Kalea hanya pasrah ketika sang suami menciumnya. Makin lama Kalea makin nyaman.Mereka menikmati makan malam romantis sambil mendengarkan deburan ombak yang terdengar. “Apa ada efek dari pencegah kehamilan yang aku suntikkan padamu?” Dr. Derran menatap sang istri ketika mereka sedang menikmati makan.“Tidak. Aku merasa biasa saja.”Dua minggu yang lalu, Kalea mendapatkan suntikan pencegah kehamilan, hal itu dilakukan untuk mencegah kehamilan terjadi pasca keguguran.“Baguslah, aku harap kamu tetap nyaman. Jika ada apa-apa bilang padaku.”“Iya, aku akan mengatakan jika merasa tidak nyaman.”Dr. Derran harus bersabar untuk membuat Kalea hamil. Butuh tiga sampai enam bulan sampai kandungan Kalea sehat.“Kamu tidak apa-apa jika aku tidak cepat hamil?” Ragu-ragu Kalea bertanya. Padahal dia pernah menanyakannya. “Aku mau rahimmu sehat dulu. Saat rahimmu sehat, anak yang dilahirkan akan sehat. Jadi aku akan sabar menunggu. Lagi pula, kita bisa memanfaatkan waktu bersama. Kamu juga bisa pun
Kalea cukup terkejut ketika sang suami menyebut nama orang yang menghubunginya. Terhitung sejak perceraian, mereka memang tidak saling berkomunikasi. Entah ada angin apa pria itu menghubungi Kalea.“Angkat saja!” pinta dr. Derran.Kalea segera mengangkat telepon itu untuk tahu apa yang ingin dibicarakan dengan Alby.“Halo, Mas,” sapa Kalea.“Aku mau ajak Kyna akhir pekan besok ke ulang tahun temanku. Aku harus jemput Kyna di mana?”Akhirnya Kalae tahu untuk apa Alby menghubunginya. Dia tahu persis bagaimana Alby yang dikenal penyayang keluarga. Pasti pria itu sengaja mengajak anaknya agar tetap menunjukkan citra itu. Walaupun anaknya hanya dimanfaatkan saja, Kalea tidak masalah. Karena Kyna perlu bertemu juga dengan papanya.“Aku akan kirimkan alamat nanti.”“Baiklah.”Sambungan telepon langsung terputus saat mendapati jawaban itu. Kalea hanya bisa menatap dr. Derran saja.“Kenapa?” Dr. Derran tampak penasaran.“Mas Alby mau ajak Kyna ke ulang tahun anak temannya.”Dr. Derran hanya m
“Siapa yang mencari aku?” Perasaan dia tidak punya janji, apalagi dia baru saja bekerja. “Sopir taksi.” “Sopir taksi?” Kalea benar-benar tidak menyangka jika ternyata yang mencarinya sopir taksi. Dengan segera Kalea keluar untuk menemui siapa orang yang ingin bertemu dengannya itu. “Selamat siang, Pak.” Kalea menyapa sopir yang ada di depan toko bunga. “Siang, Bu. Maaf, apa benar Anda bernama Kalea?” tanya sopir.“Iya, saya Kalea.” Kalea mengangguk. “Apa Anda kenal dengan ibu yang ada di dalam mobil saya itu?” Sopir menunjuk ke arah mobil.Kalea segera memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa yang dimaksud oleh sopir. Alangkah terkejutnya Kalea melihat mantan mertuanya yang ada di dalam mobil. Untuk memastikan, Kalea segera menghampiri dan membuka pintu mobil. Benar saja. Di dalam mobil ada Bu Salma. “Ibu.” “Kalea.” Kalea segera masuk ke mobil. Bu Salma memeluk Kalea yang berada di depannya. Kalea benar-benar masih bingung dengan keberadaan Bu Salma. Bagaimana bisa Bu Salm
“Aku hamil anak Mas Alby.”Tubuh Kalea mendadak kaku, seolah waktu seketika berhenti ketika kata-kata yang diucap wanita di depannya itu baru saja terdengar.Sandra wanita yang merupakan mantan Alby menatap penuh keyakinan. Kalimat yang keluar tidak ada keraguan.Sementara Kalea, tidak tahu harus percaya atau tidak.“A-pa mak-sud-mu?” Kelea sedikit terbata, suaranya serak, terbungkus kemarahan yang mulai membakar dirinya. Berharap yang baru saja didengarnya itu salah atau hanya prank seperti di film-film.Sandra menatap Kalea dengan tatapan dingin. “Baiklah, aku akan jelaskan lagi. Aku hamil anak Mas Alby, dan sekarang usianya sudah dua bulan.” Embusan napas pelan pun mengiringi setiap kata yang keluar.Tubuh Kalea terhuyung, sampai-sampai dia harus memegang pintu agar tubuhnya tidak jatuh. Hatinya benar-benar terasa tertusuk duri. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Alby, suaminya adalah laki-laki yang dia cintai. Kalea menaruh ribuan kepercayaan pada suaminya itu, tapi ternyata dia se
Kata-kata yang keluar dari mulut Kalea itu sontak membuat Alby terperangah. Alby pikir Kalea tidak akan seberani itu.“Perceraian bukan solusi, Lea.” Aku berusaha membujuk.“Lalu apa solusinya?” Kalea menatap tajam Alby.Alby benar-benar frustrasi kali ini. Tak sanggup jika harus kehilangan Kalea. “Apa kamu mau meninggalkan ibu begitu saja dengan perceraian ini? Ibu pasti tidak akan mampu menerima semua ini.” Kali ini Alby menggunakan ibunya untuk mempertahankan Kalea, karena tidak mungkin dirinya bisa menjadi alasan Kalea bertahan.Kalea memalingkan wajahnya, tak mau melihat Alby. Sejujurnya dia kesal karena Alby menjadikan ibu mertuanya sebagai alasannya bertahan. Seolah Alby tahu jika dia tidak akan bisa meninggalkan ibu mertuanya.“Mas, jangan bawa-bawa ibu!” Kalea memberikan peringatan pada Alby.Alby segera duduk di samping Kalea agar bisa bicara dengan baik-baik.“Ibu hanya dekat dengan kamu. Bahkan aku anaknya saja tidak bisa mendekati ibuku sendiri. Kamu menantu ibu yang palin
Perlahan Kalea membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar.“Kalea.”Mendengar suara Alby, membuat Kalea mengalihkan pandangannya pada suaminya itu. Melihat suaminya itu, rasanya Kalea benar-benar kesal.“Kalea, bagaimana keadaanmu? Apa kita perlu ke dokter?”Kalea selalu suka saat Alby perhatian, tapi tidak kali ini. “Tidak!” Dengan tegas dia langsung menolak sambil membuang muka. Melihat ke arah lain selain Alby.“Baiklah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Aku akan berangkat kerja dulu.” Kelae tidak menjawab ucapan Alby. Masih mengalihkan pandangan ke arah lain. Saat Alby pergi, barulah Kalea merasa tenang. Perasaan Kalea kali ini campur aduk. Sakit, kecewa, dan marah. Hal itu tiba-tiba saja membuatnya pusing lagi.“Kenapa aku pusing? Apa aku mau datang bulan?” Biasanya rasa pusing itu melanda saat Kalea mau datang bulan, jadi dia menebak-nebak apa yang terjadi. “Tunggu-tunggu.” Namun, saat pikiran tertuju pada jadwal datang bulan, tiba-tiba dia in
Alby segera menghampiri Kalea. “Ayo kita bicara di kamar.” Dia mengajak Kalea untuk pergi dari ruang tamu yang diisi banyak orang.“Tidak perlu di kamar!” Tangan Alby yang berada di lengan Kalea pun segera disingkirkan.Alby hanya bisa pasrah ketika Kalea tidak mau bicara baik-baik.“Kamu mau menikahi selingkuhanmu itu, Mas?” Kalea menatap tajam pada sang suami dan beralih ke arah Sandra yang duduk di depan penghulu.“Namanya Sandra, Kalea. Jangan sebut dia seperti itu.” Alby menegur KaleaKalea mencibirkan bibirnya ketika suaminya tak mau Sandra disebut selingkuhannya.“Aku harus menikahi Sandra, karena dia hamil anakku. Anakku butuh status jelas. Jadi aku harus menikahinya.” Alby berusaha keras untuk menjelaskan pada Kalea.“Jika kamu mau menikahinya, harusnya kamu menceraikan aku dulu, Mas. Bukan justru menikahinya lebih dulu.” Suara Kalea meninggi. Letupan emosi di dalam setiap ucapannya terdengar jelas.Suara Kalea yang meninggi itu jelas menarik perhatian orang-orang.“Lea, bisak
“Tapi, Dok.”“Ini sudah malam. Sebaiknya kamu ikut saja.” Dr. Derran berusaha untuk membujuk Kalea.Kalea melihat anaknya. Pasti sang anak sudah sangat lelah. Apalagi tadi siang, dia membawa sang anak ke tempat bermain. Kalea juga berpikir jika saat ini dia tidak punya tempat untuk tinggal. Jadi tidak ada salahnya menerima tawaran dari dr. Derran untuk sementara waktu.“Baik, Dok.” Kalea pun akhirnya setuju.Dr. Derran membuka mobilnya dan mempersilakan Kalea dan anaknya untuk masuk. Barulah setelah itu dia memasukkan koper ke bagasi belakang, dan masuk setelah itu.Dr. Derran melajukan mobilnya. Tempat yang dituju adalah rumahnya.Sesampainya di rumah, dr. Derran mempersilakan Kalea untuk masuk ke rumah.Rumah keluarga dr. Derran cukup besar. Tentu saja itu membuat Kalea merasa tidak enak. Namun, berbeda dengan anaknya, dia begitu antusias sekali.“Wah ... rumah Uncle Dokter besar sekali.” Kyna sampai terperangah melihat rumah besar milik dr. Derran.“Apa kamu suka?” tanya dr. Derran
“Siapa yang mencari aku?” Perasaan dia tidak punya janji, apalagi dia baru saja bekerja. “Sopir taksi.” “Sopir taksi?” Kalea benar-benar tidak menyangka jika ternyata yang mencarinya sopir taksi. Dengan segera Kalea keluar untuk menemui siapa orang yang ingin bertemu dengannya itu. “Selamat siang, Pak.” Kalea menyapa sopir yang ada di depan toko bunga. “Siang, Bu. Maaf, apa benar Anda bernama Kalea?” tanya sopir.“Iya, saya Kalea.” Kalea mengangguk. “Apa Anda kenal dengan ibu yang ada di dalam mobil saya itu?” Sopir menunjuk ke arah mobil.Kalea segera memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa yang dimaksud oleh sopir. Alangkah terkejutnya Kalea melihat mantan mertuanya yang ada di dalam mobil. Untuk memastikan, Kalea segera menghampiri dan membuka pintu mobil. Benar saja. Di dalam mobil ada Bu Salma. “Ibu.” “Kalea.” Kalea segera masuk ke mobil. Bu Salma memeluk Kalea yang berada di depannya. Kalea benar-benar masih bingung dengan keberadaan Bu Salma. Bagaimana bisa Bu Salm
Kalea cukup terkejut ketika sang suami menyebut nama orang yang menghubunginya. Terhitung sejak perceraian, mereka memang tidak saling berkomunikasi. Entah ada angin apa pria itu menghubungi Kalea.“Angkat saja!” pinta dr. Derran.Kalea segera mengangkat telepon itu untuk tahu apa yang ingin dibicarakan dengan Alby.“Halo, Mas,” sapa Kalea.“Aku mau ajak Kyna akhir pekan besok ke ulang tahun temanku. Aku harus jemput Kyna di mana?”Akhirnya Kalae tahu untuk apa Alby menghubunginya. Dia tahu persis bagaimana Alby yang dikenal penyayang keluarga. Pasti pria itu sengaja mengajak anaknya agar tetap menunjukkan citra itu. Walaupun anaknya hanya dimanfaatkan saja, Kalea tidak masalah. Karena Kyna perlu bertemu juga dengan papanya.“Aku akan kirimkan alamat nanti.”“Baiklah.”Sambungan telepon langsung terputus saat mendapati jawaban itu. Kalea hanya bisa menatap dr. Derran saja.“Kenapa?” Dr. Derran tampak penasaran.“Mas Alby mau ajak Kyna ke ulang tahun anak temannya.”Dr. Derran hanya m
Kalea hanya pasrah ketika sang suami menciumnya. Makin lama Kalea makin nyaman.Mereka menikmati makan malam romantis sambil mendengarkan deburan ombak yang terdengar. “Apa ada efek dari pencegah kehamilan yang aku suntikkan padamu?” Dr. Derran menatap sang istri ketika mereka sedang menikmati makan.“Tidak. Aku merasa biasa saja.”Dua minggu yang lalu, Kalea mendapatkan suntikan pencegah kehamilan, hal itu dilakukan untuk mencegah kehamilan terjadi pasca keguguran.“Baguslah, aku harap kamu tetap nyaman. Jika ada apa-apa bilang padaku.”“Iya, aku akan mengatakan jika merasa tidak nyaman.”Dr. Derran harus bersabar untuk membuat Kalea hamil. Butuh tiga sampai enam bulan sampai kandungan Kalea sehat.“Kamu tidak apa-apa jika aku tidak cepat hamil?” Ragu-ragu Kalea bertanya. Padahal dia pernah menanyakannya. “Aku mau rahimmu sehat dulu. Saat rahimmu sehat, anak yang dilahirkan akan sehat. Jadi aku akan sabar menunggu. Lagi pula, kita bisa memanfaatkan waktu bersama. Kamu juga bisa pun
Jangan tanya ke mana saja pengantin baru pergi! Karena mereka seharian tidak pergi ke mana-mana. Mereka hanya menghabiskan waktu di kamar. Kemudian memesan makanan dan memakannya di kamar. Tak mau keluar barang sebentar. Apalagi pantai terlihat dari kama mereka. Lalu, untuk apa pergi? Mereka melawati malam hanya di kamar. Menghabiskan waktu berdua saja. Tak sama keluar. Sampai pagi lagi pun mereka masih di vila. Pagi ini mereka memilih berenang di vila dan menikmati sarapan di kolam renang. Makanan sudah siap, dr. Derran sudah masuk ke kolam renang lebih dulu, sedangkan Kalea masih berganti baju. Beberapa saat kemudian Kalea datang. Dr. Derran yang melihat sang istri langsung membulatkan matanya. Sang istri memakai bikini saat mau berenang. Walaupun kanan dan kiri sisi kolam renang tertutup. Dari arah depan menuju ke pantai, terbuka. Jadi jelas akan terlihat orang. “Cepat masuk!” Dr. Derran langsung menarik sang istri masuk ke kolam renang. “Sayang, aku belum pemanasan.” Kalea
Melihat apa yang dilakukan Kalea membuat dr. Derran tersenyum. Memang tidak salah menikah dengan seorang janda. Tak perlu susah payah mengajari, dia sudah tahu harus berbuat apa. Saat pakaian tersingkir dari tubuh, mereka lebih leluasa menjelajah. Sentuhan lembut penuh kehati-hatian memberikan kenyamanan bagi Kalea. Membuatnya menyerahkan diri pada sang suami. “Aku memang bukan yang pertama, tapi aku akan jadi yang terakhir.” Dr. Derran membelai wajah Kalea. Tatapannya begitu memuja pada wanita yang dicintainya itu. Dengan pasti Kalea mengangguk. Berharap, dr. Derran akan jadi labuhan terakhirnya. Tak ada lagi kegagalan untuk kedua kalinya. Dr. Derran mengikis jarak di antara mereka. Mendaratkan bibirnya tepat di bibir Kalea. Ciuman yang diberikan dr. Derran tak tergesa-gesa. Seolah ingin memastikan jika apa yang dilakukannya akan mengukir kisah indah untuk mereka. Suara indah yang keluar dari mulut Kalea pun membuat dr. Derran semakin bergairah. Bertahun-tahun menahan diri untu
Tepat jam empat, dr. Derran bangun lebih dulu. Lumayan tiga jam tidur. Paling tidak, dia bisa menikmati waktu istirahatnya. Perlahan dr. Derran menjauhkan tubuh Kalea agar dapat melihat wajah cantik istrinya itu. “Cantik.” Dr. Derran memuji Kalea. Ini kali pertamanya melihat Kalea yang tidur. Walaupun tidur, Kalea masih cantik. Kata orang wanita cantik dilihat saat dia bangun tidur, dan dr. Derran membuktikannya. Kini dia melihat sang istri yang cantik.Sebenarnya dr. Derran tidak tega membangunkan Kalea, tapi mereka harus pergi ke bandara pagi ini. “Sayang.” Dr. Derran membangunkan Kalea dengan membelai wajah cantik Kalea. Sentuhan itu membuat Kalea terbangun. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang sudah bangun. “Apa aku terlambat bangun?” tanya Kalea panik.“Tidak, kamu tidak telat bangun. Kita masih punya waktu satu jam untuk bersiap ke bandara.” “Kalau begitu ayo bersiap.” Kalea segera beranjak dari tempat tidur.Dr. Derran segera menarik kembali tubuh Kalea dan
Apa yang dilakukan dr. Derran itu membuat Kalea benar-benar terkejut. Jantungnya berdegup dengan kencang. Apalagi sekarang dia ada di pangkuan dr. Derran. “Aku siapamu?” Dr. Derran menatap Kalea lekat. Mendapati pertanyaan itu, Kalea membalas tatapan dr. Derran. Dia justru bingung ketika ditanya seperti itu. “Maksudnya?” Kalea benar-benar bingung. Tidak tahu apa yang dimaksud oleh dr. Derran. “Sekarang aku siapamu?” Dr. Derran kembali bertanya. “Dr. Derran suami saya.” Kalea yang mulai mengerti apa yang dimaksud Kalea langsung menjawab. “Bagus kalau begitu kamu tahu. Lalu, kenapa masih panggil aku ‘dokter’?” Sejak tadi dr. Derran memerhatikan Kalea yang tetap memanggilnya ‘dokter’ padahal mereka sudah menikah.Sejenak Kalea tersadar jika masih memanggil seperti itu. “Saya masih terbiasa memanggil seperti itu.” Dia memberikan alasannya. Dr. Derran sadar jika mengubah kebiasaan memang sulit. “Baiklah, aku akan maafkan.”Mendengar itu Kalea merasa lega. “Lalu, saya harus panggil
Dr. Derran mengekor di belakang Kalea. Dia melihat Kalea yang ragu-ragu berjalan. Tentu saja dia tahu apa yang dipikirkan oleh dr. Derran.“Apa gaunmu membuatmu susah untuk berjalan?” tanya dr. Derran tepat di telinga Kalea.Suara yang terdengar langsung tepat di telinga itu membuat Kalea membeku. Jantungnya semakin berdegup kencang.“Ti-ti-tidak.” Kalea menjawab dengan gugup.Dr. Derran tersenyum. “Kalau begitu ayo jalan,” pintanya.Permintaan itu segera membuat langkah Kalea terayun. Semakin langkahnya diayunkan, dia semakin melihat dengan jelas kamar yang didekorasi dengan bunga. Bunga mawar merah di tempat tidur itu berbentuk ‘love’. Terdapat juga kalimat ‘happy wedding’ yang terbuat dari bunga.“Aku sudah minta menaruh bajumu. Kamu cari saja di lemari.”Suara dr. Derran menyadarkan Kalea yang sedang berada di dalam pikirannya. Saat punya kesempatan untuk pergi, tentu saja Kalea tidak melepaskan kesempatan itu.Buru-buru Kalea mencari baju yang berada di lemari. Beruntung dia men
Dr. Derran melihat Kalea yang tampak begitu cantik. Jika melihat Kalea sekilas, tidak akan ada yang percaya jika Kalea adalah seorang wanita dengan anak satu. Kalea masih muda dan cantik. Melihat Kalea dengan baju pengantinnya, rasanya dr. Derran benar-benar tidak menyangka jika kini dia akan menjadi Kalea istrinya. Waktu berputar begitu cepat. Serasa baru kemarin, dia mengenal Kalea, tapi tiba-tiba ini Kalea sudah menjadi istrinya. Sebenarnya sejak enam tahun lalu, saat bertemu Kalea pertama kali, tak pernah terbesit rasa cinta sama sekali. Namun, saat melihat Kalea datang di kehamilan kedua, hatinya bergetar. Rasa iba perlahan mengantarkan dr. Derran jatuh cinta. Saat langkah Kalea sampai di depannya, dr. Derran segera mengulurkan tangan, membantu Kalea untuk membantu Kalea duduk di kursi yang terdapat di depan penghulu. Tangan keduanya yang dingin, perlahan menghangat saat saling bergandengan. Walaupun senyuman menghiasi wajah mereka, tapi wajah gugup mereka tetap terlihat je