"Aku sudah sampai," kata Bram saat Kohar meneleponnya."Masuklah, aku sudah menunggumu di dalam!" Sahut Kohar dari seberang sana.Sebelum masuk ke dalam, dia menoleh pada para polisi yang berada di belakangnya. Setelah mereka mengangguk, barulah Bram masuk ke dalam. Saat dia membuka pintu gudang, empat pria berpakaian hitam langsung menodongkan senjata ke tubuh Bram, memaksanya untuk tetap di tempat. "Jangan bergerak! Ikuti kami," salah satu dari mereka memerintah dengan nada tajam. Bram mengangguk pelan dan membiarkan dirinya diantar ke sebuah kamar kecil di sudut gudang. Di dalam ruangan itu, ia melihat pemandangan yang menghancurkan hatinya-Jova duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat, wajahnya basah oleh air mata. Kohar berdiri di belakangnya, pistolnya menempel di pelipis wanita itu. "Kohar!" Bram berseru, matanya membara penuh amarah. "Ah," Kohar menyapa dengan seringai. "Akhirnya kau datang. Tepat waktu." Bram maju selangkah, tetapi anak buah Kohar segera menodong
"Selamat tinggal, Mas. Tunggu aku disana!" Begitu ucapan Jova sebelum wanita berperut buncit itu meninggalkan area pemakaman.Baru sebentar berumah tangga, kini Jova sudah harus menjanda. Dia pun kembali ke kota asalnya karena dia tidak perlu menghindari siapapun lagi. Sambil mengusap bayi di dalam perutnya, Jova pun melangkah pergi. Sementara itu di rumah, Arya tidak bisa tenang karena teringat akan pesan Bram saat lelaki itu akan menemui Kohar. "Arya, jika aku sudah tiada, tolong jaga Jova dan anakku. Aku tidak meminta kamu menikahinya, hanya saja, aku ingin kamu memastikan, mereka hidup dengan layak meski tanpa aku disisinya."Ucapan itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Arya pun teringat dengan perusahaannya. Sebuah ide pun terlintas di kepalanya. "Aku harus menemuinya!"---"Jova," kata Arya, duduk di sofa di ruang tamu. "Aku tahu ini mungkin tidak akan menggantikan rasa kehilangannya, tapi aku ingin kau menerima ini. Perusahaan yang dulu dikelola Bram, sekarang menjadi mili
"Kohar pasti suka. Hari ini, aku masak rendang balado kesukaannya." Hana sedang menyiapkan makanan untuk kunjungan rutinnya ke penjara. Seperti biasa, ia sudah menyiapkan hijab panjang dan cadar agar tidak ada yang tahu jika yang mengunjungi Kohar adalah dia. Karena sejak awal dia berkunjung ke penjara, mereka tahunya Hana adalah adik kandung Kohar yang bernama Lasmi.Namun, rencananya yang sudah berjalan mulus selama beberapa bulan itu hancur dalam sekejap ketika telepon dari sipir penjara menghentikan langkahnya.“Halo, ini dari penjara. Suami Anda dalam kondisi kritis. Dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum kota. Anda bisa ke sana jika ingin melihatnya,” kata suara di ujung telepon dengan nada tegas.Mendengar kabar itu, tangan Hana langsung gemetar. Ia menjatuhkan ponselnya ke lantai tanpa sengaja. Hatinya diliputi kecemasan, dan ia segera berlari keluar rumah tanpa berpikir panjang.---Setibanya di rumah sakit, Hana langsung menuju ruang ICU, di mana Kohar sedang dirawat. Ia
"Aku tidak bisa membiarkan Hana lolos begitu saja. Dia harus mendapatkan hukuman atas apa yang dia lakukan. Tapi, bagaimana caraku membuat Hana keluar dari sarangnya." Arya duduk di ruang kerjanya, menatap dokumen di depannya tanpa benar-benar membaca apa pun. Apa yang dia pikirkan tadi terus menari-nari dipikirannya. Dan dia harus memutar otaknya untuk membantu polisi menemukan Hana. "Pak Arya," kata Roni, asistennya, sambil mengetuk pintu. "Apa Anda baik-baik saja?" Arya mengangguk pelan, tetapi sorot matanya penuh dengan tekad. "Aku ingin kamu menghubungi pihak kepolisian. Katakan pada mereka, aku punya informasi penting tentang Hana." Roni terdiam sejenak. "Apa Anda yakin, Pak? Itu berarti Anda akan terlibat langsung dalam pengejarannya." "Justru itu yang kuinginkan," jawab Arya dingin. "Aku tidak akan tenang sampai wanita itu ditangkap dan membayar atas apa yang dia lakukan." --- Mereka pun sama-sama berpikir. Hingga salah satu diantara mereka pun memiliki ide cemerlang u
"Arya, nanti kamu temani saya meeting dengan Pak Gani ya," kata Rina saat wanita itu baru saja tiba di kantor."Siap, Bu," jawab Arya sambil menundukkan kepalanya.Lelaki tampan itu pun mengikuti Rina masuk ke dalam ruangan untuk membacakan jadwal wanita itu hari ini.Setelah membacakan jadwal Rina, Arya melihat wanita itu tengah memejamkan matanya. “Ibu kenapa? Apa Ibu sakit? Ibu terlihat lelah,” kata Arya sambil memandang wanita itu dengan sorot mata penuh perhatian. Rina membuka matanya sambil tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja, Arya. Hanya sedikit penat dengan pekerjaan.” Arya mengangguk. “Ibu harus lebih banyak istirahat. Jangan terlalu memaksakan diri.” Rina menatap Arya sejenak. “Kau ini, sejak kapan jadi begitu peduli? Dulu kau tidak seperti ini.” Arya tersenyum getir. “Dulu aku begitu bodoh, Bu. Aku tidak bisa melihat wanita luar biasa yang ada di hadapan mata. Hingga wanita sebaik kamu aku sia-siakan. Tapi sekarang, aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.” Rin
"Arya, kudengar, kamu balikan sama Rina?" Tanya salah satu sahabat Arya saat mereka menghabiskan waktu bersama."Belum resmi balikan sih, cuma, Rina bikang ingin jalan aja gitu," jawab Arya."Saran gue nih, kalau kamu pengen ambil hati ibunya, kamu mesti bisa ambil hati anaknya dulu. Kalau anaknya udah lengekt sama Loe, gue jamin, ibunya pub ngikut," kata Reno sambil menepuk bahu Arya.Lelaki itu pun merenungkan kata-kata sang sahabat. Dia pikir, apa yang dikatakan oleh reno ada benarnya. Senyum pun terbit di bibir Arya. Keesokannya, Arya sudah berdiri di depan pintu rumah Rina sambil membawa berbagai mainan untuk Keisha. Rina sempat kaget saat melihat kedatangan Arya."Arya, kamu ngapain pagi-pagi disini?" Tanya Rina saat wanita itu membuka pintu."Hehehe, aku bawa makanan untuk Keisha dan juga beberapa mainan untuknya," jawab Arya dengan cengiran tengilnya.Rina pun menyuruh Arya masuk dan menemui Keisha yang saat ini tengah bermain bersama kelinci kecilnya."Hai cantik, ini, Om ba
"Rin, bagaimana kalau besok pagi, kita mengajak jalan-jalan di taman? Mumpung weekend," ajak Arya saat mereka melakukan video call malam itu. Rina tampak berpikir, kemudian menganggukkan kepalanya. "Boleh deh, Mas. Besok aku bangunkan Keisha lebih pagi," sahut Rina."Rin, kita nikah, yuk? Rasanya, aku sudah tak sabar ingin menghalalkanmu," kata Arya sambil menatap wajah cantik mantan istrinya.Rina tersenyum malu. Dia merasa, sudah terlalu lama menggantung hubungan mereka. "Baiklah, kapanpun kamu siap, aku mau.""Baiklah, kalau begitu, kita akan menikah minggu depan!"Mata Rina membulat sempurna mendengar ucapan Arya. "Apa ini tidak terlalu cepat?"Arya tersenyum penuh arti. "Lebih cepat, lebih baik, Rin. Aku sudah tidak sabar ....""Dasar! Mesum!" Kesal Rina lalu segera menutup panggilannya. Dia yakin kalau saat ini, wajahnya sudah memerah seperti tomat. ---Keesokannya, Arya sudah berada di rumah Rina sejak pukul 6 pagi. Lelaki itu bahkan membawakan Rina sarapan bubur ayam sebelum
"Pak Arya, semua sudah stabil. Setelah ini, akan ada dokter lain yang akan merawat Pak Arya. Mungkin bisa sambil rawat jalan," terang dokter laki-laki yang saat itu memeriksa Arya. Arya dan Rina mengangguk bersamaan. "Terima kasih, Dok," jawab keduanya kompak.Setelah dokter itu keluar, tak lama, ketukan pelan terdengar di pintu kamar Arya. Seorang wanita berjas putih masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa dokumen medis. Rambut panjangnya terurai rapi, dan senyumnya tampak lembut namun tegas. “Selamat pagi,” sapa wanita itu sambil memandang ke arah Arya yang sedang duduk di tempat tidur, ditemani Rina dan Keisha. “Saya Dr. Karina, spesialis syaraf. Saya akan menangani perawatan lanjutan untuk Pak Arya.” Arya mengangguk sopan. “Terima kasih, Dokter.” Namun, saat itu Dr. Karina terdiam. Matanya membesar, dan tangannya bergetar saat melihat wajah Arya. Dadanya bergemuruh. Itu dia. Pria yang telah lama ia pendam di hati. Cinta pertamanya sejak SMA. ‘Arya...,’ pikirnya sambil
Arfan terbangun, tangannya mencari sang istri yang biasanya tidur di sampingnya. Semalam, dia sedikit mabuk hingga tak peduli apapun saat pulang. "Kemana Nadin? Apa dia sudah bangun?" Arfan pun keluar kamar dan mendapati rumahnya begitu hening. "Kemana semua orang? Apa Nadin sudah pergi?" "Bibi!" panggilnya. Namun, yang datang bukan Bibi melainkan sang asisten yang datang dengan wajah panik. "Ada apa?" “Pak Arfan, maaf mengganggu, tapi… ini penting,” suara lelaki terdengar tegang. “Katakan saja!” kata Arfan santai. Lelaki itu tidak memiliki firasat apapun. Padahal, hal buruk telah terjadi. “Saya baru saja mendapat kabar dari pihak kepolisian. Istri Anda, Bu Nadin… dia mengalami kecelakaan bersama Bu Karina tadi malam. Dan… mereka tidak selamat.” Dunia Arfan seakan berhenti berputar. “Apa?” Suaranya bergetar. “Kau pasti bercanda, kan?” “Maaf, Pak… ini kenyataan.” Sendok makan yang dia pegang tiba-tiba terjatuh. Tangan dan kakinya melemas, dan dadanya terasa sesak. Dia tidak
"Mama," panggil Nadin saat melihat ibunya baru saja duduk di hadapannya. “Apa yang ingin kau bicarakan sampai memintaku bertemu di sini?” Karina bertanya sambil menyesap kopi yang telah dipesankan putrinya. Tatapannya tajam meneliti ekspresi Nadin. Nadin menarik napas panjang, menekan rasa frustasi yang sudah menumpuk sejak dirinya dan Arfan dipindahkan dari rumah utama keluarga Mahendra. “Aku butuh bantuan Mama,” katanya akhirnya. Karina menyeringai, meletakkan cangkirnya dengan perlahan. “Akhirnya, kau sadar juga kalau kamu butuh Mama.” Nadin mengepalkan tangannya di bawah meja. “Keisha menghancurkan semua rencana kita. Aku sudah hampir membuat Arfan menjadi CEO, tapi dia malah menunjuk suaminya sendiri untuk menggantikannya. Lalu, dia menyingkirkanku dan Arfan dari rumah utama. Ini jelas penghinaan.” Karina tertawa kecil, nada suaranya penuh ejekan. “Kau terlalu lambat, Nadin. Seharusnya kau sudah mengantisipasi langkahnya sejak awal. Keisha itu licik. Tapi kau masih punya kes
"Ma, Pa, menurut kalian gimana kalau Arfan dan Nadin tinggal di rumah sendiri," kata Keisha dengan suara tenang, tetapi tegas.Arfan mengernyit, jelas terkejut. "Apa maksudmu, Kak?"Keisha menyilangkan tangan di dadanya. "Aku sudah menyiapkan rumah untuk kalian. Rumah yang lebih besar, lebih nyaman, disana, kalian bisa bebas karena hanya tinggal berdua."Nadin langsung menegang di samping suaminya. Matanya menyipit, mencoba membaca maksud di balik keputusan Keisha. "Kenapa tiba-tiba ingin kami pindah?" tanyanya dengan senyum manis yang dipaksakan.Keisha menatapnya dingin. "Kau hamil, Nadine. Aku ingin kau lebih fokus merawat kandunganmu tanpa terlalu banyak gangguan. Rumah ini terlalu besar untukmu. Dan lagi, kamar kamu kan ada di lantai 2. Bahaya buat ibu hamil tua naik turun tangga."Arfan menghela napas. "Keisha, kalau ini karena masalah jabatan di perusahaan, aku—""Ini tidak ada hubungannya dengan perusahaan," potong Keisha cepat. "Aku hanya ingin memastikan kamu dan istri kamu
"Siapkan ruang meeting, beritahu semua petinggi perusahaan, kita akan mengadakan meeting dadakan satu jam kemudian," perintah Keisha pada aang sekretaris.Satu jam kemudian, semua sudah berkumpul di ruang meeting. Keisha baru saja masuk diikuti oleh Arfan, Rendy dan juga Nadin. Setelah memastikan semua duduk dengan tenang, Keisha pun mulai angkat bicara.“Maaf, jika saya mengadakan rapat secara mendadak. Hal ini berkaitan dengan peralihan sementara kursi kepemimpinan selama saya mengajukan cuti hamil."Arfan tersenyum tipis, sudah yakin bahwa Keisha akan mengumumkan namanya. Bahkan Nadin sudah bersiap untuk menampilkan ekspresi bangga, karena rencana mereka hampir berhasil.Namun, senyum mereka seketika memudar saat Keisha melanjutkan, “Mulai hari ini, suami saya, Rendy, yang akan menggantikan posisi saya sebagai CEO hingga saya kembali.”Ruangan langsung riuh dengan bisikan kaget. Arfan membeku di tempatnya, sementara Nadin mengepalkan tangannya di bawah meja.“Apa?” bisik Nadin deng
Di ruang makan keluarga, suasana penuh kebahagiaan. Rina dan Arya duduk di kursi mereka, menanti kabar penting dari Keisha dan Rendy yang baru saja tiba. Arfan duduk di sebelahnya, sementara Nadin berada di samping suaminya, memasang wajah penasaran. Keisha mengambil napas dalam, lalu menatap semua orang dengan senyum bahagia. “Ma, Pa, aku hamil,” ucapnya pelan, tapi cukup jelas untuk semua mendengar. Rina langsung menutup mulutnya, matanya membesar karena terkejut. “Benarkah, sayang?” Ia segera berdiri dan memeluk putrinya erat. Arya ikut tersenyum lebar. “Ini kabar yang luar biasa, Keisha!” katanya dengan bangga. Arfan, yang duduk di samping Nadin, langsung mengalihkan pandangan ke saudara perempuannya. “Selamat, Keisha. Aku ikut bahagia untukmu dan Rendy.” Di sebelahnya, Nadin juga tersenyum. Sementara semua orang sibuk mengucapkan selamat, Nadin mencengkeram gelasnya erat. Ini dia saatnya. Aku hanya perlu sedikit memainkan peran agar semua berjalan seperti yang kuinginkan.
"Sayang, Mama dan Papa senang kalian mau tinggal disini," kata Rina sambil memeluk putrinya."Aku juga senang, Kak. Dan jika Kakak langsung hamil, aku nggak bisa bayangin, gimana repotnya aku dan Kak Rendy memenuhi ngidamnya dua ibu hamil," Arfan bicara sambil mengedipkan sebelah matanya pada sang kakak.Namun, ada satu orang yang tidak peduli dengan keberadaan Keisha disini, yaitu NadineWanita itu menatap sinis kedatangan kakak iparnya beserta suaminya. Tawa mereka semakin membuat hati Nadin sakit hati. Nadin mengepalkan tangannya. Keisha sekarang berada di rumah ini, lebih dekat dengan Arfan dan keluarganya. Itu berarti rencananya bisa saja berantakan. Jika Keisha menemukan sesuatu tentangnya, maka semuanya bisa hancur.Dia tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.---Malam itu, seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang makan. Keisha duduk di sebelah Rendy, sementara Arfan duduk berhadapan dengan mereka. Nadin duduk di samping Arfan, tapi perasaannya tidak tenang sama sekali.Ary
Malam itu, di rumah Rendy"Jadi, bagaimana?" ulang Rendy sekali lagi. Namun, bukannya menjawab, Keisha justru memeluk erat Rendy seolah tak ingin berpisah. Rendy bisa merasakan detak jantung Keisha yang berdetak kencang. Senyum pun terbit di bibir Rendy. Lelaki itu pun membalas pelukan wanita yang sangat dia cintai itu.Setelah cukup lama berpelukan, Rendy melepaskan pelukannya. Lelaki itu menatap Keisha dalam, memberi ruang agar wanita itu bisa berpikir. “Aku tidak akan memaksa, Keisha. Aku hanya ingin kau jujur pada dirimu sendiri,” ucapnya lembut.Keisha mengangkat wajahnya, menatap mata Rendy dengan sorot ragu. “Aku takut.”Rendy tersenyum tipis. “Takut apa?”Keisha menggigit bibirnya, suaranya bergetar saat berbicara, “Takut kehilanganmu.”Rendy menghela napas, lalu meraih tangan Keisha dan menggenggamnya erat. “Kau tidak akan kehilangan aku, Keisha.”Keisha menggeleng, air mata mulai menggenang di matanya. “Dulu, aku pernah jatuh cinta. Entah apa alasannya, dia tiba-tiba pergi
"Kurang ajar! Rupanya, dia ingin main-main denganku. Jangan sebut aku Rendy jika tak bisa membuatku jatuh dalam pelukanku!" batin Rendy. Saat Dante meninggalkan mereka berdua, Rendy merasa, ini adalah kesempatan bagus untuknya. Dia bisa menghukum Keisha. Rendy pun menggendong tubuh Keisha layaknya karung beras. Lelaki itu kemudian mendudukkannya di mobil kemudian menguncinya. “Rendy! Apa-apaan ini? Buka pintunya!” Keisha berteriak. Memukul-mukul kaca mobil Rendy san berusaha membuka pintunya. Namun sayang, pintu itu telah terkunci. Rendy pun masuk dan duduk di sisi kemudi. Melihat Keisha yang terus memberontak membuat Rendy pun kesal. "Diam Keisha, kamu harus ikut denganku! Atau kalau tidak, jangan salahkan aku kalau mobil ini bergoyang!" "Rendy kamu nggak bis kayak gini sama aku! Buka pintunya Rendy! Buat apa kamu mengunci aku disini? Bukankah kamu sudah memiliki yang lain?" Rendy menggelengkan kepalanya. "Diana bukan kekasihku. Saat ini, aku memang sedang bekerja dengannya me
Keisha menatap nanar foto-foto kebersamaan Rendy dengan wanita yang enrah siapa namanya. Dia pun tak ingin peduli. Yang dia pedulikan hanyalah, sebegitu cepatkah Rendy melupakannya?Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja memikirkan langkah apa yang akan dia ambil. "Apa dia hanya ingin membuatku cemburu? Kalau tidak, untuk apa dia mengirimi aku foto beginian? Berani sekali dia memperlakukanku seperti ini," gumamnya geram. Tak ingin kalah, Keisha segera merencanakan langkah balasan. Jika Rendy bisa bersama wanita lain tanpa peduli padanya, maka dia juga akan melakukan hal yang sama. Wanita itu pun memikirkan cara agar bisa dalam sekejap mencari lelaki tampan, kaya, yang mau dia ajak kerja sama. "Aha! Aku tahu!"Keisha pun mengambil ponselnya kemudian menekan nomor yang dia tuju."Halo, apa tawaranmu masih berlaku?" tanya Keisha pada lelaki di seberang sana.Setelah menutup teleponnya, senyum licik pun terbit di bibir Keisha. "Lihat saja Rendy! Kamu jual, aku beli!" --- Keesokan harinya, d