Akhirnya Stela dan Ana memutuskan untuk ikut jalan-jalan Nathan, menikmati suasana pegunungan yang asri.Stela sedikit menyesali saat memutuskan mengikuti Nathan yang mengajaknya keluar untuk berjalan-jalan. Saat Stela keluar dari kamarnya, ternyata dia menemukan Finn juga ada disana, dan berniat ikut untuk jalan-jalan di sekitar Villa juga.Sebagai sepasang kekasih Ana dan Nathan menggunakan waktu untuk berdua. Walaupun mereka sering bertemu di rumah sakit, waktu-waktu berdua seperti sekarang dengan suasana yang indah membuat hubungan mereka lebih dekat.Hingga mau tak mau, Stela harus rela berjalan berdampingan bersama Finn, tepat di belakang Ana dan Nathan."Apa kamu suka suasana pegunungan?" tanya Finn membelah keheningan saat mereka berjalan mengekor di belang Ana dan Nathan." Iya Pak," jawab Stela singkat."Jangan panggil ‘Pak’, panggil Finn saja saat di luar seperti ini." Finn membenarkan panggilan untuk dirinya dari Stela.Stela yang diminta untuk memanggil nama oleh Finn han
"Kenapa juga harus ada dia di sini?" gerutu Ana sesaat setelah mereka berdua masuk ke dalam kamar."Kamu tadi dengar bukan, dia ke sini atas ajakan Olivia." Stela mengingatkan Ana yang mendengar pembicaraan antara Olivia, Sean, dan Finn."Iya, tapi aku kesel, Stel. Aku membawa kamu ke sini untuk melupakan dia, tapi dia ada di sini, lalu apa jadinya?" Ana masih terus meluapkan kekesalannya yang melihat Sean di tempat yang sama dengannya.Stela hanya tersenyum. Dia merasa senang ternyata niat utama Ana adalah membuatnya senang. Setelah ucapan Sean tentang surat pengajuan cerai waktu itu, memang Stela merasa sedih. Dia bersyukur masih ada teman-temannya yang mau selalu ada untuknya."Sudahlah, mau bagaimana lagi, sekarang dia di sini, kita tidak bisa mengusirnya bukan?" Stela mencoba menenangkan Ana dengan kenyataan yang ada di depan mata mereka.Ana menghela napasnya, rasa kesalnya memang masih tersisa, tapi kalau dia marah-marah seperti ini, Stela akan merasa lebih sedih."Oke, jadi se
Setelah Sean keluar dari kamar Stela memegangi dadanya. Dia merasa tatapan mata Sean selalu membuatnya berdebar. Rasanya tak pernah berubah dari dulu pertama kali melihat Sean.Kenapa aku tidak bisa membencimu, Se?Tok ... tok ....Suara pintu diketuk membuat Stela begitu terkejut. Menerka-nerka siapa yang mengetuk. Segera dia membuka pintu kamar untuk tahu siap orang yang mengetuk pintu kamar."Stel, kamu lama sekali," keluh Ana saat melihat Stela membuka pintu.Stela merasa lega saat Ana yang mengetuk pintu. Dari bagaimana Ana bertanya, temannya itu tidak tahu Sean datang ke kamarnya.‘Rasanya aku takut sekali ada orang yang melihatku dan Sean, seperti aku sedang bertemu dengan selingkuhanku.’"Iya sebentar, aku tadi ke toilet dulu, perutku sedikit sakit, jadi lama." Stela memberi alasan."Apa perlu aku periksa?""Tidak perlu, nanti kamu beri obat saja padaku." Stela merutuki kesalahannya karena memilih alasan sakit. Dia lupa kalau temannya ini dokter."Baiklah aku akan mengambilkan
Stela melangkah ingin meninggalkan Sean. Namun, langkahnya terhenti saat Sean menggenggam tangannya."Aku akan memaafkanmu, kembalilah padaku." Satu kata yang terucap dari Sean.Stela mencerna baik-baik kata-kata yang keluar dari mulut Sean. Memaafkanku? ucap Stela mengulang kembali ucapan Sean dalam hatinya. Memutar tubuhnya, dia menatap Sean."Aku akan mencabut gugatan cerai kita, aku akan melupakan semua yang sudah kamu lakukan, dan kita bisa kembali membangun rumah tangga yang kita impikan dulu." Sean menatap penuh cinta pada Stela, berharap istrinya akan kembali padanya.Rasanya Sean sudah tidak bisa menahan perasaannya. Dia benar-benar tidak bisa melupakan Stela sedikit pun, dan saat jauh dari Stela hidupnya hampa. Empat tahun bukan waktu sebentar untuk dia bisa melupakan Stela. Apalagi saat melihat pria lain memerhatikan dan menyukai Stela, darahnya mendidih, seolah dia benar-benar tidak rela Stela dimiliki oleh siapa pun. Hingga hari ini, dia buang semua egonya untuk membuat S
Stela merutuki kesalahannya, karena mengira Ana yang ada di belakangnya."Aku baik," ucap Stela seraya menghapus air matanya.Finn yang merasa tidak tega saat melihat wanita di depannya menangis, ingin sekali memeluknya. Namun Finn tahu, itu tidak akan pernah terjadi, karena dia tidak bisa seenaknya saja memeluk."Kalau kamu butuh untuk bercerita, kamu bisa bercerita padaku," ucap Finn mencoba memberikan semangat pada Stela."Terima kasih, tapi aku tidak perlu seseorang untuk bercerita." Stela sudah mulai tenang. Menjawab.Finn yang menyadari Stela yang sudah mulai tenang, hanya tersenyum. Dia sadar, bahwa wanita di depannya adalah wanita yang cepat mengendalikan suasana.‘Walaupun keadaannya rapuh dia bisa bersikap tenang,’ batin Finn."Baiklah kalau begitu, aku permisi." Finn memilih untuk meninggalkan Stela, karena dia tahu Stela butuh waktu untuk sendiri.Saat Finn hendak ke luar kamar, dia mendapati seseorang yang hendak masuk ke dalam kamar Stela."Finn, kamu disini?" tanya Ana
Hari ini Stela sudah mulai berkerja seperti biasa, setelah liburannya dipakai untuk menghadiri acara reuni Nathan. Sejenak dia melepaskan bayangan-bayangan kejadian kemarin. Memberikan semangat untuk dirinya sendiri, meyakini bahwa ke depan akan lebih baik.Stela merapikan mejanya saat Finn datang. Saat melihat Finn, tiba-tiba dia ingat bahwa atasannya itu mendengarkan curahan hatinya, dan sudah dipastikan bahwa Finn sudah tahu bahwa dirinya akan bercerai."Pagi," sapa Finn terlebih dahulu."Pagi, Pak.""Bacakan jadwalku, aku tunggu di dalam!" perintah Finn.Stela yang mendapat perintah langsung mengerjakannya. Dia membacakan jadwal Finn seperti biasa. Memerhatikan Finn yang tampak tidak menampilkan perubahan apa pun paska kejadian kemarin.Dia mengira Finn akan mencecarnya dengan kebenaran yang diungkapkan kemarin. Karena Stela tahu Finn biasanya suka bertanya tentang kehidupan pribadinya."Oh ya, tadi mama memintamu ke rumah," ucap Finn sesaat setelah Stela membacakan jadwalnya. "Ja
Setelah makan malam, Stela izin pamit karena sudah malam. Risha meminta Finn untuk mengantarkan Stela. Walaupun awalnya Stela menolak, akhirnya dia menerima karena Risha memaksa."Saya harus mengantar kamu ke mana?" tanya Finn saat mereka sudah masuk ke mobil.Stela berpikir. Terakhir kali Finn mengantarnya, Finn mengantar ke kosan Ana, karena dia beralasan ingin ke rumah Ana. Namun, karena pasti Finn sudah tahu kalau dirinya sudah akan berpisah dengan suaminya, tidak ada alasan lagi untuk memberitahu tempat tinggalnya."Ke kos" ucap Stela menoleh pada Finn.‘Ternyata tepat dugaanku dia tinggal disana,’ batin Finn.Saat mendengar tujuan Stela adalah kos, Finn melajukan mobilnya. Karena dia sudah tahu kos Stela, jadi dia tidak banyak bertanya.Selama perjalanan Finn menanyakan bagaimana hari ini mamanya belajar memasak. Stela pun menceritakan antusiasnya Risha memasak. Tidak lupa Finn berterimakasih pada Stela karena mau mengajari mamanya memasak. Stela hanya menjelaskan bahwa dirinya
Minggu pagi ini, Stela menggunakan waktu liburnya untuk berolahraga. Dia memilih berlari mengelilingi taman di dekat kos-nya bersama Ana."Jadi mama Finn mengenalkanmu sebagai menantunya?" tanya Ana memastikan cerita Stela. Dari mulai lari tadi, Stela menceritakan semua kejadian yang terjadi kemarin dan di butik tempo hari pada Ana."Iya.""Wah, sepertinya mamanya memberi lampu hijau padamu, Stel," ucap Ana mengoda Stela."Jangan terlalu jauh berpikir, Finn sudah punya tunangan." Stela menegaskan pada Ana kenyataan yang ada."Kalau dia punya tunangan, kenapa dia tidak menolak saat mamanya mengenalkanmu sebagai calon menantu?"Stela menatap Ana dan memikirkan kata-kata Ana. Dia mulai teringat kenapa Finn merasa tidak keberatan mamanya mengenalkan dia sebagai calon menantu."Entahlah.""Aku rasa dia mulai jatuh cinta denganmu, apalagi sekarang dia tahu, kamu akan bercerai dengan Sean.""Aku sudah bilang jangan terlalu jauh berpikir." Stela masih saja mengelak ucapan Ana."Oke, kalau beg
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."