Di dalam sebuah kamar mewah bernuansa warna abu-abu dan hitam, seorang pemuda tengah tidur sembari mengigau. Keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya. Ia meracau dalam tidurnya.“Pasha, bangun!” Seorang wanita dewasa berusaha membangunkan pemuda itu dengan lembut seraya mengusap kepalanya. Namun seketika ia terperanjat saat menyentuh kulit wajahnya yang terasa panas. “Kau demam, Honey!”“Mami,” seru pemuda itu seraya memegang tangan ibunya dengan erat. Ia tampak mengalami mimpi buruk—yang seringkali muncul. Nafasnya terengah-engah dan matanya berkaca-kaca.“Kenapa Nak?”Sang ibu membantu putranya untuk bangun dan bersandar pada headboard ranjang. Kemudian satu tangannya mengambil air minum. “Minumlah!” Pemuda tampan itu lantas menerima segelas air putih dari ibunya. Ia meneguknya perlahan.“Tenanglah, Nak! Kau hanya bermimpi,” ucap sang ibu kemudian menaruh gelas itu kembali di atas nakas.“Mami, aku bermimpi lagi,” ucapnya dengan suara serak. “Aku pikir dia masih hidup Mam.
Pagi buta, suasana terasa hening. Para penghuni rumah masih terlelap dalam tidur mereka. Kecuali sepasang suami istri yang sudah bangun sejak dini hari. Mereka tampak bersitegang membahas sesuatu.“Sayang, aku cuma seminggu kok di Paris. Lagipula kita ‘kan bisa video call.”Mita menggelayut tangan suaminya dengan begitu mesra. Saat ini ia tengah memelas—meminta ijin pada suaminya akan pergi ke Boulevard Haussmann di Paris. Sebuah pusat butik desainer dan toko pakaian mewah di Pasir. Ia akan jalan-jalan bersama teman sosialitanya sekalian shopping.Tentu saja, Danar keberatan. Dari dulu ia memang tipikal suami yang tidak suka melihat istrinya keluyuran. Bukan karena berpikiran kolot. Dulu ia selalu memberikan ijin Mita bepergian karena urusan pekerjaan maupun hangout bersama teman-temannya.Kondisinya saat ini berbeda. Ia keberatan membiarkan istrinya bepergian jauh dan meninggalkan putra mereka. Seharusnya Mita lebih banyak meluangkan waktu dengan anak mereka. Mita lupa dengan janjin
Embun merasa gugup namun ia tidak bisa menolak. Hari itu Danar mengajaknya pergi ke mall, tepatnya berbelanja ke sebuah babyshop. Danar ingin membelikan putranya pakaian baru. Jika ia membeli sendirian, maka ia pasti kerepotan, karena ia tidak tahu menahu soal keperluan bayinya. Apalagi sebentar lagi akan ada acara keluarga—hari ulang tahun pernikahan ke dua orang tuanya. Ia ingin membelikan pakaian pesta untuk anaknya.Saat ini Mita masih berada di luar negeri—bersenang-senang dengan teman-teman sosialitanya.Akhirnya mereka pun pergi berempat ke mall. Danar dan Embun yang menggendong bayi mereka serta Maya. Embun dan Danar tampak seperti sepasang suami istri yang harmonis. Apalagi baby Sagara yang tampan nan montok sungguh menarik atensi setiap orang yang melihatnya. “Bun, aku mau gendong Gara,” seru Danar dengan wajah datarnya. Embun pun langsung menarik Gara dan menyerahkannya pada Maya. Kemudian ia melepas kain gendongan model kangguru itu dan menyerahkannya pada Danar. Danar p
Jika Mita mengusir secara langsung Embun maka suaminya pasti tidak akan menyetujuinya. Oleh karena itu ia memilih cara lain untuk menyingkirkan wanita yang berlagak sok lugu itu.Dadanya semakin terbakar setelah melihat foto-foto kedekatan suaminya bersama wanita itu selama ia pergi ke Paris.“Argh!!”Mita melempar botol concealer pada dinding hingga pecah. Padahal harga satu botol concealer itu jutaan rupiah. Ia tak bisa menahan diri lagi ingin segera melihat sebuah pertunjukan yang akan membuat wanita itu pergi dari kehidupan mereka untuk selamanya.Satu jam kemudian mereka pun tiba di kediaman orang tua Danar.Acara pesta pun dimulai pukul tujuh malam. Acara pesta tersebut dihadiri oleh keluarga besar dan kolega dari kalangan pengusaha. Konsep yang diterapkan pada hari istimewa itu outdoor di halaman rumah dan bersifat private.Diajeng Saraswati dan Adi Yudistira memotong kue ulang tahun bertingkat sepuluh dengan perasaan bahagia. Riuh tepuk tangan dan ucapan selamat membahana. Se
Malam itu usai acara pesta ulang tahun, Danar dan Mita dipanggil oleh Adi Yusidtira–ayah Danar dan Diajeng Saraswati—ibunya Danar.Bukan tanpa alasan mereka memanggilnya. Mereka tidak membahas tentang kalung milik Mita namun membahas soal sebuah pernyataan mencengangkan Embun tentang Sagara.Suasana riuh kini berubah menjadi sunyi. Tidak ada yang berani bersuara ketika Adi Yudistira berada di antara mereka. Pria paruh baya itu tampak geram.Eh hem.Adi berdehem untuk menormalkan suasana yang terasa canggung itu.Danar menelan salivanya menyaksikan detik demi detik sang ayah duduk dengan penuh kharismatik dan menatapnya dengan tatapan yang menghunus tajam. Danar seakan dikuliti hidup-hidup.Begitupula dengan Mita tak kalah gugup menghadapi ayah mertuanya.“Danar, apa benar apa yang dikatakan oleh wanita tadi? Dia adalah ibu kandung Sagara? Kau menikahinya secara siri?”Adi bertanya dengan suara yang dingin dan serius. Ia menuntut penjelasan putranya.Danar tergemap mendengar pertanyaan
Seorang wanita tengah bermain piano organ dengan teman sesama pengamen jalanan. Begitu banyak pujian dilontarkan padanya. Meskipun tak ayal beberapa di antara mereka merasa iri padanya. Padahal ia belum lama bergabung dengan grup mereka namun ia cepat menguasai panggung.“Hei, jangan belagu lo! Lo anak baru!” Salah satu pemain organ lainnya menghampiri wanita muda dalam balutan hoodie hitam itu. Ia berjalan ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan sinis. Wanita itu baru saja selesai memainkan satu lagu.Tanpa tedeng aling-aling, pemain piano organ senior itu menarik kerah hoodie yang dipakainya hingga ia berjengit kaget. “Lo pergi dari sini! Gue gak suka sama lo! Lo udah ngambil posisi gue!”Wanita dalam balutan hoodie itu langsung menyerang balik pemuda yang berusaha kurang ajar padanya. Dalam sekali hentakan, ia mencengkram ke dua lengan pemuda itu lalu menyikut perutnya dengan lututnya.Pemuda itu pun ambruk seketika di tanah.Semua orang panik melihat aksi mereka.“Gak terjadi ap
Di kantor CEO Yudistira GroupSeorang wanita dewasa sedang berdiri menghampiri ruang CEO sembari menggendong anak lelaki berusia satu tahun empat bulan. Saat ia hendak mengetuk pintu ruangan Executive tersebut, sekretarisnya keluar menyambutnya dengan senyuman penuh keramah tamahan.“Tuan Danar sedang apa? Sejak kemarin belum pulang ke rumah,” ucap Diajeng dengan bernada khawatir. Semenjak peristiwa Embun diusir, Danar frustrasi. Ia menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja dan bekerja. Bahkan ia terkadang menginap di tempat kerja atau menginap di hotel. Bukan tanpa alasan, kepergian Embun meninggalkan luka yang mendalam. Ketika ia pulang ke rumah, siluet wajahnya selalu terbayang di manapun, di sudut rumahnya.Seseorang akan merasa berarti setelah orang itu pergi dari pandangannya.“Maaf Bu, Tuan Danar tidak bisa diganggu. Beliau sedang sibuk. Ada banyak dokumen penting yang harus ditandatangani.”Pria paruh baya itu berterus terang. Begitulah pesan atasannya—Danar. Atasannya tidak in
Dua minggu berlalu. Embun menikmati pekerjaannya sebagai seorang housekeeper di hotel Manggala. Sekalipun ia masih terbilang karyawan baru namun ia cepat beradaptasi dengan jobdesk yang dilakukannya.Selama bekerja di sana, Embun memilih untuk menjaga jarak dengan rekan kerja lain seumurannya. Sebagian besar lingkungan mereka kurang baik untuknya; toxic, penyuka ghibah dan boros. Ia lebih senang bergaul dengan Ningrum seorang janda satu anak. Semua orang tidak ada yang tahu jika Embun adalah seorang janda muda yang memiliki anak satu. Embun menyimpan rapat hal itu karena rasa trauma yang dialaminya. Apalagi pernikahannya dengan Danar bersifat siri. Bagi Embun—yang kini sudah mulai membuka diri, menyadari satu hal penting dalam hidup wanita.Jangan pernah menikah siri! Pernikahan Siri merugikan pihak wanita dan status anak di mata negara dan hukum tidak jelas. Kesalahan fatalnya ialah keluguan dirinya. Tidak, ia dibuat lugu dan bodoh oleh Bagas dan Indira.Sebelum berangkat kerja, Emb
Manggala dan ibunya duduk dan bicara empat mata. Pemuda tampan itu tidak ingin ibunya berspekulasi yang tidak-tidak tentang dirinya. Ia pun menceritakan apa yang terjadi saat mereka berada di cafe, saat pertama kali ia menemukan Serina hingga membawanya pulang ke apartemen.“Mama, dengarkan Gala! Malam, Gala menginap di hotel. Gala juga gak enak kalau tinggal berdua dengan gadis itu.”Manggala berusaha memberikan pengertian pada ibunya. Ia tidak ingin ibunya kecewa padanya.Malati menarik nafas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. “Gala, apa kau tidak menaruh curiga pada gadis itu? Bisa-bisanya kau meninggalkan gadis itu di apartemen sendirian? Kau hanya baru mengenalnya beberapa jam?”Manggala mengerti arah pembicaraan ibunya. Jika ibunya orang biasa mungkin cara berpikirnya sederhana. Namun masalahnya ibunya seorang mantan agen detektif di mana ia selalu bersikap hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan apapun yang terjadi.Manggala tidak berpikir panjang meninggalkan gadis it
Malam itu langit tampak gulita tanpa gemintang yang menghiasnya. Ditambah gemerosok angin menyapu dahan-dahan pohon hingga membuatnya bergoyang dan seperti sosok monster yang menakutkan. Namun pemandangan yang sedikit anker itu sama sekali tidak mengurungkan niat seorang gadis cantik untuk berjalan di jalan setapak. Gadis cantik dengan tas ransel yang tercangklong di punggungnya tampak berjalan cepat untuk mencari kendaraan yang akan membawanya keluar kota. Ia merasa sudah tidak aman jika ia kembali ke ibukota atau berada tinggal bersama ke dua orang tuanya di Bandung. Untuk sementara waktu ia akan pergi keluar kota.Peluh sudah membanjiri tubuhnya. Sungguh, ia merasa letih. Namun ia harus segera pergi demi keselamatannya. Gadis itu duduk di halte bus yang sepi. Hanya ada empat orang yang tengah duduk di sana, menunggu bus datang.Drt, drt, drt, Suara ponsel yang gemetar menginterupsi lamunannya. Gadis itu segera mengangkatnya namun sebelumnya ia mencari tempat sepi. Ia tidak mau per
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan
“Bagaimana tadi lesnya?”Ana bertanya pada putrinya yang terlihat ceria setelah belajar bahasa Inggris, meskipun Embun sempat kesal karena tutor bahasa Inggris yang dijanjikan oleh Pasha membatalkan pertemuannya.Embun duduk dan menaruh tas yang dijinjingnya di atas kursi di mana ia duduki. Kemudian ia pun merespon pertanyaan ibunya dengan seutas senyum tipis. Tatapan matanya berbinar terang saat mengingat beberapa menit yang lalu, ketika ia belajar bahasa Inggris bersama Manggala. Di luar dugaan, rupanya Manggala bisa menjelma menjadi sosok guru yang hebat. Ia mengajarinya dengan sangat baik. Yang terpenting, Embun bisa memahami penjelasannya. Baru satu jam tiga puluh menit, namun Embun sudah bisa menguasai conversation dasar. Manggala memforsir dirinya untuk terbiasa bicara dalam bahasa Inggris saat pertemuan. Embun pun mengikuti nasehatnya dan ternyata ia bisa berhasil bicara bahasa Inggris meskipun masih terbata-bata.Padahal niat hati, ia ingin menghindari sosok Manggala karena p