ketika dia melucuti pakaiannya haram yang dikenakannya dan menukarnya dengan piyama tidur lengan panjang. 'Sadar, Ndah. Kalian menikah karena dijodohkan. Mas Bara terpaksa menerima permintaan ibunya, lalu apa yang kamu harapkan?'Indah menggeleng. Usai membasuh wajah, wanita itu ke luar dari kamar mandi dan mendapati lelaki yang baru saja m

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    131.

    Bara menarik lengan Indah yang hendak pergi meninggalkan kamar. Setitik penyesalan muncul membuat perasaan bersalah serasa mencekik pria itu. Sungguh, Bara pun tak tahu mengapa dia bisa berbuat sedemikian kasar pada Indah, hanya saja perasaannya masih kacau. Ia terlampau kecewa karena Indah bersedia menerima perjodohan ini, padahal andai wanita itu menolak tentunya pernikahan ini tak pernah terjadi. "Tetaplah di sini! Tidur di ranjang, biar aku yang tidur di sofa." titah pria itu dengan suara dingin membekukan. "Tidak perlu mengasihaniku, toh sebentar lagi kita bukan siapa-siapa.""Jangan keras kepala! Pikirkan baik-baik, seandainya aku mengabulkan keinginanmu, kira-kira apa yang akan terjadi pada bapakmu? Pada orang tuaku?""Daripada Mas Bara tersiksa beristrikan perempuan sepertiku, lebih baik pahit sekarang daripada menahan luka. Rasa malu yang ditanggung kedua orang tua kita hanya akan bertahan sebentar saja, paling lama setahun orang-orang akan lupa. Sementara luka hati ini? B

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    132.

    Bara menatap piring-piring yang tersusun rapi di tengah ruangan, di bawahnya dibentangkan tikar. Bangunan sederhana itu tak memiliki ruang makan khusus, ruang tengah yang sedikit lapang yang sering dialihkan fungsi menjadi tempat berkumpul.Pria itu melirik istrinya yang masih berada di dapur, sibuk memindahkan peralatan makan untuk dibawa ke depan."Biar aku saja." Mengambil alih tumpukan piring yang sedang dibawa Indah, lalu meletakkannya di dekat wadah nasi."Duduk di sini saja, Nak. Temani, Bapak. Itu biarkan Indah sama Buliknya saja yang selesaikan," ucap Hadi begitu melihat menantunya hendak kembali ke dapur."Iya, Pak."Bara mengangsurkan tubuhnya, duduk bersila berdampingan dengan ayah dari perempuan yang telah menjadi istrinya. Tak lama, Indah muncul dengan wanita paruh baya membawa wadah di masing-masing tangannya. "Banyak sekali masakannya hari ini, Wat?" Hadi melihat piring-piring dengan menu makanan yang berbeda. "Anak kita yang masak, Bang. Indah bilang sekali-sekali

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    133.

    "Kita menikah karena dijodohkan, jadi jangan berharap banyak padaku. Aku memintamu untuk bertahan bukan karena aku takut kamu tinggalkan, tapi semata demi menjaga perasaan kedua orang tua kita. Kamu paham maksudku?"Indah menekan dadanya, rasa sesak itu datang tiap kali teringat perkataan Bara padanya kala itu. Mana mungkin dia tak mengerti maksud suaminya, Indah sendiri tak sanggup membayangkan akan seperti apa jadinya jika seandainya mereka benar-benar berpisah di usia pernikahan yang bahkan belum ada seminggu. Dirinya sebagai pihak perempuan yang paling banyak dirugikan. Gunjingan orang serta tuduhan buruk yang bisa saja dilayangkan membabi buta padanya. Memberikan cap buruk meski mereka tak tahu menahu tentang yang sebenarnya terjadi dalam rumah tangganya. "Ada dua kamar, terserah kamu saja mau menempati yang mana. Sendiri, atau bersamaku tapi tak banyak menuntut." Bara berbalik sebelum langkahnya mencapai pintu. "Kamu akan tetap menjadi tanggung jawabku, nafkah, berikut semua

Bab terbaru

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    159.

    Dilihatnya sambungan telepon masih terhubung. Bara menekan tombol loudspeaker, memastikan Indah turut mendengar apa yang akan dia bicarakan nanti. "Halo, ada apa?" Suara bariton itu terdengar datar. Manik matanya setajam elang, berubah meredup ketika bertemu tatap dengan sang istri. "Halo, Mas. Ini aku Mawar. Tolong jangan dulu dimatikan, beri aku kesempatan untuk bicara.""Sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Antara kita nggak ada hubungan apa-apa, jadi tolong jangan ganggu aku lagi. Aku nggak mau kehilangan istri dan anakku.""Sebentar saja tolong, biarkan aku bicara dengan istrimu. Setelah ini aku bersumpah tak akan pernah mengusik kehidupan kalian lagi," janji Mawar terdengar meyakinkan. Jemari yang sempat menekan icon gagang telepon berwarna merah urung begitu mendengar nama istrinya disebut. Bara melirik Indah seolah meminta izin. "Tiga menit, setelah itu jangan pernah menggangguku lagi."Hening sesaat. Ada setitik ketakutan menyergap Indah. Terlepas dari apa yang t

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    Bab. 158.

    Getaran ponsel di nakas seketika membuat Bara terjaga. Buru-buru dia mengambil benda itu, tak ingin suaranya mengusik tidur sang istri. Pukul tiga pagi, Bara sempat melirik barisan angka di pojok kiri atas layar ponselnya sebelum dia menggulir layar menampilkan pesan yang dikirim Edo. [Mawar sudah melahirkan, bang. Bayinya perempuan.]Lelaki itu melirik Indah sekilas, lalu mulai mengetik balasan. [Mulai sekarang berhenti mengabariku apa pun tentang dia. Aku benar-benar memutuskan hubunganku dengannya meski hanya sebatas pertemanan. Rumah tanggaku hampir hancur, aku tak bisa kehilangan istri dan anakku. Dari kasus ini aku belajar bahwa memang tak ada hubungan yang murni sekadar persahabatan antara lawan jenis. Aku tak ingin menyakiti istriku lebih dalam lagi. Aku sangat mencintai Indah dan aku tak mau kehilangan dia.]Bara meletakkan gawainya ke tempat semula lalu melanjutkan tidurnya dengan memeluk Indah dari belakang. Ia kecupi belakang kepala istrinya sementara bibirnya tak henti

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    157.

    Bara melunak. Perkataan Indah barusan melukai hatinya, tapi melihat wanitanya menitikkan air mata tak pelak membuatnya melara. Dia merasa gagal menjadi suami, bukan kebahagiaan yang dia berikan pada Indah, melainkan air mata kesedihan. Perlahan lengan kokohnya membalikkan tubuh Indah, mendudukkan istrinya di pangkuan hingga mereka saling berhadapan. Ibu jarinya terusik menyusut bening yang masih mengaliri pipi Indah. "Sudah selesai ngomongnya? Kalau sudah, sekarang giliranku bicara," ucapnya lembut. "Awalnya aku memang tak ada sedikit pun rasa padamu, jangankan cinta, kita menikah saja terpaksa karena dijodohkan. Bedanya kamu bisa menerima, sedangkan aku butuh banyak waktu untuk mau berdamai dengan keadaan."Bara membawa istrinya ke dalam pelukan ketika Indah makin terisak. Tak adanya penghalang, tak ada jarak. Sesuatu dalam diri Bara bergejolak setelah sekian lama mati-matian Bara tahan, sedang dia tahu sekarang bukan saat yang tepat untuk itu. "Sampai kemudian aku merasakan sesu

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    156.

    "Mau kemana?"Bara menahan pergelangan tangan Indah sementara ibu hamil itu enggan membalikkan badan. Kilas bayangan ketika Mawar dan Bulan menyambut Bara sebagaimana pria itu menjadi bagian dari keluarga mereka, membuat Indah tetiba mual. Dia sampai jatuh pingsan karena terlalu syok waktu itu. "Mas."Sekali lagi Mawar memanggil, rintik gerimis yang perlahan turun tak dia hiraukan. Telah lama Mawar menantikan hari ini, bertemu dengan Bara. "Nggak usah nahan aku, sana! Sudah ada yang nungguin tuh dari tadi.""Nggak! Kamu nggak boleh kemana-mana." Indah berusaha menepis tangan sang suami, tetapi Bara semakin mengeratkan genggamannya dan malah merangkul pinggangnya merapat. "Kalaupun aku harus bicara, harus ada kamu juga yang ikut menyaksikan.""Mau coba bikin aku cemburu? Atau mau pamer kalau kamu banyak penggemar?" Indah mendecih. "Dosa besar selalu punya pikiran buruk sama suami sendiri.""Kamu sendiri yang bikin aku begini."Bara tak lagi melanjutkan perdebatan itu, sadar diriny

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    155.

    Indah menoleh, mengalihkan pandangannya dari barisan pepohonan yang tampak berlarian mengejar mobil yang ditumpanginya. Di sampingnya, Bara duduk dengan tangan tak henti mengusap perutnya, sementara tangan yang lain merangkul bahunya. "Nanti kalau ada yang dirasa, langsung ngomong sama aku. Kalau kamu nggak kuat, kita bisa langsung pulang."Ucapan yang entah sudah keberapa kalinya Indah dengar dari bibir sang suami. Pria itu begitu mencemaskannya, Indah melihatnya dari sorot mata Bara dengan begitu jelas. Bayi yang masih dalam bentuk sangat kecil dalam perut Indah tampaknya nyaman, terbukti benih hasil kerja keras Bara itu tak rewel sejak mereka menempuh perjalanan satu jam yang lalu. Indah sama sekali tak merasa mual, hanya saja wanita itu menjadi mudah haus, Bara sampai menyetok beberapa botol air mineral sekaligus di dekatnya."Kita mampir dulu, kasihan Bondan pasti capek nyetir."Indah memperhatikan sekitar, suasana cukup ramai. Tetangga yang biasa menjadi sopir kayu itu Bara mi

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    154.

    "Tadinya Bara niat mau bangun rumah, Bu. Yang besar, punya halaman luas biar ada tempat main begitu anak kami lahir nanti. Sekalian kami ajak bapaknya sama Ibu juga ikutan pindah, tapi sayangnya Indah salah paham." Bara menyesap kopi yang disuguhkan Fatimah, wajahnya menyiratkan kegundahan tak bisa dia sembunyikan tiap kali berhadapan dengan wanita yang telah melahirkannya. Rumah tangganya nyaris karam sebab kebodohannya sendiri, beruntung semuanya masih bisa diperbaiki walau Bara rasa tak akan semudah yang ada di pikirannya. "Kenapa tidak direnovasi saja itu rumah mertuamu? Diperbesar sekalian biar jadi seperti rumah impianmu. Coba tanya baik-baik sama tetangga depan mertuamu, barangkali mau jual tanahnya. Kalau disuruh pindah, sudah tentu Indah pasti tak akan mau.""Ibu bantu ngomong ya, Bara tiap ngomong bawaannya Indah sudah langsung jengkel. Entah, sepertinya dia benci banget lihat mukaku. Lihat suaminya sendiri seperti lihat musuh.""Salahmu sendiri, Indah nggak akan begitu ka

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    153.

    "Dengar apa yang Ibu bilang barusan? Jangan karena kamu janda, terus mau menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang kamu mau, termasuk dengan merusak rumah tangga orang lain."Fatimah yang geram tak lagi dapat menahan diri. Dia memuntahkan semua ganjalan di hatinya begitu mengangkat panggilan itu dan memastikan kalau yang menghubungi anaknya saat ini benarlah Mawar. "Bukan begitu, Bu. Mawar bisa jelaskan.""Tidak perlu repot-repot menjelaskan, terima kasih. Lebih baik kamu urus saja hidupmu dan anakmu, kalau memang mau cari suami, jangan anak Ibu. Di luar sana masih ada banyak lelaki yang tak terikat pernikahan.""Ibu salah paham." Isak tangis Mawar lirih terdengar. "Biarlah Ibu salah paham, asalkan Ibu bisa menyelamatkan rumah tangga anak sama mantu Ibu. Sekali lagi Ibu ingatkan, tolong ya Nak Mawar, berhenti mengusik anak Ibu, carilah pria bebas di luaran sana. Ibu minta tolong sekali, mantu Ibu sedang hamil. Sebagai sesama perempuan harusnya kamu punya sedikit perasaan

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    152.

    "Jangan macam-macam, Mas! Aku mengizinkanmu tidur satu kamar karena aku masih menghormatimu. Ada orang tua kita di sini. Kalau harus memilih, sebenarnya aku jauh lebih nyaman kalau Mas Bara tinggal saja di rumah ibu."Bara terkesiap. Bibirnya terkatup, ia kehabisan kata-kata menghadapi kemarahan Indah yang ternyata sangat mengerikan. Melihat gelagat istrinya, Bara tau Indah telah salah mengartikan ucapannya barusan. Padahal, Bara tak ada niatan untuk meminta haknya, ada hal lain yang ingin dia sampaikan. "Kamu salah paham, Ndah.""Sudah! Aku sedang tidak mau berdebat. Aku lelah!" pungkas Indah yang kini merebah dengan membelakangi lelaki itu. Kehamilan itu membuat Indah mudah lelah dan mengantuk, tetapi rasa tak nyaman membuatnya hanya berganti-ganti posisi sejak tadi. Lama wanita itu terjaga, Indah akhirnya bangkit. Tangannya meraba meja kecil di dekat ranjang, mengambil minyak kayu putih. "Biar aku saja."Indah menoleh, Bara mengambil botol kecil di tangannya. Tanpa kata, lelaki

  • Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder    151.

    "Ampun, Bu." Bara berusaha melindungi diri. Fatimah yang baru saja datang langsung memukulinya membabi buta. Tak sempat mengelak, pun menghindar. Bara hanya pasrah membiarkan kepala dan tubuh bagian lainnya menjadi sasaran kemarahan sang ibu. "Bajingan kamu! Berani kamu sakiti hati mantu kesayangan Ibu? Ibu bunuh kamu, Bar!""Ibu, ini cuma salah paham, Bu. Demi Tuhan Bara nggak pernah mengkhianati Indah. Kasih kesempatan buat Bara menjelaskan, Bu.""Salah paham bagaimana? Kamu lihat sendiri mantu Ibu nangis sampai sebegitunya?""Ampun, Bu. Bara nggak masalah Ibu pukuli begini, tapi kalau sampai Bara sakit nanti siapa yang bakalan nurutin Indah pas ngidam?"Barulah Fatimah berhenti. Ia menatap wajah menantunya yang sembab. Teringat tujuannya datang ke sana membuat Fatimah melupakan kemarahannya pada Bara lalu menghampiri Indah yang sedang duduk di ranjang. "Kamu kok kurus sekali, Nduk?" Dua wanita itu saling berpelukan. "Bulikmu sudah kasih tau Ibu, katanya kamu hamil?"Indah mengan

DMCA.com Protection Status