Part 85Sementara itu, Hana tengah harap-harap cemas menunggu kedatangan Pak Derry. Beruntung asisten sang suami itu sigap membantunya.Tak berapa lama, Derry datang. Sebelum ia berangkat ke rumah Sasya, Hana menceritakan kronologinya lebih dulu. "Lebih baik, Nyonya tunggu di sini saja. Ini terlalu rawan untuk Nyonya. Apalàgi Nyonya baru keluar daro Rumah Sakit. Jadi, biar saya yang pergi ke rumah itu.""Tapi--""Percayakan pada saya, Nyonya. Saya akan membawa Tuan kembali ke hadapan Nyonya," sahut Derry lembut. Sang asisten iba melihat kondisi istri majikannya. Ia merasa tak tega."Apa tidak apa-apa, Pak Derry?""Ya, percayakan saja padaku. Nyonya tunggu saja ya. Maaf bukannya saya lancang, tapi ini demi kebaikan bersama."Hana manggut-manggut, ucapan Derry memang benar. Kalaupun ia ikut, pasti hanya akan merepotkannya saja."Ya, baiklah, tolong bawa Tuan kembali ya.""Baik, Nyonya."Setelah mendapatkan informasi, Derry bergegas pergi menuju basement. Mengendarai mobilnya dngan unt
Part 86"Akhirnya kau datang juga, A. Aku takut sekali. Aku takuuut ...."Putra membalas pelukan istrinya, merangkulnya dengan hangat dan mengecup keningnya berkali-kali."Sudah tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa. maaf ya sudaah membuatmu khawatir," sahut Putra berusaha tenang.Hana mengangguk, ia melirik ke arah Derry. "Pak Derry, terima kasih atas bantuannya.""Iya, Nyonya. Saya senang bisa membantu Anda. Sebaiknya Tuan disuruh istirahat dulu."Hana mengangguk lagi. "Der, kau juga pulanglah, terima kaish atas bantuannya.""Iya, Tuan.""Nanti kuhubungi lagi lewat telepon ya.""Baik, Tuan."Putra masuk ke dalam apartemen, sedangkan Derry kembali ke rumahnya."A, apa semua itu benar?" tanya Hana seraya tanpa sengaja memegang punggung suaminya."Aaauu!" pekik Putra kesakitan. Hana terkejut. "Apa kau terluka, A?""Ya, aku kena pukulan di bagian punggung."Hana yang penasaran segera memeriksa kondisi sang suami. Mulutnya menganga saat melihat luka memar di punggungnya."Ya Allah ..." Mata
Part 87Sementara itu, di rumah besar Sasya."Woi, ngapain lu pada bengong! Cepat bangun!" "Ba-baik, Nyonya!"Dua pria berbadan kekar itu segera beranjak. "Kenapa sih bisa membiarkan Putra lari?'' tanya Sasya kemudian seraya memegangi pergelangan tangannya."Anu, Non, Tuan kabur. Tadi ada yang tiba-tiba datang menolongnya.""Sial!""Dasar penjaga amatiran! Menahan satu orang saja kalian tidak becus! huh! Preman macam apa kalian ini! badan doang yang gede! tenaga kayak banci!" seru Sasya dengan geram. Wanita itupun segera berlalu kembali ke dalam kamarnya.Sasya merenung sendiri di kamar, padahal sebentar lagi Putra kembali jadi miliknya, tapi lagi-lagi hal itu seperti sebuah kemustahilan."Arrgghh! Apa yang harus kulakukan? Putra pasti akan melaporkanku ke polisi lagi! Pria itu begitu kejam pada mantan istrinya sendiri! Huh!" gerutu Sasya.*** Pagi-pagi sekali sebelum berangkat ke kantor, Derry datang ke rumah besar Mahesa untuk menemui sang majikan pertamanya.Derry melaporkan kej
Part 88Putra mengangguk canggung mendengar ucapan ayahnya. "Ayah merindukan kalian, Nak. Di rumah sepi sekali, tak ada tawa dan tangis Alvaro. Terlebih setelah iniden kecelakaan yang dialami Bama. Apa kalian gak ada rencana untuk tinggal di rumah lagi?" tanya Mahesa kembali, penuh haràp."Tidak, Ayah. Maafkan kami. Dari awal lami udah bilang sama ayah kalau ingin hidup berama keluarga kecil kami, apalagi karena sebelumnya beberapa orang disana tak menyukai Hana. Aku tidak mau ambil resiko, Yah! Aku tidak ingin istriku dipermalukan. Jadi biarkan kami tinggal di sini saja."Mahesa menganggukkan kepalanya pelan, ia memang sangat rindu pada anak dan juga cucunya, tapi ia tetap menghormati keputusan anak bungsunya itu. Yang ingin tinggal bersama keluarga kecilnya.Hana berlalu ke dapur untuk membuatkan cemilan juga teh manis untuk suami, mertua sekaligus Derry."Silakan diminum dulu, tehnya, Ayah.""Iya, terima kasih, Nak."Mahesa menyesap teh manis itu sejenak."Bagaimana dengan kandun
Part 89"Ah, kamu benar. Mendengar ucapanmu, aku seolah mendapatkan semangat baru."Hana tersenyum menanggapinya. "Melihatmu tersenyum seperti ini membuatku jadi pengin manggis.""Manggis? Buah manggis, A? Manis, asam, enak sih, tapi belum musim, A. Gak ada di pasar, belum ada yang jualan.""Bukan itu sayang ...""Terus?""Mang-gis, aku makin sayang karena kamu makin manis."Seketika Hana terkekeh. Lalu memegangi dahu sang suami sejenak. "Normal kok!" celetuk Hana dengan ekspresi yang menggemaskan.Putra tersenyum seraya menatap mata Hana dalam-dalam. Lelaki itu justru meraih tangan istrinya, lalu dikecupnya telapak tangan sang istri dengan lembut dan penuh kehangatan membuat desir halus di hati Hana."Tumben A, ngerayu terus. Lagi kenapa sih?""Karena istriku cantik," jawab Putra dengan lugas."Hahaha." Kali ini Hana tertawa lepas. "Padahal dulu kayak kulkas sepuluh pintu. Dingin banget! Bisa-bisanya sekarang jadi begini ...""Karena aku bertemu denganmu. Seseorang akan berubah lebi
Part 90Klontang! terdengar suara benda terjatuh di dapur, Wijaya yang masih terjaga segera memeriksanya. Ia melihat Yolanda menumpahkan beberapa wadah makanan."Apa yang sedang kau lakukan malam-malam begini di dapur?" tanya Wijaya dengan heran, ia mengernyitkan keningnya melihat perawat sang ayah mertua.Yolanda terkejut melihatnya. Ia buru-buru memungut rantang yang kosong itu. "Tu-an, maaf saya---""Kau sedang cari makanan? Apa kamu kelaparan?"Dengan sangat terpaksa Yolanda mengangguk."Astaga! Apa kau belum makan malam?"Yolanda menggeleng lagi. "Tadi saya sibuk merawat Tuan Bama, eh saya malah ikut ketiduran, dan lupa makan malam. Maafkan saya sudah mengganggu, Tuan."Wijaya masih memperhatikan gadis itu yang menunduk. Lalu beralih menatap jam bundar yang bertengger di dinding, waktu sudah hampir tengah malam, tepatnya pukul 23.55 WIB.Wijaya berjalan mendekat lalu mengambil sebungkus roti di lemari penyimpanan."Ini makan saja, buat ganjal perutmu."Yolanda menerima roti itu
Part 91"Gimana, Om? Uang dan shopping kan emang sudah kebutuhan wanita."Bama menghela napas dalam-dalam. "Ya, ya, nanti aku usaha. Tapi ingat, Yola, jangan lakukan apapun yang bisa membuatmu rugi."Yolanda mengangguk dan tersenyum penuh kemenangan."Yola, tolong buatkan aku teh manis. Rasanya aku ingin menikmati teh hari ini.""Baik, Om. Aku akan buatin teh spesial buat Om. Tapi Om di sini saja ya.""Heemmm ..."Yolanda menarik kursi roda Bama agar meneduh ke tepi. Gadis itupun segera masuk ke dapur, berjalan melewati Wijaya yang tengah duduk di bibir kolam renang. Yolanda tersenyum lagi. Aku akan buatkan teh juga buat Tuan Wijaya. Di dapur, Yolanda dengan cekatan membuatkan teh manis sebanyak dua gelas, tak lupa mengambil beberapa cemilan untuk Bama. Dua buah teh manis dan sepiring kudapan ia bawa dengan baki. Saampai mendekati kolam, Yolanda berjalan menghampiri Wijaya. "Maaf Tuan, aku bawakan teh manis hangat untukmu." Suara Yola agak keras. Wijaya menoleh, ia pun tersenyum d
Part 92Farish tertawa mendengarnya. "Ya, ya, baiklah. Aku tunggu kedatanganmu kembali setelah berlibur.""Hmmm.""Berapa hari kau di sana?"Putra melirik ke arah Hana. "Mungkin satu minggu, bisa juga lebih, tergantung kemauan istriku.""Wow ... ya sudah kalau begitu. Titip salam buat keluarga kalian di kampung ya!""Iya, Farish. Kami permisi dulu. Ayo, Sayang!" ajak Putra.Farish menatap mereka sejenak. Ia memotret mereka dari belakang, lalu segera mengabarkan masalah ini pada Sasya. Tapi sayangnya, nomor Sasya tidak aktif.Mobil yang dikendarai Putra mulai melaju, membelah jalan raya. Kondisi jalanan ramai lancar. Sebelum benar-benar pulang ke kampung halaman, ia akan ke rumah utama dulu untuk berpamitan pada sang ayah."Aa kenapa tadi ketus sama dia?""Siapa? Farish?""Iya.""Ya, dia itu berbahaya, Sayang. Memang terlihatnya baik dan ramah di depan. Tapi dia tak sebaik yang kamu kira, lebih tepatnya seperti serigala berbulu domba.""Oh.""Ya. Apa kau tidak tahu? Dia tidak punya pe