“Pulang yuk, Run! Kasihan orangtua kita,” ujar Erina duduk di sebelah Aruna.
“Aku masih belum siap, Kak. Atau ka—”“Jangan menyuruh aku pulang duluan, Run. Karena itu tidak akan terjadi.”“Heh ... kakak kabari mereka bahwa kita baik-baik saja. Dua hari lagi kita balik, bagaimana?”“Janji? Dua hari lagi kita pulang?” tanya Erina kegirangan. Ia tidak sabar bertemu dengan kedua orangtuanya dan menikmati hidup normal lagi.“Iya, Kak.”Luna dan Aditya kini berada di rumah orangtua Erina—Kevin dan Keyla. Mereka sangat yakin Aruna pergi bersama kakak sepupunya itu. karena tidak mungkin Erina pergi tanpa memberi kabar pada orangtua. Namun, seyakin-yakin orangtua tetap saja rasa gelisah menghantui mereka.
“ Kak Key? Apa sudah ada kabar dari Erina?” tanya Luna.
“Belum, Lun.” Keyla juga merasa kehilangan karena Erina pergi tanpa memberi tahu sama sekali.“Kita tidak boleh panik! Saya yakin Erina akan menjaga Aruna,” ujar Kevin menghampiri mereka.Kevin berusaha berpikiran positif, ia harus terlihat tegar agar sang isteri tidak menerka hal yang aneh-aneh. Keyla sangat sensitif jika berhubungan dengan Erina. Karena ia dan sang anak begitu dekat, apapun yang dikerjakan Erina pasti melalui persetujuannya. Jadi, ketika hal tak terduga ini terjadi Keyla menjadi terpukul dan overthinking.
“Jika mereka pergi terpisah bagaimana, Pi?” tanya Keyla dengan mata yang berkaca-kaca.
“Tidak mungkin! Apa pernah anakmu pergi tanpa izin? Lagi pula kita bisa lihat bagaimana Erina dan Aruna saling menyayangi. Mungkin, Erina tidak mau meninggalkan adiknya sendiri,” tutur Kevin meyakini sang isteri.“Apa yang dikatakan bang Kevin benar, kita hanya perlu mendoakan mereka dalam keadaan baik-baik saja,” sambung Aditya.Waktu ashar sudah masuk, mereka memutuskan untuk sholat berjamaah. Meskipun hidup di lingkungan minoritas islam, mereka tidak pernah meninggalkan ibadah. Karena tidak ada lagi tempat mereka menggantungkan harapan selain pada-Nya.
Setelah sholat mereka berkumpul di ruang tengah.
“Pa, kita cari Aruna lagi ya!” ajak Luna.“Apa tidak sebaiknya kita pulang, Ma? Biarkan anak buah kita yang melanjutkan pencarian. Kamu juga butuh istirahat!”“Tapi, Pa. Ak—” “Benar yang dikatakan suamimu, Lun. Lebih baik kalian pulang dan istirahat! Besok kita cari mereka lagi,” saran Kevin—abang Luna.“Baiklah, Bang!”Wajah Luna ditekuk dengan perasaan campur aduk. Ia tidak ingin berhenti mencari Aruna, tapi melawan sang abang ia juga tidak berdaya. Dengan berat hati, Luna menuruti saran Kevin. Saat Aditya ingin membawa Luna pulang, sebuah pesan yang masuk ke ponsel Keyla menghentikan pergerakan mereka.
Keyla menatap satu persatu orang yang berada di sana, “Erina!” ucap Keyla saat membaca pengirim pesan.
“Sungguh? Apa kata Erina, Kak?” tanya Luna penasaran. Ia berharap apa yang dikatakan Kevin benar, jika Aruna dan Erina bersama.From: Erina
[Mi, jangan khawatir! Aku baik-baik saja. Sampaikan juga pada tante Luna, Aruna bersamaku. Dua hari lagi kami akan pulang! Miss you more].“Coba telepon, Kak!” ucap Luna tidak sabar.
“Tidak aktif, Lun.” Keyla berkata sendu.“Sudah lah, Mi! Jangan sedih! Yang terpenting mereka dalam keadaan baik-baik saja dan akan segera kembali.”Mimik wajah Luna pun kembali seperti semula, tidak bergairah sama sekali. Aditya menoleh pada Luna, meletakkan kepala sang isteri di dadanya. Ia sangat mengerti dengan perasaan sang isteri yang sangat merindukan Aruna. Terlebih, Luna juga merasa bersalah karena memberi izin begitu saja pada Marvin untuk menikahi putri mereka.
“Ma? Kita harus bersyukur, karena mereka sudah menghubungi kita. Lagi pula dua hari bukan waktu yang lama, Sabar ya!” Aditya mempererat pelukannya.
“Kita pulang?” tanya Aditya lagi.Luna hanya mengangguk lemah.“Kami pulang ya, Kak-bang!” ucap Luna.“Iya, jangan terlalu dipikirkan. Ingat! kesehatanmu juga penting, tidak perlu menjadikan masalah ini beban. Aku yakin, keponakanku itu kuat,” tutur Kevin.“Dit, Jaga adik saya dengan baik! Dia pasti akan merepotkan,” sambung Kevin.“Pasti, Bang.”Selepas kepergian Luna dan Aditya, Kevin mengajak Keyla ke kamar untuk beristirahat. Karena sudah tiga hari mereka tidak cukup tidur karena memikirkan keberadaan putri mereka. Meskipun Erina belum kembali, Kevin dan Keyla bisa sedikit tenang karena sudah tahu kondisinya.
“Pi? Apa perjodohan Erina dan Keen tetap berlanjut?” tanya Keyla.
“Tentu, memang kenapa? Mami hanya khawatir Erina akan kabur seperti Aruna.”“Mi! Aruna kabur karena kesalahan fatal Marvin, sedangkan Erina tidak punya alasan untuk kabur-kaburan.”“Iya juga, sih.”“Sudah! Jangan terlalu dipikirkan,” ucap Kevin.Pukul 21.00 WITA, Aruna sudah berada di atas ranjang. Ia berbalik ke kiri-kanan mencari posisi nyaman. Namun, tetap saia Aruna belum bisa memejamkan mata. Karena memikirkan cara agar segera lepas dari Marvin. Ya! Keputusan yang diambil Aruna adalah berpisah dengan sang kekasih.
Itulah Aruna, ia selalu memutuskan segala sesuatu tanpa berpikir panjang. Ia mudah memaafkan dan menerima kembali. Namun, tidak sulit bagi Aruna memutuskan untuk pergi saat ia merasa tidak sanggup lagi.
“Ish ...” desis Aruna.
“Kok belum tidur, Run?”“Aku sedang memikirkan bagaimana cara mengakhiri hubunganku dengan Marvin, Kak.”“Apa kamu sudah yakin? Kamu sudah ikhlas jika Marvin bersama orang lain?” tukas Erina. Ia bukan ingin memprovokasi sang adik untuk bertahan dengan Marvin, tapi ia juga memikirkan seperti apa nasib sang adik ke depannya. Ia tahu bagaimana Aruna begitu mencintai sang kekasih.“Kamu tidak mau memikirkan lagi, Run? Mungkin saja, Marvin sekarang sedang menyesali perbuatannya setelah kepergianmu.”
Aruna sedikit bimbang setelah mendengar ucapan sang kakak. “Apa benar Marvin menyesal?” batin Aruna.Aruna menimang-nimang ucapan kakaknya, ia berharap apa yang diucapkan Erina benar. Marvin menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Erina tersenyum, ia merasa Aruna mulai termakan omongannya. Erina percaya sang adik akan bijak dalam memutuskan sesuatu.
“Tapi, aku tetap akan mengakhirinya, Kak. Jika hubunganku sudah melangkah jauh dan Marvin masih terikat dengan Amalia, bagaimana?” lanjut Aruna.
Senyum Erina seketika menghilang, ia kembali terdiam saat pertanyaan Aruna mengandung isyarat seperti itu.“Kita tidak bisa membaca perasaan seseorang, Kak. Berkali-kali aku memaafkan Marvin, tapi ujung-ujungnya tetap aku yang sakit,” imbuh Aruna lagi.Erina memikirkan setiap kata-kata yang dilontarkan Aruna, ia semakin ragu dengan perjodohan yang dilakukan kedua orangtuanya. Erina merasa tidak sanggup jika kelak ia mengetahui, pria yang dijodohkan dengannya mencintai wanita lain. Erina tidak seperti Aruna yang dapat memutuskan sesuatu dengan mudah.
“Apa yang kakak pikirkan, sih! Aku sering loh mendapati kakak melamun,” sindir Aruna.
Erina kontan menoleh mendengar pernyataan sang adik. Ia bingung bagaimana menjelaskan pada Aruna.“Tidak ada!” cetus Erina.“Kalau ada masalah cerita saja, Kak!”Erina menatap sang adik, apa sekarang waktu yang tepat untuk mengatakan pada Aruna?Bersambung ...
“Aku tidak ada masalah, kok. Hanya merindukan mami-papi.” Elak Erina.Aruna merasa bersalah pada sang kakak. Karena ulahnya, Erina harus jadi ikut kena getah. Padahal, ia tahu kakak sepupunya itu tidak pernah betah lama-lama jauh dari orangtua.“Maaf ya, Kak! Karena ak—”“Sst ... Pikiran kamu terlalu jauh, aku baik-baik saja.” Erina dengan cepat memotong ucapan Aruna.Aruna tidak percaya seratus persen pada ucapan Erina. Meskipun benar, tapi ia merasa ada hal lain yang disembunyikan sang kakak darinya. Aruna ingin menanyakan hal itu, tapi anak dari omnya itu seperti enggan untuk berbagi. Ia juga tidak bisa memaksa Erina bercerita, lebih baik menunggu saat sang kakak siap untuk mengatakannya.Dua hari berlalu ...“Runa, bangun! Kamu janji kita pulang sekarang bukan?” Hampir setengah jam Erina membangunkan Aruna, tapi ia tetap bergeming. Erina yang mulai jengah dengan adik sepupunya itu, meny
Aruna tidak kaget sama sekali, ia yakin mantan calon suaminya itu akan segera tahu dia kembali.“Katakan padanya, aku sibuk dan tidak ingin bertemu dengan siapapun,” tegas Aruna.Lea tidak beranjak, ia masih memandangi wajah Aruna dengan perasaan bertanya-tanya.“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Aruna.“Tidak! Saranku, lebih baik kamu temui dia! Marvin sepertinya sangat terpukul sejak kamu tinggalkan,” imbuh Lea.Aruna tidak menanggapi ucapan Lea, ia fokus dengan laptop dan rancangan strategi yang akan ia gunakan untuk menambah daya tarik hotelnya. Lea pun bergeming, ia ingin Aruna menyelesaikan persoalan yang menghinggapi kehidupannya, bukan selalu menghindari.Hampir 15 menit Aruna dan Lea bertanding diam. Akhirnya Aruna mengalah, ia tidak bisa mengabaikan orang yang selalu hadir saat ia butuh.“Sampai kapan kamu akan berdiri, Le? Jangan menyiksa dirimu demi orang lain,” seru Aruna.
Keraguan tidak hanya terbesit dalam kepala Aruna, tapi bersarang. Ia takut untuk mengambil resiko ini. Namun, apa yang dikatakan sang mama ada benarnya. Mungkin pilihan Aruna kemaren kurang tepat dan pilihan orangtua lebih baik untuknya. 1 Minggu berlaluHari ini Aruna akan menikah denga pria pilihan orangtuanya, tapi sampai detik ini sang kakak—Erina belum jua menampakkan diri. Dihubungi pun tidak bisa, padahal ia berharap bisa berbagi kesedihan dengan sang kakak. “Kamu di mana sih, Kak?” ucap Aruna dalam hati. Saat akan menikah dengan Marvin, Aruna berharap tidak ada kendala sama sekali. Ia sudah membayangkan bagaimana bahagianya bisa hidup dengan pria yang dicintai. Namun, kali ini ia berdoa agar ada permasalahan yang terjadi dan pernikahan batal. Terdengar konyol memang, tapi pikiran itulah yang melintas di benak Aruna. “Run! Kamu udah siap, Sayang?” Luna menghampiri sang anak yang masih di rias.“Ya, sepertinya,” jawab Aruna lesu.Luna mengerti dengan perasaan sang anak, tapi h
Aruna yang mendengar teriakan Keen dan suara tabrakan menoleh ke belakang, ternyata suaminya menjadi korban tabrak lari. Keen yang terus mengejar Aruna tidak memerhatikan jalan sama sekali, sehingga ia tidak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang dari arah kiri.“Keen...” desis Runa.Wanita yang baru saja menikah itu bimbang, harus menolong sang suami atau tetap berlari. Ia takut jika mendekat ternyata luka Keen tidak separah itu dan laki-laki itu pasti menangkap dan tidak akan melepasnya lagi.‘Tapi.. jika tidak kutolong, kejam sekali diriku,’ bisik hati Aruna.Akhirnya Aruna memutuskan mundur ke belakang untuk memeriksa keadaan sang suami. Meskipun ia ditipu oleh Keen, paling tidak Aruna masih memiliki rasa simpati pada orang yang sedang butuh pertolongan.“Permisi, Pak..” ucap Aruna pada bapak-bapak yang sedang mengelilingi tubuh Keen. Ternyata luka pengacara itu cukup parah, tapi untungnya dia masih sadar meski meringis kesakitan.“Pak, tolong panggilkan ambulan. Saya mengen
Sesampainya di rumah sakit, Aluna langsung menuju ruangan Keen. Ia melihat Mela tengah tersedu-sedu di bangku tunggu. Sedangkan suami Mela, Luna tidak melihatnya. "Mel?" Aluna menepuk bahu sang besan. "Aluna, " tanpa basa basi, Mela menghambur dalam pelukan mertua anaknya itu. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, rasa bersalah seolah menggerogoti perasaannya. Aruna kabur dan Keen terbaring di rumah sakit, Mela merasa mendapat kutukan atas semua yang terjadi."Maafin aku, Lun," ucap Mela penuh penyesalan. Aluna hanya mengangguk, ia tidak bisa menyalahkan Mela sepenuhnya. Karena yang paling bersalah dalam situasi ini adalah ia dan suaminya--Aditya. Awalnya Erina yang akan menikah dengan Keen, tapi bercermin pada kisah percintaan sang adik, Erina menjadi ragu untuk melanjutkan pernikahan. Apalagi ia tidak mengenal Keen sama sekali. Karena merasa tersudut dengan permintaan orangtuanya untuk menikah, Erina melakukan hal yang sama seperti Aruna yaitu kabur. Namun, yang tak pernah ada d
“Apa yang sedang kamu pikirkan, hem?”“Banyak... Sangat banyak, bahkan kepalaku rasanya tidak sanggup lagi menampungnya.” Gadis dengan piyama polkadot itu mendekati sang adik dengan membawa secangkir teh hangat. Ia tidak tahu masalah apa yang membawa saudara sepupunya tiba di sana, tapi wanita 24 tahun itu juga segan untuk bertanya.Yah... Mereka adalah Aruna dan Erina yang sedang melarikan diri dari rumah. Aruna tidak tahu jika sang kakak berada di panthouse itu, tapi ia juga tidak terkejut. Karena setelah apa yang ia alami, Aruna yakin Erina memang sengaja menghindari pernikahan dan sekarang berimbas pada dirinya.“Terimakasih,” ucap Aruna seadanya.Erina merasa ada yang janggal dengan sikap sang adik. Karena sejak awal datang, Aruna tidak pernah sekalipun menggunakan embel-embel kakak.Cukup lama Erina dan Aruna diam-diaman karena tidak ada yang membuka percakapan. Erina sibuk dengan pikirannya, begitupun dengan Aruna.“Apa tidak ada yang ingin diceritakan padaku?” ujar Aruna tiba-
Lama Aruna menimbang-nimbang untuk mengatakan pada sang kakak tentang rencananya. Ia takut Erina tidak setuju dan membocorkan pada kedua orangtuanya. Aruna hanya ingin menenangkan diri untuk sementara, jika waktu tiba ia juga akan kembali ke kehidupan semula. “Kenapa malah diem?” “Hemm... Apa kakak mau berjanji dulu padaku? Bahwa hal ini hanya antara kita, tidak siapapun termasuk mama-papa ataupun om Kevin dan tante Key.” Aruna menceritakan rencana untuk pindah dari kota yang sekarang dan berhenti bekerja di perusahaan keluarga. Namun, ia tidak ingin siapapun mengetahui kepergiannya. Aruna butuh waktu untuk memulihkan cedera perasaan yang ia alami. “Tapi kenapa tante dan om tidak boleh tahu? Jika mereka bertanya aku harus jawab apa? Emang kamu yakin mau pindah? Kemana?” tanya Erina beruntut. “Begini, Kak. Aku tidak percaya pada siapapun sekarang. Jika mama dan papa tahu, mereka pasti akan memberitahu keluarga pengacara itu. Dan aku akan kembali menjadi buronan.” Aruna menjeda ucap
“Kemana lagi kita harus mencari mereka, Bang?” ucap Aluna dengan penuh kekhawatiran. Jika sebelumnya mereka bersama, bagaimana sekarang? Mereka pergi terpisah dengan alasan yang berbeda. Aluna sangat takut hal buruk terjadi pada puteri dan keponakannya.“Aku tidak tahu, Lun. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa agar anak-anak kita segera ditemukan.”“Bagaimana jika mereka tidak ditemukan?” timpal Keyla.“Kak Key... Kita berdoa saja, semoga mereka lekas kembali.” Bukan Aluna yang menjawab, melainkan Aditya. Ia masih setia memeluk sang isteri yang tak henti-hentinya menangis. Aditya juga sangat khawatir dengan Aruna dan Erina, tapi ia harus lebih tegar agar terus bisa menjadi sandaran bagi Aluna.“Ini semua salahku, Pi..” tukas Keyla lagi.Ia merasa sangat bersalah pada anak dan keponakannnya. Karena terus mendesak Erina menikah dengan Keen, akhirnya sang anak kabur. Sedangkan Aluna kecewa dengan ide yang Keyla cetuskan, juga memilih untuk pergi.“Sudahlah, Mi. Tidak baik menyalahkan dir
“Uugghhh.. Selamat pagi, Jakarta. Sepertinya, tidurku cukup nyenyak semalam,” oceh seorang wanita muda. Ia berjalan mendekati jendela dan membuka tirai. Pemandangan Jakarta cukup berbeda dan udara pagi yang sangat menenangkan perasaan. Bukan berarti udara di sana lebih bersih dibandingkan Bali, tapi pagi ini merupakan hari pertama baginya menjalani kehidupan yang jauh lebih mudah.“Aruna... Mari pikirkan hal apa yang bisa kamu lakukan di kota metropolitan ini,” dialog Runa pada diri sendiri.Sebelum memulai aktivitas, Aruna berpikir untuk mengganti identitasnya lebih dulu. Karena dengan begitu ia lebih leluasa melakukan apa yang diinginkan. Aruna mengubah namanya dari Aruna Batari Deolinda menjadi Atari Deolin. Ia tidak menukar namanya secara utuh sebab itu merupakan pemberian orangtua yang berarti doa baginya, jadi Aruna hanya menyingkat.Ting ...Ponsel Runa berbunyi menandakan pesan masuk,[Bagaimana kehidupanmu sekarang?] teks yang tertera di layar ponsel Aruna.Ia tersenyum, [Ten
“Kemana lagi kita harus mencari mereka, Bang?” ucap Aluna dengan penuh kekhawatiran. Jika sebelumnya mereka bersama, bagaimana sekarang? Mereka pergi terpisah dengan alasan yang berbeda. Aluna sangat takut hal buruk terjadi pada puteri dan keponakannya.“Aku tidak tahu, Lun. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa agar anak-anak kita segera ditemukan.”“Bagaimana jika mereka tidak ditemukan?” timpal Keyla.“Kak Key... Kita berdoa saja, semoga mereka lekas kembali.” Bukan Aluna yang menjawab, melainkan Aditya. Ia masih setia memeluk sang isteri yang tak henti-hentinya menangis. Aditya juga sangat khawatir dengan Aruna dan Erina, tapi ia harus lebih tegar agar terus bisa menjadi sandaran bagi Aluna.“Ini semua salahku, Pi..” tukas Keyla lagi.Ia merasa sangat bersalah pada anak dan keponakannnya. Karena terus mendesak Erina menikah dengan Keen, akhirnya sang anak kabur. Sedangkan Aluna kecewa dengan ide yang Keyla cetuskan, juga memilih untuk pergi.“Sudahlah, Mi. Tidak baik menyalahkan dir
Lama Aruna menimbang-nimbang untuk mengatakan pada sang kakak tentang rencananya. Ia takut Erina tidak setuju dan membocorkan pada kedua orangtuanya. Aruna hanya ingin menenangkan diri untuk sementara, jika waktu tiba ia juga akan kembali ke kehidupan semula. “Kenapa malah diem?” “Hemm... Apa kakak mau berjanji dulu padaku? Bahwa hal ini hanya antara kita, tidak siapapun termasuk mama-papa ataupun om Kevin dan tante Key.” Aruna menceritakan rencana untuk pindah dari kota yang sekarang dan berhenti bekerja di perusahaan keluarga. Namun, ia tidak ingin siapapun mengetahui kepergiannya. Aruna butuh waktu untuk memulihkan cedera perasaan yang ia alami. “Tapi kenapa tante dan om tidak boleh tahu? Jika mereka bertanya aku harus jawab apa? Emang kamu yakin mau pindah? Kemana?” tanya Erina beruntut. “Begini, Kak. Aku tidak percaya pada siapapun sekarang. Jika mama dan papa tahu, mereka pasti akan memberitahu keluarga pengacara itu. Dan aku akan kembali menjadi buronan.” Aruna menjeda ucap
“Apa yang sedang kamu pikirkan, hem?”“Banyak... Sangat banyak, bahkan kepalaku rasanya tidak sanggup lagi menampungnya.” Gadis dengan piyama polkadot itu mendekati sang adik dengan membawa secangkir teh hangat. Ia tidak tahu masalah apa yang membawa saudara sepupunya tiba di sana, tapi wanita 24 tahun itu juga segan untuk bertanya.Yah... Mereka adalah Aruna dan Erina yang sedang melarikan diri dari rumah. Aruna tidak tahu jika sang kakak berada di panthouse itu, tapi ia juga tidak terkejut. Karena setelah apa yang ia alami, Aruna yakin Erina memang sengaja menghindari pernikahan dan sekarang berimbas pada dirinya.“Terimakasih,” ucap Aruna seadanya.Erina merasa ada yang janggal dengan sikap sang adik. Karena sejak awal datang, Aruna tidak pernah sekalipun menggunakan embel-embel kakak.Cukup lama Erina dan Aruna diam-diaman karena tidak ada yang membuka percakapan. Erina sibuk dengan pikirannya, begitupun dengan Aruna.“Apa tidak ada yang ingin diceritakan padaku?” ujar Aruna tiba-
Sesampainya di rumah sakit, Aluna langsung menuju ruangan Keen. Ia melihat Mela tengah tersedu-sedu di bangku tunggu. Sedangkan suami Mela, Luna tidak melihatnya. "Mel?" Aluna menepuk bahu sang besan. "Aluna, " tanpa basa basi, Mela menghambur dalam pelukan mertua anaknya itu. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, rasa bersalah seolah menggerogoti perasaannya. Aruna kabur dan Keen terbaring di rumah sakit, Mela merasa mendapat kutukan atas semua yang terjadi."Maafin aku, Lun," ucap Mela penuh penyesalan. Aluna hanya mengangguk, ia tidak bisa menyalahkan Mela sepenuhnya. Karena yang paling bersalah dalam situasi ini adalah ia dan suaminya--Aditya. Awalnya Erina yang akan menikah dengan Keen, tapi bercermin pada kisah percintaan sang adik, Erina menjadi ragu untuk melanjutkan pernikahan. Apalagi ia tidak mengenal Keen sama sekali. Karena merasa tersudut dengan permintaan orangtuanya untuk menikah, Erina melakukan hal yang sama seperti Aruna yaitu kabur. Namun, yang tak pernah ada d
Aruna yang mendengar teriakan Keen dan suara tabrakan menoleh ke belakang, ternyata suaminya menjadi korban tabrak lari. Keen yang terus mengejar Aruna tidak memerhatikan jalan sama sekali, sehingga ia tidak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang dari arah kiri.“Keen...” desis Runa.Wanita yang baru saja menikah itu bimbang, harus menolong sang suami atau tetap berlari. Ia takut jika mendekat ternyata luka Keen tidak separah itu dan laki-laki itu pasti menangkap dan tidak akan melepasnya lagi.‘Tapi.. jika tidak kutolong, kejam sekali diriku,’ bisik hati Aruna.Akhirnya Aruna memutuskan mundur ke belakang untuk memeriksa keadaan sang suami. Meskipun ia ditipu oleh Keen, paling tidak Aruna masih memiliki rasa simpati pada orang yang sedang butuh pertolongan.“Permisi, Pak..” ucap Aruna pada bapak-bapak yang sedang mengelilingi tubuh Keen. Ternyata luka pengacara itu cukup parah, tapi untungnya dia masih sadar meski meringis kesakitan.“Pak, tolong panggilkan ambulan. Saya mengen
Keraguan tidak hanya terbesit dalam kepala Aruna, tapi bersarang. Ia takut untuk mengambil resiko ini. Namun, apa yang dikatakan sang mama ada benarnya. Mungkin pilihan Aruna kemaren kurang tepat dan pilihan orangtua lebih baik untuknya. 1 Minggu berlaluHari ini Aruna akan menikah denga pria pilihan orangtuanya, tapi sampai detik ini sang kakak—Erina belum jua menampakkan diri. Dihubungi pun tidak bisa, padahal ia berharap bisa berbagi kesedihan dengan sang kakak. “Kamu di mana sih, Kak?” ucap Aruna dalam hati. Saat akan menikah dengan Marvin, Aruna berharap tidak ada kendala sama sekali. Ia sudah membayangkan bagaimana bahagianya bisa hidup dengan pria yang dicintai. Namun, kali ini ia berdoa agar ada permasalahan yang terjadi dan pernikahan batal. Terdengar konyol memang, tapi pikiran itulah yang melintas di benak Aruna. “Run! Kamu udah siap, Sayang?” Luna menghampiri sang anak yang masih di rias.“Ya, sepertinya,” jawab Aruna lesu.Luna mengerti dengan perasaan sang anak, tapi h
Aruna tidak kaget sama sekali, ia yakin mantan calon suaminya itu akan segera tahu dia kembali.“Katakan padanya, aku sibuk dan tidak ingin bertemu dengan siapapun,” tegas Aruna.Lea tidak beranjak, ia masih memandangi wajah Aruna dengan perasaan bertanya-tanya.“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Aruna.“Tidak! Saranku, lebih baik kamu temui dia! Marvin sepertinya sangat terpukul sejak kamu tinggalkan,” imbuh Lea.Aruna tidak menanggapi ucapan Lea, ia fokus dengan laptop dan rancangan strategi yang akan ia gunakan untuk menambah daya tarik hotelnya. Lea pun bergeming, ia ingin Aruna menyelesaikan persoalan yang menghinggapi kehidupannya, bukan selalu menghindari.Hampir 15 menit Aruna dan Lea bertanding diam. Akhirnya Aruna mengalah, ia tidak bisa mengabaikan orang yang selalu hadir saat ia butuh.“Sampai kapan kamu akan berdiri, Le? Jangan menyiksa dirimu demi orang lain,” seru Aruna.
“Aku tidak ada masalah, kok. Hanya merindukan mami-papi.” Elak Erina.Aruna merasa bersalah pada sang kakak. Karena ulahnya, Erina harus jadi ikut kena getah. Padahal, ia tahu kakak sepupunya itu tidak pernah betah lama-lama jauh dari orangtua.“Maaf ya, Kak! Karena ak—”“Sst ... Pikiran kamu terlalu jauh, aku baik-baik saja.” Erina dengan cepat memotong ucapan Aruna.Aruna tidak percaya seratus persen pada ucapan Erina. Meskipun benar, tapi ia merasa ada hal lain yang disembunyikan sang kakak darinya. Aruna ingin menanyakan hal itu, tapi anak dari omnya itu seperti enggan untuk berbagi. Ia juga tidak bisa memaksa Erina bercerita, lebih baik menunggu saat sang kakak siap untuk mengatakannya.Dua hari berlalu ...“Runa, bangun! Kamu janji kita pulang sekarang bukan?” Hampir setengah jam Erina membangunkan Aruna, tapi ia tetap bergeming. Erina yang mulai jengah dengan adik sepupunya itu, meny