Nick terkejut saat Darren mengambil bungkus rokok di tangannya dan mengeluarkan isinya satu. Dia menyerahkan korek saat Darren mengulurkan tangan untuk memintanya. Darren menyalakan rokok itu lalu mulai menghisapnya.Nick memperhatikan sahabatnya yang sedang menghisap rokok sambil memandang langit. Sepertinya sahabatnya itu sedang memiliki masalah. Tidak biasanya Darren merokok, pria itu hanya merokok jika sedang ada masalah dan tidak banyak masalah yang bisa mengganggu Darren, karena sahabatnya itu orang yang selalu bertindak semaunya dan keluarganya selalu membantunya jika ada masalah. Namun sekarang, pria itu bahkan tidak bisa berpura-pura menutupi kerisauannya.“Ada apa, bro?” tanya Nick setelah Darren menghabiskan batang rokoknya yang ketiga.“Aku patah hati!” jawab Darren.Nick tercengang mendengar jawaban sahabatnya. Jika bukan melihat langsung wajah Darren, dia pasti akan tertawa dan mengatakan kalau sahabatnya ini sedang bercanda. Namun sekarang wajah Darren semendung langit
Darius terbelalak mendengar jawaban ibunya. Masa tiba-tiba dia harus menikahi Eloisa Renata? Kenal juga hanya karena sama-sama mengajar di kampus yang sama. “Ma. Yang benar saja. Pernikahanku dengan Fiona baru saja batal dan sekarang aku harus menikahi wanita lain? Kami bahkan belum pernah sekalipun jalan bersama. Bagaimana bisa tahu kami cocok atau tidak? Perasaan kan tidak bisa dipaksakan!” bantah Darius.“Memang kamu mencintai Fiona?” tanya Rosaline. Dia menatap lurus ke mata putranya sambil melipat kedua tangannya di dada. Karena putranya bawa-bawa kata perasaan, sekalian saja dia pastikan. Darius diam, putranya itu membalas tatapannya, tapi tidak menjawab. Tuh kan!Seperti yang sudah dia duga, Darius tidak mencintai Fiona, dia hanya menganggap wanita itu sebagai tanggung jawabnya. Mana ada yang namanya cinta tapi bisa tidak berkomunikasi sama sekali selama setahun saat dia kuliah S2 kemarin? Fiona yang setiap bulan datang ke rumah untuk menanyakan apakah Darius sudah memberi ka
Darius diam karena mengerti kalau adiknya tidak menyukai pembahasan ini. Tapi dia tahu kalau adiknya tidak mau menatap matanya, berarti adiknya sedang berbohong. Berarti Darren masih mengharapkan wanita itu. Tidak ada yang bisa Darius lakukan untuk Darren sekarang, anak itu harus melewati patah hatinya sendiri. Jika wanita itu masih baru statusnya pacar orang, mungkin dia akan melihat apakah wanita itu layak diperjuangkan. Namun jika itu sudah calon istri orang, itu menjadi masalah. Mengingat hancurnya perasaan kedua keluarga saat dia dan Fiona tidak jadi menikah membuatnya menyadari jika kalau sudah mempersiapkan pernikahan, maka banyak perasaan yang dibawa disana, bukan hanya perasaan kedua calon pengantin.Memikirkan Darren dan calon istri orang mengingatkan dirinya pada pembicaraannya dengan ibunya sabtu kemarin setelah pulang dari acara perjodohan berselimut makan siang di Volle Hotel itu.Beberapa hari ini dia memperhatikan Eloisa Renata dan menyadari kalau wanita itu memang m
Hari itu Darren berencana untuk pulang ke rumah agar bisa bicara dengan ayahnya. Setelah urusannya di kampus selesai, dia naik ke rooftop. Ini adalah kegiatan seminggu ini, menguntit Bu El di rooftop. Dia memperhatikan kalau Bu El suka naik ke rooftop setelah selesai mengajar. Dia sudah mengecek jawal Bu El selesai mengajar yang biasanya antara jam tiga atau jam lima.Dia selalu datang lebih cepat untuk menunggu wanita itu datang, dan memperhatikan wanita itu dari tempat tersembunyi yang berada di atas pintu masuk ke rooftop. Dia sudah cukup puas walau hanya melihat wajah wanita itu sekilas saat wanita itu kembali turun ke bawah dan sisanya hanya melihat wanita itu dari belakang. Dia benar-benar tidak melakukan apapun selain memperhatikan saat wanita itu menatap gulungan awan diatasnya.Ini adalah hal tergila yang pernah dia lakukan, tapi dia merasa cukup bahagia saat bisa melihat wanita itu seperti ini, dimana tidak ada yang mengganggunya. Dia bahkan suka merekam wanita itu walau ha
Setelah menghabiskan hampir setengah bungkus rokok, Darren membuka ponselnya yang dalam mode diam dan melihat beberapa pesan dari teman-teman dan Kakaknya. Ternyata Kak Darius menghubunginya beberapa kali sejak satu jam yang lalu, itu berarti semenjak Kakaknya itu dan Bu El turun dari rooftop.Dia lalu membuka pesan dari Kakaknya yang mengatakan kalau Kakaknya itu sedang ada janji dan akan pulang duluan karena tidak bisa menemukannya. Darren mencengkram kuat ponselnya, emosi yang tadi berusaha diredakannya sekarang naik lagi. Baru kali ini emosinya begitu mudah terpancing, sebelumnya dia adalah orang yang santai dan easy going. Hanya yang berhubungan dengan Bu El dan kakaknya saja yang membuat emosinya tidak stabil.Darren langsung memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya dan bergegas turun. Dia harus ke martial center sekarang. Dia pikir hari ini dia akan pulang sehingga tidak membawa pakaian olah raga, jadi sekarang dia harus ke apartemen Nick dulu untuk mengambil perlengkapa
“Sa-saya sudah selesai,” jawab Eloisa. Hatinya menjadi tidak tenang setelah mendengar pembicaraan Pak Darius tadi.“Baiklah.” kata Darius sambil memanggil pelayan untuk meminta tagihan pembayaran makan mereka. Dia sedikit heran melihat piring Eloisa yang makanannya masih baru tersentuh sedikit, tapi dia mengabaikan hal itu. Adiknya lebih penting daripada urusan sepele semacam ini.“Pak Darius, saya bisa pulang naik taksi. Jika urusan Anda mendesak, tidak apa Anda langsung pergi,” kata Eloisa saat mereka bergegas keluar dari restoran itu.“Tidak apa, Bu Eloisa. Saya sudah minta tolong teman saya untuk mengurusi Darren dulu!” jawab Darius sambil membukakan pintu mobil untuk Eloisa. Jadi Eloisa tidak punya pilihan selain masuk dan duduk di mobil itu, namun mendengar memang terjadi sesuatu pada Darren membuat hatinya gelisah. ****Darius tiba di Martial Center tidak sampai satu jam kemudian. Setelah mengantar Eloisa, dia mengemudikan mobil secepat yang dia bisa agar bisa segera sampai ke
“Ada apa dengan kalian?!” pekik Rosaline saat melihat kedua putranya yang pulang dengan wajah dan tubuh babak belur.“Darius, apa yang terjadi?” tanya Rosaline saat melihat kedua putranya bungkam.“Kami hanya latihan karena sudah lama tidak berlatih bersama!” jawab Darius yang membuat Rosaline mengerutkan alis dan siap mengomel lebih lanjut karena tidak puas dengan jawaban itu. Namun Adianto meremas bahu istrinya yang membuat wanita itu langsung menoleh pada suaminya.“Kalian mandi dulu saja, nanti Mama akan membantu mengobati luka kalian!” kata Adianto dan kedua putranya langsung pergi menuju kamar masing-masing. Kakak beradik itu bersyukur karena sang ayah membantu mereka, menyelamatkan mereka dari omelan panjang Ibunya.“Terkadang pria perlu baku hantam untuk menyelesaikan masalah. Lebih baik kau obati luka mereka!” kata Adianto pada Rosaline yang sekarang mengerutkan alis semakin dalam, namun wanita itu akhirnya tetap diam dan menuruti perkataan suaminya. Dia pergi untuk mengambil
Darren berniat untuk membeli tiket pesawat secara langsung di bandara. Dia segera berangkat dari rumah setelah membereskan barang yang akan dibawanya ke Jakarta dan pamit pada kedua orang tuanya. Sesampainya di bandara, dia langsung mencari tiket penerbangan tujuan ke Jakarta yang berangkat paling cepat dari waktu sekarang. Sayangnya pesawatnya baru saja lepas landas, sehingga dia harus menunggu tiga jam lagi untuk penerbangan selanjutnya.Sekarang dia sedang mencari tempat untuk merokok sambil menunggu waktu pesawat berangkat. Dia berusaha untuk meredakan kegalauan yang masih terus bercokol di hatinya. Hatinya tidak ingin pergi, hatinya ingin kembali mencari Bu El dan memeluk wanita itu. Semalam dia belum pergi dari kamar Bu El saat mendengar wanita itu menangis. Dia menutup pintu balkon namun berdiam disana karena masih belum rela meninggalkan wanita itu. Entah berapa lama dia terdiam disana dengan pikiran kosong hingga dia mendengar saat wanita itu mulai menangis. Dia hanya diam
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Wanita itu sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap.” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa kata orang nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan wanita itu memaksa Eloisa pergi dengan mobilnya saja,” Darren yang m
“Kau mau kembali ke restoran dulu untuk berganti pakaian?” tanya Darius sambil mengeluarkan sebuah paper bag berisi handuk dan pakaian ganti dari dalam mobil dan menyerahkannya pada Darren.“Tidak perlu. Sebentar aku ganti disana saja,” kata Darren sambil menunjuk sebuah pohon besar di dekat sungai.“Eh, Kakak ada bawa air?” tanya Darren dan Darius kembali mengeluarkan sebuah botol kemasan air mineral ukuran satu setengah liter dan sebuah sandal jepit, lalu memberikannya pada Darren.“Terima kasih,” kata Darren mengambil mengambil kedua barang itu dan berjalan ke arah pohon yang tadi dia tunjuk. Dengan cepat dia membuka pakaian basahnya, lalu membilas seluruh tubuhnya dengan air mineral itu dan mengeringkan tubuh dengan handuk, setelahnya dia berganti pakaian, kemudian berkumur dengan air mineral yang sudah dia sisakan tadi. Setelahnya, dia memasukkan pakaian kotor dan sepatunya ke dalam paper bag tadi dan berjalan kembali ke tempat Kakaknya menunggunya di sebelah mobil pria itu.“Kau
Darren terus berenang mengikuti arus membawanya dengan pemikiran kalau jarak antara dirinya dan Eloisa seharusnya tidak terlalu jauh, namun gelapnya malam membuatnya kesulitan menemukan wanita itu. Dia sudah berkali-kali muncul ke permukaan dan mencoba mencari tubuh Eloisa dan tidak menemukannya. Dia terus memanggil nama wanita itu. Dalam hatinya semakin takut kalau dia akan terlambat menemukan Eloisa. Bagaimana jika ternyata Eloisa tidak bisa berenang? Maka wanita itu akan tenggelam!Lalu sinar-sinar itu datang, bersama dengan teriakkan yang memanggil nama Eloisa, awalnya dari belakangnya, yang berarti orang-orang sedang membantu mencarinya dan Eloisa, lalu sebuah sinar dengan cepat melewatinya dan terdengar suara Silvi memanggilnya dan Eloisa.“Disini!” teriak Darren dan Silvi langsung menyuruh motor yang membawanya berhenti, dia lalu menyorot ke arah suara dan menemukan Darren.“Tuan muda!” seru Silvi senang.“Sorot ke depan sana!” perintah Darren sambil menunjuk ke arah depan dan
Satu setengah jam sebelumnya…“Ya, Susan. Kalian tidak perlu mengantarku, aku hanya pergi sebentar dengan temanku,” kata Eloisa pada Silvi dan Januar. Lalu Eloisa berjalan bersama Susan dan membantu Susan untuk duduk di mobilnya, baru setelahnya dia memutari mobil itu dan masuk dari sisi mobil satunya.“Kau bawa mobil dan ikuti dari jarak aman. Aku akan mengikuti dengan motor,” kata Januar setelah Eloisa masuk ke dalam mobil wanita yang bernama Susan.“Baik, Tuan,” jawab Silvi yang langsung berlari ke mobil setelah dia memotret plat nomor mobil yang baru saja jalan itu. Begitu juga dengan Januar yang segera berlari menuju motornya dan langsung melajukannya untuk mengejar mobil tadi. Dia berusaha mengingat dimana dia pernah bertemu dengan wanita yang dikatakan Eloisa sebagai temannya itu? Dia yakin, dia pernah bertemu dengan wanita itu. Yang pasti, wanita itu bukan salah satu dosen di kampusnya.Dengan mudah dia bisa mengikuti mobil yang memang dikendarai dengan kecepatan sedang itu. Da
“Terima kasih,” kata Eloisa saat Susan memberikan sebuah minuman jeruk dalam botol kemasan, saat mobil yang membawa mereka mulai melaju.“Sama-sama. Kuharap kau masih menyukai minuman itu,” kata Susan sambil membuka botol minuman miliknya sendiri yang rasa sirsak.“Ya, aku masih menyukainya,” jawab Eloisa sambil membuka botol itu dan minum. Walau dia masih merasa tidak nyaman berdekatan dengan Susan, tapi dia berusaha bersikap normal. Memikirkan keselamatan Susan dan bayinya saat wanita itu melahirkan, membuatnya berusaha untuk memaafkan perbuatan mantan sahabatnya itu.Tidak banyak percakapan di dalam mobil itu, yang hanya berkisar tentang basa basi saja. Eloisa berpikir kalau Susan membutuhkan privasi untuk bicara dengannya, dan karenanya mantan sahabatnya itu mengajaknya mengobrol di restoran yang ada di tepi sungai tempat mereka suka bermain waktu kecil dulu. Saat kecil mereka tinggal di pinggiran kota, dimana ada sebuah sungai besar yang merupakan tempat main anak-anak setempat,
Darren tidak tahu kalau Eloisa akan bisa mengenali dirinya saat dia menyamar, bukan dari penampilannya, tapi dari parfum yang dia gunakan. Jadi saat dia kembali menyamar sebagai salah satu pengawal yang bergantian mengawasi Eloisa, dia tidak bersikap waspada pada wanita itu, karena dia yakin kalau Eloisa tidak akan mengetahui jati dirinya.Begitu mereka berkenalan dan pria yang bernama Januar itu mendekat dan mengulurkan tangan, Eloisa sudah mencium samar wangi parfum yang sangat dikenalnya. Walaupun parfum itu dijual bebas dan banyak yang menggunakannya, tapi setelah digunakan dan menyatu dengan bau tubuh masing-masing orang, bisa menghasilkan aroma uniknya tersendiri, yang bisa disadari oleh orang-orang yang memang sensitif pada bau-bauan, seperti Eloisa.Eloisa yang sudah biasa memasang wajah datar, tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Selesai berkenalan, dia sesekali melirik pada Januar dan mulai mengamati tinggi tubuh dan postur tubuh pria itu. Dia sudah melihat dua sosok p
“Jangan bercanda, Darren!” omel Rosaline sambil memijat keningnya.“Darren mohon, Ma. Darren terus merasa bersalah pada Bu Eloisa, biarkan Darren menjadi salah satu pengawal Eloisa. Anggap saja agar Darren bisa tenang jika melihat Bu Eloisa aman sampai dia menikah dengan Kak Darius nanti,” rengek Darren yang kembali mengeluarkan kemanjaannya untuk membujuk sang Ibu.“Darren kan juga gak ngapa-ngapain. Daripada Darren ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak, lebih baik Darren melakukan hal yang berguna,” bujuk Darren lagi dan Rosaline membuang nafas pasrah. Rasanya sudah sangat lama Darren tidak mengerek padanya, padahal baru beberapa bulan, tepatnya sejak Darren patah hati. Dan dia juga mengerti maksud ‘ngehalu atau mikirin yang ngak-ngak’ itu adalah meratapi patah hati putranya itu.“Baiklah. Kau bisa bergantian jaga dengan pengawal lain, minta Lucas mengganti salah satu pengawal itu, denganmu,” kata Rosaline mengalah.“Terima kasih, Ma!” seru Darren senang sambil memeluk Rosaline. Ya, R
“Mengapa kau dan Nick tidak menceritakan tentang pembunuh bayaran itu kemarin?” tuntut Rosaline pada Darren. Sekarang mereka berempat dengan Adianto dan Darius sedang duduk di ruang tamu rumah mereka.“Kupikir itu ulah Clara juga, Ma. karena kejadian sekarang waktunya dekat dengan kejadian sebelumnya. Namun saat kupikirkan lagi semalam, lebih baik aku mencari lagi tentang pria yang bernama Aji itu, siapa tahu kalau dia sudah mendapatkan bayaran penuh, nanti pria itu akan berusaha membunuh Bu Eloisa lagi,” jawab Darren tanpa ekspresi lagi. Baik Adianto, Rosaline ataupun Darius, tidak bisa melihat emosi apapun di wajah Darren.“Ponsel yang kau bilang ingin kau retas?” tanya Darius.“Milik si pembunuh bayaran, namun kemarin Nick memintaku untuk tidak meminta tolong pada Kak Darius karena dia tidak ingin Kak Darius mencurigai perasaannya,” jawab Darren.“Aduh, Darren. Kau seharusnya tahu kalau hal seperti ini tidak bisa kalian atasi sendiri!” omel Rosaline.“Apa kau yang membunuh pria itu
“Tu-tunggu, Orlan … do …” Clara yang tangannya terikat, tidak bisa menghalangi Orlando mencekik lehernya.Ketiga pria lain juga menatap penuh kebencian pada Clara, jika bukan karena wanita itu, mereka tidak akan berada disini dengan nasib yang begitu mengenaskan. Apalagi yang bisa dibanggakan oleh seorang pria disaat mereka sudah dikebiri?Rosaline memberi kode dan seorang pengawalnya melepaskan tubuh Clara dari cekikan Orlando dan wanita itu tampak ketakutan menatap Orlando sambil berusaha menarik nafas.“A-ayahku tidak akan membiarkan kau menyakitiku,” cicit Clara.“Kau pikir Ayahmu bisa lepas dari mereka? Kau telah membawa keluarga kami semua hancur bersamamu!” geram Orlando.“A-apa maksudmu?” tanya Clara semakin pucat dan dia menoleh saat Orlando menunjuk ke televisi, dimana disana juga ada berita tentang kasus penyuapan yang membawa nama Ayah Clara dan banyak pejabat lainnya. Dia tahu selama ini Ayahnya menerima suap, tapi Ayahnya juga memiliki banyak antek, jadi posisi Ayahnya se