Saat sedang asik mengerjakan pekerjaannya, ada seseorang yang berjalan dari arah lift menuju ruangan Finn. Stela memperhatikan dengan detail dari kejauhan. Dia tahu siapa yang datang. Dia adalah Arisha Sanjaya istri dari Adrian Sanjaya dan ibu dari Finn. Stela bisa tahu kalau itu adalah Arisha, karena kemarin Stela sempat melihatnya, walau tidak berbincang langsung.
"Selamat siang, Nyonya," sapa Stela dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Selamat siang juga. Apa kamu sekretaris pengganti Ina?"
"Iya, Nyonya."
"Cantik," gumam Arisha tapi masih bisa terdengar oleh Stela. "Apa Finn ada di dalam?" tanyanya kemudian.
"Pak Finn ada di dalam Nyonya, mari saya antar."
"Tidak perlu, lanjutkan pekerjaanmu." Arisha menolak dengan lembut.
"Baik."
Arisha melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Finn. Tanpa mengetuk pintu, Arisha langsung masuk ke dalam ruangan Finn.
"Mama," ucap Finn kaget, melihat mamanya datang ke kantor. "Ada apa Mama ke sini?" tanyanya.
"Apa mama tidak boleh kemari?"
"Bukan begitu, Ma. Kalau Mama ada perlu dengan Finn, bisa menghubungi Finn, tidak perlu capek-capek datang ke sini," jelas Finn pada mamanya.
Finn adalah anak yang sangat menyayangi orang tuanya. Finn berusaha untuk memperlakukan orang tuanya dengan baik, dan tidak menyakitinya. Karena sifatnya itu, dia menerima perjodohan dengan Vania tanpa penolakan.
"Mama mau mencari gaun pernikahan untuk Vania," jelas Arisha pada Finn.
Finn mengerutkan keningnya. Dia heran dengan yang diucapkan mamanya. "Tapi, Vania sedang keluar negeri, Ma. Mama tahu bukan, dia sampai tidak bisa hadir kemarin," jelas Finn dan sedikit mengingatkan mamanya.
"Iya, Mama tahu."
"Lalu kenapa Mama mau mencari gaun?" Finn masih heran mamanya masih mau mencari gaun di saat Vania tidak ada.
"Mama rasa sekretaris barumu itu mempunyai tubuh yang hampir mirip dengan Vania. Jadi tidak ada salahnya mama meminjamnya untuk mencoba gaun Vania." Arisha memberikan ide pada anaknya.
"Tapi ma—"
Belum selesai Finn bicara mamanya sudah memotong pembicaraannya. "Panggilkan dia, Mama yang akan memintanya sendiri."
Finn tahu betul mamanya tidak bisa dilarang dan dicegah saat memiliki keinginan.
"Baiklah."
Finn langsung meraih telepon dan menghubungi Stela. Dia meminta Stela untuk masuk ke dalam ruangannya.
Stela yang diminta ke ruangan Finn, langsung menuju ke ruangan atasannya itu. Dia mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.
"Masuk!" seru Finn.
Stela masuk ke dalam ruangan Finn, setelah suara Finn terdengar. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
Finn yang mendapat pertanyaan dari Stela, melirik ke arah mamanya. Dia tidak bisa menjelaskan permintaan aneh mamanya.
"Begini, saya mau mencari gaun untuk Vania. Karena Vania tidak ada, saya mau mengajak kamu," jelas Arisha pada Stela.
"Saya Nyonya?" tanya Stela memastikan.
"Iya, karena bentuk tubuh kamu mirip dengan Vania jadi saya mengajak kamu," jawab Arisha.
‘Siapa yang nikah, siapa yang cari gaun,’ batin Stela.
"Baiklah, Nyonya." Stela tidak punya pilihan untuk menolak, apa lagi menolak istri pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Setelah Stela mengiyakan permintaan Arisha untuk mencari gaun, akhirnya Stela mengikuti Arisha ke butik.
"Oh ya, kita sampai lupa belum berkenalan," ucap Arisha saat perjalanan ke butik. "Kalau kamu pasti sudah tahu nama saya bukan?" ucapnya seraya tertawa kecil.
"Sudah, Nyonya." Stela mengiyakan. "Saya Auristela, Nyonya," ucap Stela memperkenalkan diri.
"Nama yang cantik, kalau begitu saya panggil Auri saja?"
"Silakan, Nyonya."
"Jangan panggil Nyonya kalau sedang di luar seperti ini, panggil Tante Risha saja."
"Tap—” Stela benar-benar merasa tidak enak diminta memanggil 'Tante' oleh mama bosnya.
"Sudah ini perintah." Ucapan Arisha penuh dengan ancaman.
"Baik Tante Risha." Akhirnya Stela mengalah untuk memanggil sesuai keinginan dari Arisha.
Sesampainya di butik, mereka sudah disambut oleh pelayan. Dalam hati Stela sudah bisa membayangkan, kalau kedatangan Arisha akan disambut istimewa. Sebagai istri pemilik perusahaan besar, pengaruhnya dalam bisnis cukup besar, dan sudah pasti semua orang mengenal Arisha.
"Apa ini calon pengantin?" tanya desainer yang akan membuat gaun untuk Vania.
"Iya," jawab Arisha.
Stela langsung mengerutkan keningnya. Kenapa dia mengatakan aku calon pengantin? batin Stela bingung.
"Calon pengantinnya cantik sekali, Nyonya," puji desainer di sela-sela mengukur gaun kepada Stela.
Stela hanya diam dan tidak menjawab ucapan desainer itu. Dia masih merasakan kebingungan yang luar biasa.
"Karena dia cantik jadi buatlah gaun yang akan membuatnya terlihat lebih cantik," jawab Arisha pada desainer.
Saat sedang asik mengukur gaun, tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya yang menghampiri Arisha.
"Jeng Risha di sini?" tanya wanita paruh baya itu pada Arisha.
"Iya Jeng Rani, saya sedang mencari gaun untuk pernikahan putra saya."
Wanita paruh baya itu melirik Stela yang sedang sibuk diukur oleh desainer.
"Itu calon menantu? Cantik sekali," puji nya setelah melihat Stela.
"Iya, dia calon menantu saya," ucap Arisha dengan bangga. "Harus Jeng, cari yang cantik, anak saya juga tampan." Arisha dengan sombongnya memamerkan Stela sebagai menantunya.
Stela begitu terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya itu. Dia bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa Arisha mengakui dirinya sebagai calon menantu?
"Iya putra Jeng Risha tampan, layak dapat yang cantik seperti ini.""Iya," jawab Risha dengan senyum kemenangan."Saya pamit duluan ya, Jeng Risha.""Iya," jawab Arisha dengan senyum.Setelah selesai urusan memesan gaun pengantin, Arisha meminta Stela untuk makan siang terlebih dahulu sebelum kembali ke kantor."Kita makan siang dulu, Auri. Kita sudah melewatkan jam makan siang." Arisha sedikit tidak enak pada Stela mengajak, tapi justru membuat kelaparan."Baik, Tante."Stela hanya mengiyakan saja, karena yang diucapkan Arisha benar, kalau mereka melewatkan makan siang karena sibuk memesan gaun pernikahan Vania.Arisha meminta sopir, melajukan mobilnya menuju mall terdekat untuk makan siang mereka yang sudah terlewat. Setelah sampai di mall, Arisha memilih restoran Jepang untuk makan siang mereka."Maafkan saya, karena tadi mengakui kamu sebagai menantu saya.” Akhirnya Arisha menyampaikan permintaan maaf sesaat sampai di restoran."Tidak apa-apa, Tante," bohong Stela. Sebenarnya Stel
Saat mendapatkan pertanyaan tentang pernikahan, ada rasa sesak menghimpit dada Stela. Pernikahan? Stela hanya membatin satu kata yang ditanyakan oleh Finn."Saya tidak punya pengalaman banyak, Pak, jadi tidak ada yang saya bisa bagikan." Stela menjawab dengan menahan sesak di dadanya."Kamu benar, kamu juga baru menjalani rumah tangga jadi mungkin belum banyak cerita, atau mungkin kamu bisa ceritakan bagaimana kamu bisa berkenalan dengan suamimu?" Finn masih berusaha menggali semua informasi tentang kehidupan Stela. Entah kenapa, Finn begitu tertarik dengan kehidupan wanita, yang sekarang di dalam mobil bersamanya.Stela sebenarnya malas untuk menjawab, tapi saat atasannya yang mengajukan pertanyaan, rasanya berat untuk menolak semua pertanyaannya. "Kami teman kuliah, dan kami sudah berpacaran empat tahun." Akhirnya itulah yang diceritakan Stela."Wah ... kalian bisa bertahan selama itu. Empat tahun waktu yang lama untuk semua hubungan.""Waktu yang lama sebuah hubungan tidak menjamin
Stela yang mendapat sapa dari Abi seketika membulatkan matanya, dia benar-benar tidak menyangka Abi akan menyapa.Finn melihat keanehan di depannya. Dia tampak terkejut ketika sekretaris Sean mengenal Stela. "Apa Anda kenal dengan Auri?" tanyanya pada Abi.Abi yang tidak tahu keadaan apa ini, dibuat bingung dengan pertanyaan Finn. Sejenak dia menatap Sean meminta jawaban atas pertanyaan Finn."Kami teman lama." Stela yang melihat kebingungan Abi atas pertanyaan Finn, segera menjawab."Iya kami teman lama." Abi mencoba mengiyakan pernyataan Stela.Ekor mata Sean melirik ke arah Stela. Entah magnet apa yang membuat Sean begitu ingin melihat wanita yang selama ini ada di hatinya.Stela yang merasa diperhatikan oleh Sean merasakan debaran di jantungnya. Cinta di dalam hatinya memang belum pudar sedikit pun, tapi kenyataan yang ada tak bisa dielakan lagi.Tatapan Sean tidak bisa Stela artikan sama sekali, dengan status mereka sekarang, entah apa yang ada di hati Sean?"Oh … teman lama." Fi
"Apa kita perlu ke rumah sakit?" tanya Stela yang panik. "Tidak perlu." "Kenapa kalian tidak menjelaskan isi dari menu dari restoran kalian!" Stela melayangkan protes pada pelayan restoran. "Maafkan kami Nona, kami benar-benar tidak tahu kalau Tuan ada alergi." Sean yang melihat kepanikan Stela, merasa senang. Stela belum berubah, dia masih tetap sama paniknya saat dirinya alergi. "Sudahlah Stel, ini sudah lebih baik," jawab Sean dengan masih menahan sesak di dadanya. Sejenak Stela tersadar akan kepanikannya yang terlihat jelas di mata Abi dan Finn. ‘Apa yang aku lakukan? Kenapa aku panik seperti ini di depan mereka?’ batin Stela. Finn menatap Stela. Dia merasa aneh saat Stela begitu panik saat Sean terserang alergi. Pikirannya menerka hubungan di antara Stela dan Sean. Namun, dia tidak bisa menebak hubungan apa. Masih jelas di ingatannya, jika Stela mengatakan jika dia tidak mengenal Sean. "Sebaiknya Pak Sean bisa pulang saja, saya rasa Pak Sean butuh istirahat." Finn merasa t
Setelah seminggu yang lalu Stela berjanji untuk ikut Ana ke acara reuni Nathan. Pagi ini Stela bersiap. Dia mengemas beberapa pakaian ganti. Tak lupa sebelum pergi dia memoles wajahnya dengan sedikit make up."Stel, ayo cepat," teriak Ana dari balik pintu kamar kos Stela.Suara Ana membuat Stela buru-buru mengambil tasnya dan membuka pintu."Selalu saja lama," gerutu Ana.Bagi Stela mendengar gerutuan Ana adalah hal biasa. Jadi dia akan mengabaikannya begitu saja.Meninggalkan Ana yang masih menggerutu, Stela menuju mobil Nathan. "Ana, cepat," teriak Stela membalas Ana yang masih di belakang."Dasar!" Ana berucap seraya berlari mengejar Stela. Perasaan kesal menyelimuti Ana. Teriakan Stela yang didengarnya, membuatnya seolah dialah yang terlambat."Kena kamu." Ana memeluk Stela, menyalurkan kekesalannya.Stela langsung tertawa saat Ana memelukanya dan menangkapnya. Tawa Stela pun berbalas tawa dari Ana. Hingga tawa keduanya terdengar riang mengisi pagi.Nathan yang sudah biasa melihat
Akhirnya Stela dan Ana memutuskan untuk ikut jalan-jalan Nathan, menikmati suasana pegunungan yang asri.Stela sedikit menyesali saat memutuskan mengikuti Nathan yang mengajaknya keluar untuk berjalan-jalan. Saat Stela keluar dari kamarnya, ternyata dia menemukan Finn juga ada disana, dan berniat ikut untuk jalan-jalan di sekitar Villa juga.Sebagai sepasang kekasih Ana dan Nathan menggunakan waktu untuk berdua. Walaupun mereka sering bertemu di rumah sakit, waktu-waktu berdua seperti sekarang dengan suasana yang indah membuat hubungan mereka lebih dekat.Hingga mau tak mau, Stela harus rela berjalan berdampingan bersama Finn, tepat di belakang Ana dan Nathan."Apa kamu suka suasana pegunungan?" tanya Finn membelah keheningan saat mereka berjalan mengekor di belang Ana dan Nathan." Iya Pak," jawab Stela singkat."Jangan panggil ‘Pak’, panggil Finn saja saat di luar seperti ini." Finn membenarkan panggilan untuk dirinya dari Stela.Stela yang diminta untuk memanggil nama oleh Finn han
"Kenapa juga harus ada dia di sini?" gerutu Ana sesaat setelah mereka berdua masuk ke dalam kamar."Kamu tadi dengar bukan, dia ke sini atas ajakan Olivia." Stela mengingatkan Ana yang mendengar pembicaraan antara Olivia, Sean, dan Finn."Iya, tapi aku kesel, Stel. Aku membawa kamu ke sini untuk melupakan dia, tapi dia ada di sini, lalu apa jadinya?" Ana masih terus meluapkan kekesalannya yang melihat Sean di tempat yang sama dengannya.Stela hanya tersenyum. Dia merasa senang ternyata niat utama Ana adalah membuatnya senang. Setelah ucapan Sean tentang surat pengajuan cerai waktu itu, memang Stela merasa sedih. Dia bersyukur masih ada teman-temannya yang mau selalu ada untuknya."Sudahlah, mau bagaimana lagi, sekarang dia di sini, kita tidak bisa mengusirnya bukan?" Stela mencoba menenangkan Ana dengan kenyataan yang ada di depan mata mereka.Ana menghela napasnya, rasa kesalnya memang masih tersisa, tapi kalau dia marah-marah seperti ini, Stela akan merasa lebih sedih."Oke, jadi se
Setelah Sean keluar dari kamar Stela memegangi dadanya. Dia merasa tatapan mata Sean selalu membuatnya berdebar. Rasanya tak pernah berubah dari dulu pertama kali melihat Sean.Kenapa aku tidak bisa membencimu, Se?Tok ... tok ....Suara pintu diketuk membuat Stela begitu terkejut. Menerka-nerka siapa yang mengetuk. Segera dia membuka pintu kamar untuk tahu siap orang yang mengetuk pintu kamar."Stel, kamu lama sekali," keluh Ana saat melihat Stela membuka pintu.Stela merasa lega saat Ana yang mengetuk pintu. Dari bagaimana Ana bertanya, temannya itu tidak tahu Sean datang ke kamarnya.‘Rasanya aku takut sekali ada orang yang melihatku dan Sean, seperti aku sedang bertemu dengan selingkuhanku.’"Iya sebentar, aku tadi ke toilet dulu, perutku sedikit sakit, jadi lama." Stela memberi alasan."Apa perlu aku periksa?""Tidak perlu, nanti kamu beri obat saja padaku." Stela merutuki kesalahannya karena memilih alasan sakit. Dia lupa kalau temannya ini dokter."Baiklah aku akan mengambilkan
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."