Kyna masih trauma dan takut Sandra akan menemuinya. Alhasil membuat Kalea memutuskan untuk berhenti bekerja. Hari ini adalah hari terakhir Kalea bekerja. Sementara Kalea masih bekerja, Kyna tinggal si rumah keluarga dr. Derran. “Aku senang kamu memutuskan untuk berhenti, karena memang aku ingin kamu fokus dengan Kyna dan persiapan anak kita.” Kalea tersenyum. Segala hal memang tidak selalu berakhir buruk. Kyna yang ketakutan akhirnya membuatnya harus mengalah untuk merelakan pekerjaannya. Belum lagi dia dan sang suami berencana untuk memiliki anak.“Mungkin memang ini jalannya.” Dr. Derran mengangguk-anggukkan kepalanya. Merasa jika yang dikatakan sang anak ada benarnya juga. “Apa kamu tetap tidak akan mengizinkan Alby untuk menemui Kyna?” Saat Kalea sedang baik-baik saja, dr. Derran berusaha untuk menanyakan hal itu. Kalea mengembuskan napasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya. “Aku belum bisa untuk waktu ini. Lagi pula Kyna sudah bilang jika dia tidak mau menemui Mas A
Jawaban dari Alby itu membuat Sandra termangu. Bagaimana sang suami bisa seperti itu di saat keadaan darurat. “Mas, perutku sakit, jika terjadi apa-apa pada anak kita bagaimana?” Sandra masih berusaha untuk membujuk Alby. “Bukankah dulu kamu juga melakukan itu pada Kalea. Membiarkan Kalea sakit perut dan akhirnya keguguran?” Alby seolah sedang balas dendam atas apa yang dilakukan oleh Sandra pada Kalea. Sandra tersadar jika Alby sedang melakukan hal yang sama dengannya waktu Kalea sakit perut dan berakhir keguguran. “Mas, jangan seperti itu, aku tidak mau sampai kehilangan anakku.” Tangis Sandra pecah. Tak sanggup jika harus kehilangan anaknya. “Kalau tidak mau kehilangan, pergi saja sana sendiri.” Alby segera berbalik dan masuk ke kamar. Sandra benar-benar tidak menyangka jika sikap Alby akan seperti itu. Sakit rasanya diperlakukan seperti ini. Sejenak dia berpikir mungkin itu yang dirasakan Kalea waktu dirinya menyuruh untuk pergi ke rumah sakit. Jika kala itu ada dr. De
Akhirnya Alby datang ke rumah sakit. Dia menandatangani semua prosedur yang akan dilakukan oleh dokter. “Kamu tidak mau ikut masuk?” Tepat saat dr. Derran hendak masuk ke ruang operasi dia melemparkan pertanyaan itu. “Untuk apa aku masuk. Aku di sini saja.” “Untuk apa-untuk apa? Untuk mendukung istrimu. Jangan maunya buat saja, tapi istrimu diminta berjuang sendiri.” Dr. Derran menyindir Alby, kemudian mendorong tubuh Alby untuk masuk. Alby mau tidak mau masuk ke ruang operasi. Dia diam menunggu Sandra yang dioperasi. Sandra sedikit senang karena Alby mau masuk ke ruang operasi. Paling tidak, dia bisa menemani. Dr. Derran melakukan operasi. Sandra hanya dibius setengah. Jadi dia masih sadar. Alby berada di sebelah Sandra. Menunggu istrinya di sana. Tak ada obrolan di antara mereka. Alby pun hanya menunggu saja. “Mas.” Sampai akhirnya Sandra memanggil. Alby segera menatap Sandra, tapi tatapannya masih malas pada Sandra. “Minta doa agar aku dan anak kita sel
Kalea tampak begitu penasaran sekali. Apalagi suaminya tampak serius menceritakan hal itu. Dr. Derran tampak terdiam. Memikirkan apa yang harus dilakukannya. Mengingat apa yang dikatakan oleh Alby tadi. “Mereka mau bercerai.” Kalea tampak terkejut ketika mendengar hal itu. Tidak menyangka jika itu yang akan terjadi. Beberapa waktu tadi di rumah sakit...“Aku tidak akan melibatkan anak dalam urusan orang dewasa. Karena itu, aku akan selesaikan.” Alby menjawab dengan tegas apa yang dikatakan dr. Derran. “Menyelesaikan bagaimana?” Dr. Derran tampak begitu penasaran. “Aku akan mengakhiri pernikahanku dengan Sandra.” Dr. Derran begitu terkejut dengan yang dikatakan oleh Alby. Dia pikir, Alby akan jauh lebih baik saat sang istri melahirkan, tapi dia justru melakukan hal gila. “Apa kamu gila?” Dr. Derran langsung melemparkan protesnya. “Dia baru saja melahirkan anakmu. Bertarung hidup dan mati. Anakmu juga masih di ruang NICu. Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu?” Dr. Der
Wajah Kalea langsung merona ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan sang suami. Padahal di ruangan itu ada perawat juga. Dr. Derran seolah tidak peduli dengan apa yang baru saja dikatakannya. Perawat yang mendengar hal itu justru senyum-senyum. Dr. Derran yang terkenal dingin, tampak berbeda saat di depan sang istri.“Sayang, ada perawat.” Kalea berusaha untuk mengingatkan dr. Derran. Dr. Derran langsung tersenyum seolah tak merasa bersalah sama sekali. Kali ini dr. Derran tidak memaksa sang istri menjawab. Biarkanlah saja istrinya menjawab di rumah. Pemeriksaan selesai. Kalea menunggu sebentar dr. Derran yang menyelesaikan pekerjaannya. Baru mereka pulang bersama. Mereka menuju ke rumah orang tua dr. Derran lebih dulu, karena Kalea menitipkan Kyna ke sana. “Jadinya mau bulan madu ke mana?” Di mobil, saat berdua, dr. Derran kembali melemparkan pertanyaan itu lagi. Kalea hanya bisa tersenyum. Sepertinya sang suami benar-benar ingin segera bulan madu. “Yang jelas. Tidak ke l
“Kamu pikir aku berbohong?” tanya dr. Derran balik. Kalea masih tidak percaya. Dia terus memandangi tiket. “Kita tidak akan pergi sendiri.” Kalea langsung mengalihkan pandangan ke arah sang suami. “Kita akan pergi bersama Kyna, mama, dan papa.” Ucapan sang suami itu membuat Kalea benar-benar terkejut sekali. “Jadi kita ke London bersama-sama?” tanyanya memastikan. “Iya, kita akan ke sana bersama-sama. Mama dan papa sengaja aku ajak agar mereka bisa berkunjung ke rumah saudara-saudara, sedangkan kita akan bulan madu. Kyna akan ikut mama dan papa, jadi Kyna tetap akan merasakan serunya liburan.” Kalea langsung memeluk sang suami ketika mendengar hal itu. Dia tidak menyangka jika sang suami akan mengajaknya keluar negeri bersama anaknya juga. Dia pikir, hanya dirinya yang pergi. Ternyata tidak. “Terima kasih kamu selalu membuat aku dan Kyna bahagia.” Di dalam pelukan sang suami, Kalea mengucapkan rasa syukur. Merasa senang karena sang suami begitu baik sekali. “Kamu dan Kyna s
Tubuh yang lelah, membuat Kalea dan dr. Derran tertidur di tempat tidur. Kalea membuka mata lebih dulu. Hal itu membuatnya segera membangunkan sang suami. “Sayang.” Kalea membelai lembut wajah dr. Derran. Dr. Derran masih begitu lelah. Jadi masih begitu pulas sekali. Sampai dibangunkan oleh sang istri, dia bergeming sama sekali. Sampai-sampai Kalea harus mencium dr. Derran lebih dulu agar sang suami bangun. Benar saja, akhirnya setelah dicium, dr. Derran langsung bangun. Membalas ciuman yang diberikan oleh Kalea. Kalea hanya bisa tersenyum. Dia mendorong tubuh sang suami saat ingin berbicara. “Kenapa didorong?” protes dr. Derran. “Aku lapar.” Dr. Derran langsung panik. “Astaga, aku lupa.” Sontak dia langsung bangun, kemudian memesan makanan lewat sambungan telepon. Kalea hanya bisa tertawa melihat aksi suaminya yang panik. “Kalau begitu aku mandi dulu.” Kalea pun bangkit dari tempat tidur. Namun, dia menghentikan aksinya ketika mencari pakaiannya. “Cari apa?” tanya dr. Der
Turun dari London Eye, dr. Derran mengajak Kalea naik kapal. Hari sudah malam, tapi tidak menghalangi mereka untuk menikmati keindahan kota London di malam hari. Malam ini, langit kota London begitu indah. Langit dihiasi bintang-bintang yang begitu berkilau. Memberikan keindahan kota London. Kapal pesiar kecil menyusuri sungai Thames. Kalea dan dr. Derran duduk di kursi restoran tersebut. Suasana makan malam kali ini, tampak begitu berbeda. Para pramusaji mulai menyajikan makanan di atas meja. Mulai makanan pembuka sampai makanan utama. Makanan yang disajikan pun terasa nikmat sekali.Sementara itu kapal melaju perlahan menyusuri sungai. Pemandangan kota terlihat begitu indah. Big Ben yang menjulang tinggi, tampak megah dari kejauhan. London Eye juga tampak perlahan berputar, lampunya memantulkan cahaya di permukaan air. Alunan musik jazz yang disajikan menambah suasana romantis. “Terima kasih atas kejutannya.” Kalea sangat bahagia sekali dengan apa yang diberikan oleh sang suami.
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran