Tatapan Alby tampak dipenuhi dengan kebencian. Hal itu jelas dirasakan oleh Kalea. Namun, Kalea tidak mau terpengaruh oleh Alby. Dengan langkah pasti dia masuk ke kantor pengadilan.Kalea duduk di ruang tunggu. Begitu juga dengan Alby dan pengacaranya. Mereka duduk cukup jauh dari satu dengan yang lain.Sepanjang menunggu Kalea benar-benar berdebar-debar sekali. Memikirkan apa yang akan dilakukan Alby nanti. Apakah Alby benar-benar akan menceraikan seperti yang dikatakan tempo hari.Beberapa saat nama Kalea dan Alby dipanggil. Mereka segera masuk bersama dengan pengacara.“Apa saudara penggugat benar-benar ingin bercerai?” Hakim kembali menanyakan hal itu.“Iya, Pak Hakim. Saya tetap ingin bercerai.” Keputusan Kalea benar-benar tidak berubah sama sekali.“Apa ada tuntutan yang Anda ajukan?”“Saya hanya mau hak asuh saja, Pak Hakim.” Kalea tidak butuh harta, baginya Kyna adalah harta paling berharga.Hakim beralih pada Alby. “Apa saudara tergugat ingin benar-benar ingin bercerai?” Kal
“Sampai sekarang Derran menjelaskan jika mereka sudah tidak cinta saja. Masalah sebenarnya kami tidak tahu.” Mendengar cerita dari Mama Arra membuat Kalea merasa banyak misteri yang dimiliki oleh dr. Derran. Kalea memang belum tahu banyak tentang dr. Derran. Padahal dia sudah menerima lamaran dari dr. Derran. “Oh ... ya tadi bagaimana persidanganmu dengan mantan suamimu?” tanya Mama Arra mengalihkan pembicaraan. “Tadi lancar, Tante. Dia menerima gugatan cerai yang saya berikan. Dia juga memberikan hak asuh Kyna.” “Bagus jika dia melakukan itu.” Mama Arra ikut senang dengan yang diceritakan Kalea. Makan malam kali ini hanya berempat. Dr. Derran yang di rumahnya sendiri, tentu saja tidak akan makan di sini. Usai makan malam, mereka menyempatkan mengobrol sebentar, baru setelah itu ke kamar masing-masing. Kalea menemani Kyna untuk tidur. Seperti biasa, Kalea menyempatkan untuk membacakan dongeng lebih dulu. Akhirnya Kyna tidur juga setelah dibacakan dongeng. Sayangnya, karena
“Dok, maaf.” Kalea begitu panik ketika dr. Derran kesakitan. Rasanya dr. Derran ingin tertawa. Sejujurnya tidak sesakit itu. Dia hanya ingin mencari perhatian saja dari Kalea. Namun, sepertinya Kalea langsung panik. “Tidak apa-apa.” Dr. Derran pura-pura sok kuat. “Harusnya tadi saya tidak melakukan ini. Lihat sampai lengan dr. Derran merah.” Kalea merasa bersalah sekali. “Jangan merasa bersalah. Lagi pula jika aku jadi kamu juga akan melakukan hal yang sama. Aku akan memukul orang yang masuk.” Dr. Derran berusaha untuk menenangkan Kalea. Sayangnya saat dr. Derran berusaha membujuk, Kalea masih merasa bersalah. “Ini hanya luka ringan. Jangan takut.” Dr. Derran kembali berusaha untuk menenangkan Kalea. Kalea merasa lebih baik saat dr. Derran kembali menenangkan lagi. Dia mengolesi dengan sangat hati-hati. Saat salep dioles ke seluruh luka merah di lengan, dia meniup perlahan. Apa yang dilakukan Kalea itu membuat dr. Derran langsung terdiam sejenak. Udara lembut yang menerpa kuli
Suara batuk itu seketika membuat Kalea dan dr. Derran menoleh ke sumber suara. Ada dr. Dean di sana. Dr. Derran seketika menarik tangannya buru-buru. Tak mau sampai sang papa melihatnya. Tak hanya dr. Derran yang terkejut dengan kedatangan dr. Dean, Kalea juga begitu terkejut sekali. Takut dr. Dean melihat dr. Derran menggenggam tangannya. “Kalian belum tidur?” tanya dr. Dean memastikan. “Belum, Pa. Aku lapar, jadi aku makan dulu.” Dr. Derran mencoba menjelaskan. “Makan apa? Memangnya masih ada makanan tersisa?” Dr. Dean menatap anaknya sambil tersenyum tipis. “Ini, Pa. Aku makan masakan Kalea.” Dr. Derran memamerkan makanan yang dibuat Kalea untuknya. “Oh ... Kalea memasakkanmu.” Dr. Dean terseyum tipis. Melihat senyum sang papa, Dr. Derran langsung terdiam. Dia sedikit salah tingkah. Entah kenapa dia merasa senyum sang papa penuh arti. Kalea pun jadi tidak enak ketika dr. Dean tersenyum. Seolah dia tahu jika dirinya dan dr. Derran ada hubungannya. “Papa kenapa bangun? Ada y
Dr. Derran langsung membulatkan matanya ketika sang papa mengatakan itu. Dia semakin yakin jika sang papa sedang curiga dengan kedekatannya dengan Kalea. “Malam?” tanya Mama Arra bingung dengan penjelasan sang suami. “Iya, Malam. Derran tidak tinggal bersama kita. Bisa jadi dia berkencan saat malam.” Dr. Dean menjelaskan kembali pada sang istri. Dari jawaban sang Papa. Dr. Derran berpikir jika pikirannya salah sudah berpikir papanya curiga hubungannya dengan Kalea. Terbukti papanya tidak membahas dirinya yang semalam bersama Kalea. “Aku harap dia benar-benar berkencan saat malam. Agar cepat menikah.” Mama Arra melirik sang anak. Dr. Derran memilih diam ketika sang mama kesal padanya. Dr. Dean hanya tersenyum saja melihat sang anak yang jadi korban sang istri. Mereka segera menikmati makan bersama. Kalea dan dr. Derran bersikap biasa ketika berada di depan orang tua dr. Derran. Usai sarapan dr. Derran mengantarkan Kalea dan baru mengantarkan Kyna ke sekolah. Ini adalah kesena
“Memangnya kenapa?” Dr. Derran bingung dengan pertanyaan sang mama. “Kamu tidak pulang” tanya Mama Arra. “Ini aku sudah pulang.” Dengan polosnya dr. Derran menjawab seperti itu. “Bukan itu maksud Mama.” Mama Arra menggeleng heran. “Lalu?” Masih dengan polosnya menjawab. “Bukannya seharusnya kamu pulang ke rumahmu. Kamu sudah punya rumah sendiri ‘kan?” Mama Arra merasa berapa hari ini anaknya rajin sekali ke rumah. Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya ketika diusir oleh sang mama. Tidak menyangka jika sang mama mengusirnya. “Mama tega sekali mengusir aku.” Dr. Derran merajuk. “Siapa juga yang suruh tinggal di rumah sendiri. Sudah bagus tinggal di sini, kenapa harus ke sana?”Mama Arra memang sejak awal tidak suka dr. Derran tinggal sendiri. Dia maunya dr. Derran tinggal bersamanya. “Astaga, Ma. Waktu itu aku sudah bilang jika aku menempati rumah itu karena sayang rumah itu tidak dipakai.” Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya kesal. Bisa-bisanya mamanya mengungkit
Dr. Dean menggoda sang anak yang tampak cocok bermain dengan Kyna. Dr. Derran mengalihkan pandangan pada sang papa. “Tunggu saja, aku akan jadi papa, Pa.” Dia memberitahu sang papa. “Baiklah, aku akan tunggu.” Dr. Dean hanya tersenyum saja ketika mengetahui hal itu. Di dapur, Kalea dan Mama Arra sedang sibuk merapikan beberapa hal. Tentu saja itu membuat mereka dapat mengobrol. “Kalea, boleh aku minta tolong sesuatu?” tanya Mama Arra memastikan. “Tentu saja boleh, Tante.” “Jadi akhir pekan nanti rencananya aku akan mengajak Derran ke bertemu temanku, tapi pasti dia tidak akan mau. Jadi bisakah kamu mengajaknya untukku.” Beberapa kali dr. Derran diajak olehnya ke tempat temannya selalu saja tidak mau. Karena itu, Mama Arra pikir, mungkin tidak ada salahnya jika meminta bantuan Kalea. “Bagaimana saya harus beralasan saat mengajak dr. Derran, Tante?” Kalea merasa bingung. “Kamu bilang saja kamu mau bertemu teman.” Mama Arra memberikan ide itu. “Baiklah, Tante.” Kalea mengangguk,
Beberapa hari ini, Kalea naik taksi untuk pergi bekerja dan antar Kyna. Kalea mengantarkan Kyna lebih dulu sebelum pergi ke toko bunga. Rutinitas yang dilakukannya beberapa hari ini. “Kalea, ada yang mencarimu.” Saat sedang asyik bekerja, Kalea merasa heran karena ada yang mencarinya. Padahal dia tidak punya janji.“Baiklah.”Segera Kalea menemui orang yang mencarinya. Saat di lobi, dia melihat Sandra di sana. Alangkah kesalnya Kalea melihat wanita itu. Untuk apa lagi wanita itu datang padanya. “Wah ... ternyata kamu masih di sini.” Sandra menatap dengan tatapan merendahkan.Kalea tahu persis Sandra sedang meledeknya. Namun, dia tidak mau ambil pusing. “Ada apa kamu ke sini?” Kalea tahu persis jika tidak mungkin Sandra tidak datang tanpa punya maksud. “Aku hanya ingin memberitahu kamu jika mobil yang biasa kamu pakai sudah dijual Mas Alby. Jadi bisa dipastikan jika kamu tidak akan mendapatkan harta gono-gini, karena barang-barang yang dibeli denganmu beberapa sudah dijual. Jadi
“Siapa yang mencari aku?” Perasaan dia tidak punya janji, apalagi dia baru saja bekerja. “Sopir taksi.” “Sopir taksi?” Kalea benar-benar tidak menyangka jika ternyata yang mencarinya sopir taksi. Dengan segera Kalea keluar untuk menemui siapa orang yang ingin bertemu dengannya itu. “Selamat siang, Pak.” Kalea menyapa sopir yang ada di depan toko bunga. “Siang, Bu. Maaf, apa benar Anda bernama Kalea?” tanya sopir.“Iya, saya Kalea.” Kalea mengangguk. “Apa Anda kenal dengan ibu yang ada di dalam mobil saya itu?” Sopir menunjuk ke arah mobil.Kalea segera memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa yang dimaksud oleh sopir. Alangkah terkejutnya Kalea melihat mantan mertuanya yang ada di dalam mobil. Untuk memastikan, Kalea segera menghampiri dan membuka pintu mobil. Benar saja. Di dalam mobil ada Bu Salma. “Ibu.” “Kalea.” Kalea segera masuk ke mobil. Bu Salma memeluk Kalea yang berada di depannya. Kalea benar-benar masih bingung dengan keberadaan Bu Salma. Bagaimana bisa Bu Salm
Kalea cukup terkejut ketika sang suami menyebut nama orang yang menghubunginya. Terhitung sejak perceraian, mereka memang tidak saling berkomunikasi. Entah ada angin apa pria itu menghubungi Kalea.“Angkat saja!” pinta dr. Derran.Kalea segera mengangkat telepon itu untuk tahu apa yang ingin dibicarakan dengan Alby.“Halo, Mas,” sapa Kalea.“Aku mau ajak Kyna akhir pekan besok ke ulang tahun temanku. Aku harus jemput Kyna di mana?”Akhirnya Kalae tahu untuk apa Alby menghubunginya. Dia tahu persis bagaimana Alby yang dikenal penyayang keluarga. Pasti pria itu sengaja mengajak anaknya agar tetap menunjukkan citra itu. Walaupun anaknya hanya dimanfaatkan saja, Kalea tidak masalah. Karena Kyna perlu bertemu juga dengan papanya.“Aku akan kirimkan alamat nanti.”“Baiklah.”Sambungan telepon langsung terputus saat mendapati jawaban itu. Kalea hanya bisa menatap dr. Derran saja.“Kenapa?” Dr. Derran tampak penasaran.“Mas Alby mau ajak Kyna ke ulang tahun anak temannya.”Dr. Derran hanya m
Kalea hanya pasrah ketika sang suami menciumnya. Makin lama Kalea makin nyaman.Mereka menikmati makan malam romantis sambil mendengarkan deburan ombak yang terdengar. “Apa ada efek dari pencegah kehamilan yang aku suntikkan padamu?” Dr. Derran menatap sang istri ketika mereka sedang menikmati makan.“Tidak. Aku merasa biasa saja.”Dua minggu yang lalu, Kalea mendapatkan suntikan pencegah kehamilan, hal itu dilakukan untuk mencegah kehamilan terjadi pasca keguguran.“Baguslah, aku harap kamu tetap nyaman. Jika ada apa-apa bilang padaku.”“Iya, aku akan mengatakan jika merasa tidak nyaman.”Dr. Derran harus bersabar untuk membuat Kalea hamil. Butuh tiga sampai enam bulan sampai kandungan Kalea sehat.“Kamu tidak apa-apa jika aku tidak cepat hamil?” Ragu-ragu Kalea bertanya. Padahal dia pernah menanyakannya. “Aku mau rahimmu sehat dulu. Saat rahimmu sehat, anak yang dilahirkan akan sehat. Jadi aku akan sabar menunggu. Lagi pula, kita bisa memanfaatkan waktu bersama. Kamu juga bisa pun
Jangan tanya ke mana saja pengantin baru pergi! Karena mereka seharian tidak pergi ke mana-mana. Mereka hanya menghabiskan waktu di kamar. Kemudian memesan makanan dan memakannya di kamar. Tak mau keluar barang sebentar. Apalagi pantai terlihat dari kama mereka. Lalu, untuk apa pergi? Mereka melawati malam hanya di kamar. Menghabiskan waktu berdua saja. Tak sama keluar. Sampai pagi lagi pun mereka masih di vila. Pagi ini mereka memilih berenang di vila dan menikmati sarapan di kolam renang. Makanan sudah siap, dr. Derran sudah masuk ke kolam renang lebih dulu, sedangkan Kalea masih berganti baju. Beberapa saat kemudian Kalea datang. Dr. Derran yang melihat sang istri langsung membulatkan matanya. Sang istri memakai bikini saat mau berenang. Walaupun kanan dan kiri sisi kolam renang tertutup. Dari arah depan menuju ke pantai, terbuka. Jadi jelas akan terlihat orang. “Cepat masuk!” Dr. Derran langsung menarik sang istri masuk ke kolam renang. “Sayang, aku belum pemanasan.” Kalea
Melihat apa yang dilakukan Kalea membuat dr. Derran tersenyum. Memang tidak salah menikah dengan seorang janda. Tak perlu susah payah mengajari, dia sudah tahu harus berbuat apa. Saat pakaian tersingkir dari tubuh, mereka lebih leluasa menjelajah. Sentuhan lembut penuh kehati-hatian memberikan kenyamanan bagi Kalea. Membuatnya menyerahkan diri pada sang suami. “Aku memang bukan yang pertama, tapi aku akan jadi yang terakhir.” Dr. Derran membelai wajah Kalea. Tatapannya begitu memuja pada wanita yang dicintainya itu. Dengan pasti Kalea mengangguk. Berharap, dr. Derran akan jadi labuhan terakhirnya. Tak ada lagi kegagalan untuk kedua kalinya. Dr. Derran mengikis jarak di antara mereka. Mendaratkan bibirnya tepat di bibir Kalea. Ciuman yang diberikan dr. Derran tak tergesa-gesa. Seolah ingin memastikan jika apa yang dilakukannya akan mengukir kisah indah untuk mereka. Suara indah yang keluar dari mulut Kalea pun membuat dr. Derran semakin bergairah. Bertahun-tahun menahan diri untu
Tepat jam empat, dr. Derran bangun lebih dulu. Lumayan tiga jam tidur. Paling tidak, dia bisa menikmati waktu istirahatnya. Perlahan dr. Derran menjauhkan tubuh Kalea agar dapat melihat wajah cantik istrinya itu. “Cantik.” Dr. Derran memuji Kalea. Ini kali pertamanya melihat Kalea yang tidur. Walaupun tidur, Kalea masih cantik. Kata orang wanita cantik dilihat saat dia bangun tidur, dan dr. Derran membuktikannya. Kini dia melihat sang istri yang cantik.Sebenarnya dr. Derran tidak tega membangunkan Kalea, tapi mereka harus pergi ke bandara pagi ini. “Sayang.” Dr. Derran membangunkan Kalea dengan membelai wajah cantik Kalea. Sentuhan itu membuat Kalea terbangun. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang sudah bangun. “Apa aku terlambat bangun?” tanya Kalea panik.“Tidak, kamu tidak telat bangun. Kita masih punya waktu satu jam untuk bersiap ke bandara.” “Kalau begitu ayo bersiap.” Kalea segera beranjak dari tempat tidur.Dr. Derran segera menarik kembali tubuh Kalea dan
Apa yang dilakukan dr. Derran itu membuat Kalea benar-benar terkejut. Jantungnya berdegup dengan kencang. Apalagi sekarang dia ada di pangkuan dr. Derran. “Aku siapamu?” Dr. Derran menatap Kalea lekat. Mendapati pertanyaan itu, Kalea membalas tatapan dr. Derran. Dia justru bingung ketika ditanya seperti itu. “Maksudnya?” Kalea benar-benar bingung. Tidak tahu apa yang dimaksud oleh dr. Derran. “Sekarang aku siapamu?” Dr. Derran kembali bertanya. “Dr. Derran suami saya.” Kalea yang mulai mengerti apa yang dimaksud Kalea langsung menjawab. “Bagus kalau begitu kamu tahu. Lalu, kenapa masih panggil aku ‘dokter’?” Sejak tadi dr. Derran memerhatikan Kalea yang tetap memanggilnya ‘dokter’ padahal mereka sudah menikah.Sejenak Kalea tersadar jika masih memanggil seperti itu. “Saya masih terbiasa memanggil seperti itu.” Dia memberikan alasannya. Dr. Derran sadar jika mengubah kebiasaan memang sulit. “Baiklah, aku akan maafkan.”Mendengar itu Kalea merasa lega. “Lalu, saya harus panggil
Dr. Derran mengekor di belakang Kalea. Dia melihat Kalea yang ragu-ragu berjalan. Tentu saja dia tahu apa yang dipikirkan oleh dr. Derran.“Apa gaunmu membuatmu susah untuk berjalan?” tanya dr. Derran tepat di telinga Kalea.Suara yang terdengar langsung tepat di telinga itu membuat Kalea membeku. Jantungnya semakin berdegup kencang.“Ti-ti-tidak.” Kalea menjawab dengan gugup.Dr. Derran tersenyum. “Kalau begitu ayo jalan,” pintanya.Permintaan itu segera membuat langkah Kalea terayun. Semakin langkahnya diayunkan, dia semakin melihat dengan jelas kamar yang didekorasi dengan bunga. Bunga mawar merah di tempat tidur itu berbentuk ‘love’. Terdapat juga kalimat ‘happy wedding’ yang terbuat dari bunga.“Aku sudah minta menaruh bajumu. Kamu cari saja di lemari.”Suara dr. Derran menyadarkan Kalea yang sedang berada di dalam pikirannya. Saat punya kesempatan untuk pergi, tentu saja Kalea tidak melepaskan kesempatan itu.Buru-buru Kalea mencari baju yang berada di lemari. Beruntung dia men
Dr. Derran melihat Kalea yang tampak begitu cantik. Jika melihat Kalea sekilas, tidak akan ada yang percaya jika Kalea adalah seorang wanita dengan anak satu. Kalea masih muda dan cantik. Melihat Kalea dengan baju pengantinnya, rasanya dr. Derran benar-benar tidak menyangka jika kini dia akan menjadi Kalea istrinya. Waktu berputar begitu cepat. Serasa baru kemarin, dia mengenal Kalea, tapi tiba-tiba ini Kalea sudah menjadi istrinya. Sebenarnya sejak enam tahun lalu, saat bertemu Kalea pertama kali, tak pernah terbesit rasa cinta sama sekali. Namun, saat melihat Kalea datang di kehamilan kedua, hatinya bergetar. Rasa iba perlahan mengantarkan dr. Derran jatuh cinta. Saat langkah Kalea sampai di depannya, dr. Derran segera mengulurkan tangan, membantu Kalea untuk membantu Kalea duduk di kursi yang terdapat di depan penghulu. Tangan keduanya yang dingin, perlahan menghangat saat saling bergandengan. Walaupun senyuman menghiasi wajah mereka, tapi wajah gugup mereka tetap terlihat je