Heum🤔 kira-kira yang mencet bel siapa hayooo?😗
Suara bel terdengar, membuat Aleandra menoleh ke arah Adam, yang sedari tadi hanya menyimak di pojok sofa. Mengerti tatapan bertanya bos-nya, Adam pun langsung paham dan bangkit, membuka pintu. "Kalian berdua?"Pertanyaan tersebut membuat Aleandra bangkit, melihat siapa gerangan yang berada di pintu masuk unit-nya. Setelah melihat siapa gerangan tamu yang baru saja datang, Aleandra langsung bergegas dan menarik salah satu lengan perempuan itu. "Kami sudah sepakat, pokoknya besok setelah acara pernikahan mereka, kita akan langsung pulang ke Indonesia, bareng papamu juga, Ar," ucap Aleandra dengan binar bahagia di matanya. "Tapi, Mas. Kamu enggak bercanda, kan?" Aryesta bertanya, perihal keputusan laki-laki itu tadi di telepon. Tentu saja, Aleandra menganggukkan kepalanya dan langsung membawa Aryesta ke dalam kamarnya. Meninggalkan tiga orang lainnya yang berada di dalam ruang tamu itu. Melihat bos-nya sudah memasuki kamar, Adam pun ikut beranjak. Bukan ke kamar, tetapi ke dapur,
"Kamu masih marah sama aku?"Pertanyaan Aleandra membuat Aryesta yang sedang memandang awan-awan di jendela kaca pesawat itu sontak menoleh.Satu helaan napas Aleandra embuskan, kemudian mendekati tubuh istrinya. Menaruh dagu yang sudah terdapat janggut tipis itu dia taruh di ceruk leher sang istri.Aryesta pun ikut menghela napas sejenak, kemudian mengusap-usap rambut tebal suaminya penuh perhatian."Aku cuman takut kalau keputusan kita ini salah, Mas," beo Aryesta, yang sedang membayangkan nasib mantan madunya.Ya, keduanya ini sedang berada di dalam pesawat, bertujuan untuk kembali ke Tanah air Indonesia. Meninggalkan Tisya yang sudah resmi menjadi istri Derren Rynegan secara kilat.Entah kenapa di dalam hati Aryesta merasa ada sesuatu yang mengganjal. Entah apa itu, tetapi jantungnya berdebar-debar tak menentu. Gelisah yang dia sndiri pun tak tahu alasannya.Aleandra yang sama gelisahnya pun, kini melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Aryesta, disusul elusan lembut pada perut
Kedua bola mata Aryesta membola sempurna melihat seseorang yang berjalan mendekat dengan seringai di bibir merahnya.Tanpa banyak kata sosok itu langsung menggedor-gedor kaca mobil di samping Aryesta, yang semakin membuat ibu hamil itu terkejut."Keluar kamu, sialan!" teriaknya sambil terus menggedor-gedor kaca mobil."Gara-gara kamu, hidupku hancur, berengsek!" Lagi teriakan dan gedoran semakin menjadi-jadi, hal tersebut membuat rahang Aleandra mengatup keras.Aleandra menoleh ke arah istrinya yang terlihat sangat syok, kemudian dia hendak keluar, tetapi tangannya langsung dicegah oleh perempuan di sampingnya.Aryesta menggelengkan kepalanya panik, "Kamu jangan keluar, Mas. Aku takut ... aku takut dia nyakitin kamu."Aleandra tentu saja tersenyum, mengelus pipi istrinya, "Aku tidak mungkin kalah sama mantan ibu tiriku, Sayang. Kamu tenang saja, oke?"Dor!Baru saja Aleandra hendak keluar dari dalam mobil, untuk menghadapi perempuan yang ternyata Ranti, tiba-tiba saja sebuah tembakan m
Aleandra terdiam dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari istrinya. Hingga Aryesta kembali mengulangi pertanyaannya lagi."Mas? Kamu yang bikin Tante Ranti hancur kayak gini?"Dan saat itulah Aleandra berani menjawab dengan suara tenangnya, "Aku bisa lakuin apa pun untuk semua orang yang aku cintai, Ar."Deg!Entah karena apa, tetapi dada Aryesta berdegup sangat kencang, karena dirinya tak menyangka jika suaminya bisa berbuat sejauh itu."Aku pikir kamu tidak bisa melakukan hal kayak gitu, Mas," cicit Aryesta dengan tangan mengepal, menahan perasaan kurang nyamannya.Seperti tahu apa yang sedang istrinya rasakan, Aleandra pun tersenyum tipis dan mengusap pelan perut buncit Aryesta dari luar baju."Aku orangnya sangat nekat, Sayang. Mungkin kamu lupa kalau aku yang berhasil bikin kamu diceraikan pas malam pertama kamu nikah sama Dion," ejek Aleandra, yang dibalas dengkusan kesal Aryesta.Perjalanan menuju kediaman keluarga Ribela pun akhirnya sampai juga, dan kedatangan mereka disamb
"Aku bilang tidak setuju, ya tidak setuju, Ar!" kata Aleandra dengan mengepalkan tangannya kencang."Lagi pula, kamu mau ngapain sih, datang ke sana nemuin dia? Mau temu kangen sama mantan, hah?!"Mendengar tuduhan tak berdasar yang keluar dari mulut Aleandra tentu saja membuat Aryesta terkejut dan mendelik padanya."Aku dengar Mas Dion sakit, dan dia pengen ketemu aku bentar doang, Mas. Itu saja. Tidak lebih," jelas Aryesta yang tatapan memelasnya. Berharap suami posesifnya ini memberikan izin.Akan tetapi, Aleandra justru mendecih tak suka, karena Aryesta sangat antusias untuk bertemu dengan mantan suami perempuan itu.Sial!Apa yang harus Aleandra lakukan sekarang?Kini laki-laki itu bimbang, dan tak suka dalam posisi serba salah begini. Apalagi dia mengingat, jika Aryesta tengah mengandung calon putra/putrinya, membuat Aleandra sedikit memikirkan."Mas?" Lagi, Aryesta bertanya, tetapi kali ini matanya berkaca-kaca dan hampir menjatuhkan air matanya.Melihat wajah tak berdaya menahan
"A–aku ... d–dari mana kamu tahu, Ar?" gagap Dion setengah berbisik.Wajah Dion terlihat begitu pucat, apalagi setelah sebelumnya kritis karena kehilangan banyak darah, membuat wajah yang dahulu tampan itu, kini terlihat seperti mayat hidup.Dion menatap penuh rasa sesal, saat tatapannya bertemu dengan sang mantan istri.Aryesta melihatnya penuh rasa bersalah, karena bagaimanapun juga kesialan yang menimpa Dion atas ulah suaminya.Meskipun putusan hakim sesuai perbuatan kriminal yang selama ini Dion lakukan, tetapi Aryesta sangat mengenal laki-laki yang dulu pernah menjadi suaminya, meski hanya satu hari ini. Dia cukup baik, itulah yang Aryesta yakini hingga sekarang.Melihat tangan kanan Dion yang tulangnya patah akibat perbuatan Aleandra, tentu saja hal itu semakin membuat perasaan bersalah kian menumpuk dalam hatinya.Aryesta menarik napasnya, kemudian berbicara, "Aku tahu semuanya, Mas. Dan aku mohon hiduplah, setidaknya untuk istri dan juga anakmu yang sudah lama kamu tinggalkan."
Setelah menemui Dion di klinik lapas, dan melihat perkembangan laki-laki itu sudah mulai membaik, kini Aryesta memutuskan untuk pulang ke rumah keluarganya bersama sang suami.Akan tetapi tatapannya sedikit heran, ketika melihat Aleandra yang tak pernah bersuara semenjak kepulangan mereka dari lapas.Aryesta yang tak suka diabaikan pun akhirnya membuka suara, "Kamu kenapa sih uring-uringan dari tadi, Mas?"Cih!Bukannya menjawab, Aleandra justru mendecih sinis ke arah istrinya itu, yang tak menyadari kesalahannya.Aryesta yang mendapat decihan sinis Aleandra, tentu saja semakin geram dan menatap tajam sang suami."Kamu tuh, kenapa sih? Aku ada salah apalagi sama kamu, Mas?" kesal Aryesta yang sudah mencapai ubun-ubun saat ini.Menyerah, akhirnya Aleandra kini buka suara, "Kamu kayaknya seneng banget ya, masih dicintai secara ugal-ugalan gitu sama mantan suami?"Sindiran Aleandra yang sengaja menekan kata "mantan suami" tentunya membuat Aryesta tersadar dengan hal yang menjadi pokok per
Belum juga Aryesta meneruskan kalimat ancamannya, tiba-tiba saja tubuh Kakek Surya sudah dibawa oleh beberapa orang pekerja menuju sebuah mobil."Kakek!" teriak Aryesta yang langsung berbalik arah, berlarian mengikuti kepergian kakeknya menuju salah satu rumah sakit terdekat."Kakek jangan tinggalin aku, Kek!" jerit Aryesta, yang saat ini sudah berada di dalam mobil.Tangan gemetar Aryesta menggenggam erat tangan Kakek Surya yang entah kenapa terasa begitu dingin.Merasakan hawa dingin yang menyerap ke dalam telapak tangannya, Aryesta semakin panik dan berteriak pada sopir agar segera tiba di rumah sakit.Sementara itu, Aleandra yang mendampingi sang istri hanya bisa mengelus punggung Aryesta, berusaha agar istrinya tetap tenang."Sayang ... jangan panik oke? Kasihan calon bayi kita. Nanti perut kamu kram lagi kayak waktu itu," cicit Aleandra di samping telinga istrinya.Aryesta yang mendengar hal itu pun mulai tersadar, refleks menunduk dan menatap perut buncitnya yang harus mendapatk
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan
"Untung saja lampunya mati. Jadi aku bisa jalanin misiku malam ini," ucap Maria yang sesekali menatap ke belakang, takut diikuti oleh seseorang.Jantungnya berdebar-debar kencang, setelah apa yang baru saja dia lakukan tadi."Rencana kali ini harus berhasil pokoknya," ujar Maria yang sedikit berdesis, "Mana aku sampai pegang anunya si Ben lagi. Ditambah harus pura-pura ngedesah. Iyuuuh, menjijikan banget. Kalau kayak gituannya sama Tuan Aleandra sih, aku seneng banget."Maria bergidik ngeri membayangkan dirinya saat mengeluarkan benda pusaka itu dari celana bahan Beni, ditambah dia siram pakai sedikit air mineral, untuk efek basahnya. Dan terakhir menunggu Aryesta turun untuk mengambil minum, lalu dia mendesahkan suaranya, agar Aryesta mencari sumber suara. Setelah itu, barulah dia menyelinap dari gelapnya malam, karena memang di mansion itu sangat jarang menyalakan lampu utama ketika malam hari. Membuat rencananya hampir berjalan mulus.Ya, semua itu adalah rencana Maria untuk menjeba
Dua tahun telah berlalu setelah kekesalan Aryesta pada saat itu.Pada saat putranya berlari ke arahnya tanpa baju, lalu terjatuh, Aryesta pun benar-benar pergi ke mall, quality time dengan putra tersayangnya.Bahkan setelah itu Aryesta tak lagi banyak bicara, ataupun menegur. Aryesta bagai orang asing di kediamannya sendiri.Saking asingnya, Aleandra dibuat uring-uringan, karena Aryesta tak pernah sebinal dulu lagi.Bahkan Aryesta terkesan dingin, dan hanya melayaninya bak seorang pelacur, yang setelah berhubungan badan, Aryesta akan pergi ke kamar berbeda, tanpa pelukan hangat setiap malamnya.Sama halnya kali ini, tubuh Aryesta terasa remuk redam, ketika terbangun di tengah malam, kemudian dia meringis, karena hujaman suaminya sangat brutal.Bahkan jalan pun terasa perih, merasa jika inti tubuhnya seperti lecet, membuat Aryesta hati-hati dalam melangkah, menuruni ranjang, lalu memakai piyama lengan pendek, yang kakinya panjang.Setelah mencapai pintu kamar, Aryesta berbalik badan, la
Aleandra pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mengingat jika istrinya sedang mandi, inilah kesempatan untuknya agar bisa meminta jatah.Akan tetapi, angan itu langsung pupus, ketika istrinya sudah berganti pakaian, dan hendak keluar, lengkap dengan tas kecilnya.Dahi Aleandra sedikit berkerut, kemudian bertanya, "Mau pergi ke mana kamu hari ini, Ar?"Mendapatkan pertanyaan mendadak dari seseorang yang sebelumnya tak Arsyeta prediksi, tentu saja perempuan itu mengusap dadanya naik turun, lalu menatap malas netra penuh curiga dari suaminya."Aku mau pergi ke mall. Lagian untuk apa aku di sini, jika kehadiranku tak pernah dibutuhkan oleh suami dan anakku, hmh?" sinis Aryesta yang hatinya mulai dongkol, ketika harus menghadapi Aleandra juga Dean yang tantruman, dan selalu menguji kesabarannya.Sama halnya seperti sekarang, saat langkah kaki Aryesta hendak melaju, tiba-tiba terdengar teriakan balita, membuatnya menoleh dan melihat jika putranya sedang berlari mendekat ke arahnya."