‘Dia kan suaminya,’ batin Ana mencibir OliviaStela bingung menjawab apa, tapi sejenak dia ingat kejadian di restoran. "Aku tahu karena waktu rapat antara Sean dan Finn, dia sempat makan udang dan membuatnya sesak napas."Olivia hanya bisa pasrah mendengar itu. Menarik kembali mangkuk berisi udang.Akhirnya mereka berempat melanjutkan makan. Sepanjang makan tangan Sean menggenggam tangan kiri Stela. Stela yang hanya menggunakan tangan satu, merasa kesusahan untuk makan. Berulang kali Stela mencoba melepaskan tangannya, tapi berulang kali pula Sean menarik kembali tangan Stela."Aku ingin ke toilet sebentar," ucap Stela setelah makanannya sudah habis.Ana yang mendengar ucapan Stela pun mengangguk. Namun, Stela masih berdiam diri, dan tidak beranjak dari kursinya, saat Ana sudah mengiyakan permintaan Stela."Aku ingin ke toilet," ucap Stela lagi. Seolah menegaskan pada Sean, yang belum sadar bahwa tangan Sean masih menggenggam erat tangan Stela."Aku sudah mengangguk, Stel, kenapa kamu
Akhirnya Sean melajukan mobilnya ke apartemennya. Sesampainya di sana Sean meminta Stela untuk masuk ke dalam apartemen, untuk mengambil berkas yang dia ingin titipkan. Stela yang awalnya menolak, akhirnya mengiyakan permintaan Sean, setelah Sean mengancam tidak akan mengambil berkas, jika Stela masih tetap menunggu di mobil.Stela berjalan mengekor di belakang Sean. Sesampainya Sean menekan kode apartemennya. Stela melihat Sean masih memakai tanggal ulang tahunnya untuk kode apartemennya."Kodenya masih sama," ucap Sean.Mata Stela hanya menatap malas mendengar ucapan Sean. Dia masuk setelah Sean mempersilakan masuk.Sean ke ruangan kerjanya untuk mengambil berkasnya yang ingin dia titipkan pada Stela.Stela memilih menunggu di sofa ruang tamu sambil melihat ke sekeliling apartemen Sean. Pemandangan pertama yang dilihat Stela adalah, apartemen yang belum berubah sama sekali. Dia memerhatikan apartemen Sean dan mengingat semua kenangan yang ada di apartemen Sean.Di sini dia banyak me
"Pagi Auri," sapa Finn yang melihat Stela masuk ke dalam mobilnya.Semalam Finn sudah menghubungi Stela, bahwa dia akan menjemputnya di kos. Rencananya mereka akan mengecek proyek pembangunan hotel yang sudah dikerjakan oleh orang-orang Finn. Finn juga memberitahu Stela untuk membawa baju ganti, karena takut kalau mereka akan sampai malam di sana."Pagi, Pak.""Panggil Finn, Auri." Finn mengingatkan panggilan saat mereka sedang berdua."Baiklah ‘Finn’." Stela memilih mengalah, dan memanggil nama pada Finn.Finn melajukan mobilnya menuju proyek pembangunan hotel. Tangannya menekan audio dan menyalakan radio untuk mengusir keheningan di dalam mobil. Kemudian kembali fokus pada jalanan di depannya, dengan sesekali dia melirik Stela.Stela diam menikmati pemandangan jalanan yang dilalui. Suara radio membuat Stela menikmati alunan musik.Namun, seketika raut wajah Stela berubah saat mendengar lagu. Stela memerhatikan setiap bait liriknya. Setiap bait mewakili dirinya yang masih begitu terla
"Ternyata kamar kita berjarak cukup jauh, Auri." Finn melihat access card yang menunjukan nomer kamar tertera berbeda lantai.Stela yang menerima access card, sedikit mengerutkan keningnya. Dia heran kenapa bisa kamar mereka berdua berbeda lantai."Tidak masalah, nanti saat makan malam aku akan menghampirimu.""Tidak perlu repot, Finn, kita bisa bertemu di cafe hotel ini saja." Stela merasa tidak enak kalau harus Finn menjemputnya ke kamar untuk makan malam."Baiklah kalau begitu."Saat lift sudah terbuka, mereka masuk. Tidak ada obrolan di dalam lift, hingga lift berhenti di lantai yang mereka tuju. Finn keluar lebih dulu, karena dia berada di lantai empat sedangkan Stela berada di lantai lima.Setelah masuk ke dalam kamar hotel, Stela dibuat bingung dengan kamar yang disiapkan oleh Abi.Kamar Presidential suite dengan desain kontemporer terlihat begitu elegan. Kamar memiliki satu tempat tidur queen, ruang tamu, dapur kecil, serta kamar mandi lengkap dengan bath tub dan shower.Dia
Sean hanya menarik senyum di wajahnya. Rasanya sudah lama dia tidak melihat Stela yang kesal saat dia menggodanya.‘Aku berjanji akan mengembalikanmu seperti dulu lagi.’Sean mengayunkan langkahnya ke sofa. Rasanya dia ingin menertawakan dirinya sendiri. Bagaimana bisa, seorang pemilik hotel memilih tidur di sofa kamar hotelnya. Dia bisa saja memesan kamar baru untuk tidur nyamannya, tapi dia tidak mau menyianyiakan kesempatan untuk berada satu kamar dengan Stela.Sean merapikan bantal sofa. Meletakkan batal agar pas untuk menyangga kepalanya. Beralih merebahkan tubuhnya di atas sofa, dia menikmati apa yang di dapatnya kali ini.‘Semoga badanku tidak akan pegal besok pagi,’ batin Sean.****Stela merebahkan tubuhnya di atas kasur lembut. Tubuhnya yang lelah, serasa nyaman saat merasakan kasur lembut dan selimut hangat yang tersedia. Matanya yang sudah mulai terasa berat, perlahan terpejam.Belum puasa mimpi indahnya hadir, tenggorokannya terasa kering, dan membuat tidurnya terganggu.
Jam dua belas Finn dan Stela sampai di kantor. Stela langsung ke meja kerjanya dan Finn ke ruangannya. Saat Finn membuka ruangannya, dia dikejutkan dengan kedatangan Vania, yang sedang duduk manis di sofa ruangan Finn."Kenapa kamu di sini?" Satu pertanyaan yang keluar dari Finn.Vania menatap tajam Finn. "Apa begini caramu menyambut tunanganmu?" tanyanya tidak suka dengan pertanyaan Finn."Maksudku, kenapa kamu bisa langsung masuk dan tidak menunggu di ruang tunggu saja?""Apa kamu lupa aku ini tunanganmu dan bisa masuk ke ruanganmu kapan saja, lagi pula tidak ada sekretarismu di depan, jadi aku bisa langsung masuk tanpa izin bukan?"Finn mengingat, memang benar Stela tidak ada, karena dia bersamanya. Sedangkan petugas keamanan sudah mengenal Vania sebagai tunangannya, jadi wajar mereka mempersilakan Vania.Finn mengalah dan membenarkan ucapan Vania. "Lalu ada perlu apa kamu ke sini?" Finn bertanya seraya berdiri di depan Vania yang sedang duduk di sofa."Bisakah kamu bicara lebih le
Vania membulatkan matanya mendengar ucapan Finn.Vania langsung diam membisu, sudah tidak ada jalan lagi berkelit. Dia sudah tidak bisa menyembunyikan hubungannya dengan rekan modelnya lagi dari Finn.Anto yang melihat anaknya diam menjadi geram. "Apa benar itu Vania?" tanyanya dengan nada tinggi Dia tidak tahan melihat Vania."Pa, dengarkan dulu," bujuk Vania.Adrian yang sedari tadi duduk, akhirnya berdiri. "Maaf Pak Anto, sepertinya pertunangan ini saya batalkan," ucapnya dengan tenang."Masalah saham kami di perusahaan Anda, Anda tidak perlu khawatir, Finn tidak akan mencabutnya," ucap Finn pada Anto. "Bukan begitu Fin?" Adrian menatap putranya meminta jawaban."Saya tidak suka mencampur adukan masalah pribadi dengan bisnis, jadi Anda tenang saja."Anto yang mendengar tidak bisa berkata apa-apa. Melihat kelakuan putrinya, sudah jelas dia salah, dan keluarga Finn tidak mencabut sahamnya saja dia patut bersyukur. "Baiklah, saya terima pembatalan pertunangan Vania dan Finn."Adrian y
Sesampainya di rumah Finn langsung mencari mamanya. Dia mencari mamanya ke dapur, ke taman belakang, tapi tidak menemukan sang mama. Akhirnya dia bertanya pada asisten rumah tangga, dan mengatakan bahwa mamanya sedang di kamar.Finn tidak ada pilihan lagi selain mengetuk pintu kamar mamanya. Rasanya dia sudah tidak sabar meminta bantuan mamanya."Kenapa Finn?" Adrian yang membuka pintu mendapati anaknya yang mengetuk pintu."Apa mama ada, Pa?" Finn yang mencari mamanya, harus berhadapan dulu dengan papanya."Mama sedang mandi, ada apa biar papa sampaikan pada mama."Finn yang mendengar ucapan papanya, hanya menelan kasar salivanya. Rasanya tidak mungkin dia mengatakan niatnya pada papanya."Tidak, nanti Finn akan temui mama saja lagi," elak Finn."Baiklah."Papa Finn menutup pintu sedangkan Finn berlalu setelah papanya menutup pintu kamarnya. Seraya menunggu mamanya, Finn memilih membersihkan diri terlebih dahulu.Finn yang keluar dari kamar mandi, mendengar pintu kamarnya diketuk. Bu
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."