Dr. Derran jelas tahu peraturan itu. Jadi dia tidak mungkin akan membantah apa yang dikatakan perawat. “Iya, aku tahu.” Dr. Derran segera menjawab. Perawat yang mendapati jawaban dari dr. Derran, segera pergi meninggalkan ruangan perawatan. “Aku akan bawa Kyna ke rumah orang tuaku karena di sana akan ada yang jaga Kyna.” Dr. Derran menatap Kalea. “Apa tidak apa-apa jika Kyna di rumah orang tua dr. Derran?” tanya Kalea. “Tentu saja tidak.” Dr. Derran tersenyum. “Terima kasih banyak, Dok.” Kalea merasa bersyukur karena dr. Derran ada di saat seperti ini. Jika tidak ada dr. Derran. Entah akan seperti apa nasibnya. “Tidak perlu berterima kasih. Ini akan jadi tanggung jawabku.” Dr. Derran segera beralih pada Kyna. “Kyna, karena mama sedang sakit, jadi Kyna ikut ke rumah Uncle Dokter dulu.” Dia membelai lembut rambut Kyna. Kyna menatap ke arah Kalea, seolah meminta jawaban atas ajakan itu. “Kyna ikut Uncle Dokter dulu, Sayang. Nanti kalau Mama sudah sembuh, Mama akan jemput.” Kalea
Mata dr. Derran langsung membulat sempurna ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sang papa. “Gosip apa, Pa?” Dr. Derran tampak penasaran. “Dini hari kamu bawa ibu hamil ke UGD, lalu membantunya operasi. Setelah itu kamu menemani selama di ruang perawatan.” Dr. Dean menjelaskan seperti apa gosip yang didengarnya. “Itu bukan gosip, Pa.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. Dr. Dean tidak menyangka jika anaknya akan mengiyakan apa yang dikatakanya. “Lalu, siapa wanita yang kamu antarkan?” tanya dr. Dean. “Dia teman aku, Pa. Malam kemarin dia menghubungi aku karena suaminya tidak ada. Aku menemani dia karena tidak ada yang menemani.” Untuk saat ini dr. Derran belum berani cerita jika dia akan menikahi Kalea. Ini pasti akan mengejutkan bagi orang tuanya. Terlebih lagi baru saja Kalea keguguran. “Karena itu kamu membawa anaknya ke sini?” tanya dr. Dean pada sang anak. “Iya, Pa. Karena tidak ada yang menjaga anaknya, makanya aku bawa ke sini.” Mama Arra dan dr. Dean m
Dr. Derran baru ingat jika kemarin dia meminta mengecek sample darah milik Kalea untuk tahu apa yang Kalea makan dan minum sebelum terjadi keguguran. Dia harus memastikan untuk mengambil kesimpulan apa yang menyebabkan Kalea keguguran.“Taruh di mejaku saja. Aku mau fokus dulu operasi.” Dr. Derran tidak membuka berkas itu, dan memilih memberikan pada perawat.“Baik, Dok.” Perawat menerima berkas yang diberikan oleh dr. Derran. Setelah semua persiapan operasi, dr. Derran segera menuju ke ruang operasi. Melakukan operasi untuk membantu ibu hamil melahirkan.Ada beberapa operasi sore, dan baru selesai saat tepat jam delapan malam.Dr. Derran segera ke ruangannya khusus dokter yang berada di lantai atas untuk membersihkan tubuhnya. Ruangan itu biasa digunakan dokter untuk tidur dan membersihkan diri.Mengingat dr. Derran adalah anak pemilik rumah sakit, jadi dia jelas punya ruangan khusus.“Tadi perawat memberiku berkas milik Kalea.” Baru saja selesai mandi, Kalea memikirkan hal itu. “Ak
Di ruangannya, dr. Derran melihat map yang berada di atas meja. Dengan segera dia mengambil berkas itu dan membukanya. Melihat apa hasil tes darah milik Kalea.Kedua bola mata berwarna biru milik Kalea seketika berhenti ketika melihat hasil tes darah milik Kalea. Ada ditemukan kandungan obat yang dapat menggugurkan kandungannya.“Apa jangan-jangan ada yang sengaja menggugurkan kandungan Kalea?” tanya dr. Derran bermonolog.“Aku harus tanya Kalea.” Dr. Derran segera mengayunkan langkahnya keluar dari ruangannya.Namun, baru saja membuka pintu, tiba-tiba saja langkah dr. Derran terhenti. Dia memikirkan sesuatu.‘Jika aku beritahu Kalea sekarang, Kalea pasti akan melampiaskan kekesalannya pada mantan suaminya. Saat mantan suaminya tahu jika Kalea keguguran karena istrinya, bisa jadi mantan suaminya tidak akan jadi menceraikan Kalea. Jika begini jadinya, kesempatan bersama Kalea akan hilang.’Di dalam hati, dr. Derran memikirkan hal itu. Mempertimbangkan untuk memberitahu Kalea.Sebagai d
Kemarin ....“Kyna di rumah dengan siapa saja?” tanya Mama Arra saat Kyna bermain.“Dengan mama, papa, nenek, dan istri papa.” Dahi Mama Arra berkerut dalam ketika Kyna menyebut ‘istri papa’, masih belum paham apa maksudnya.“Istri papa itu maksudnya mama?” tanyanya memastikan. “Bukan, Oma. Istri papa itu Tante Sandra. Dia istri baru papa.” Dari apa yang dijelaskan Kyna, Mama Arra mulai paham. Artinya papa Kyna itu punya dua istri. Satu Kalea dan satu lagi Tante Sandra yang disebut Kyna.“Tante Sandra tidak baik.” Kyna yang bermain boneka menceritakan hal itu. “Tidak baik bagaimana?” Mama Arra tampak penasaran sekali. “Iya, dia bilang jangan kembali lagi ke rumah, waktu antar Kyna ke rumah sakit.” Mama Arra mengangguk-anggukkan kepalanya. Akhirnya tahu jika ternyata Kyna dan mamanya diusir dari rumah. Dari cerita kemarin itu, Mama Arra bertanya ke mana perginya Kalea. Tidak tega dengan Kalea karena pasti tidak punya tempat tinggal setelah diusir. “Ma, sementara Kalea dan Kyna
“Kamu tidur di sini malam ini?” tanya Mama Arra. Waktu sudah menunjukkan jam tujuh, tapi anaknya masih ada di rumah. Biasanya ada saja alasan sang anak yang mau pulang, tapi kali ini sepertinya tidak. “Iya, sudah jam segini juga. Aku malas mau pulang.” Dr. Derran mendudukkan tubuhnya di sofa. Mama Arra pun tidak menaruh curiga. Lagi pula, dia belum melihat kedekatan anaknya dengan Kalea. “Kyna main apa?” Dr. Derran ikut bermain dengan Kyna. “Main boneka sapi Uncle Dokter.” “Sapi mooooo ....” Dr. Derran menggoda Kyna membuat Kyna tertawa. Tawa Kyna itu membuat dr. Dean yang sedang membaca buku mengalihkan pandangan. Senyumnya terangkat tipis di sudut bibirnya. Hal yang sama juga dilakukan Mama Arra. “Lihat Kyna yang lucu seperti itu, apa kamu tidak iri?” Dr. Derran mengalihkan pandangan ke arah sang mama. “Iri kenapa?” tanyanya. “Iya iri karena seharusnya kamu bisa main dengan anak sendiri.” Dr. Derran langsung paham apa yang dikatakan oleh sang mama. Setiap obrolan, memang
“Papa mengecek kamu.”Dr. Derran menelan salivanya. Merasa begitu cukup takut ketahuan oleh sang papa. Bukan tidak mau mengatakan, tapi merasa belum siap saja. Apalagi Kalea belum bercerai.“Kenapa mengecek aku?” Dr. Derran tampak tenang.“Kamu lama. Jadi Papa penasaran apa yang kamu lakukan.” Dr. Dean melihat anaknya dari atas sampai bawah.Saat sang papa melakukan itu, dr. Derran merasa aneh. “Kenapa Papa melihatku seperti itu?”“Aku hanya memastikan bajumu rapi.”Reflek dr. Deran memegangi tubuhnya. Melihat jika bajunya rapi.“Aman.”Dr. Derran segera mengalihkan pandangan ke arah dr. Dean. Berusaha mencerna ucapan ‘aman’ yang dilontarkan. Aman apa dia masih bingung.“Cepat turun, Mamamu sudah menunggu untuk makan malam.” Tanpa menjelaskan apa-apa dr. Dean segera berbalik untuk menuju ke ruang makan.Dr. Derran benar-benar dibuat pusing dengan aksi dari sang papa itu. Dia masih memandangi tubuhnya. Merasa apa yang dikatakan aman oleh sang papa.“Cepat, jangan sampai mamamu berubah
Tatapan Alby tampak dipenuhi dengan kebencian. Hal itu jelas dirasakan oleh Kalea. Namun, Kalea tidak mau terpengaruh oleh Alby. Dengan langkah pasti dia masuk ke kantor pengadilan.Kalea duduk di ruang tunggu. Begitu juga dengan Alby dan pengacaranya. Mereka duduk cukup jauh dari satu dengan yang lain.Sepanjang menunggu Kalea benar-benar berdebar-debar sekali. Memikirkan apa yang akan dilakukan Alby nanti. Apakah Alby benar-benar akan menceraikan seperti yang dikatakan tempo hari.Beberapa saat nama Kalea dan Alby dipanggil. Mereka segera masuk bersama dengan pengacara.“Apa saudara penggugat benar-benar ingin bercerai?” Hakim kembali menanyakan hal itu.“Iya, Pak Hakim. Saya tetap ingin bercerai.” Keputusan Kalea benar-benar tidak berubah sama sekali.“Apa ada tuntutan yang Anda ajukan?”“Saya hanya mau hak asuh saja, Pak Hakim.” Kalea tidak butuh harta, baginya Kyna adalah harta paling berharga.Hakim beralih pada Alby. “Apa saudara tergugat ingin benar-benar ingin bercerai?” Kal
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran