Aruna tidak kaget sama sekali, ia yakin mantan calon suaminya itu akan segera tahu dia kembali.
“Katakan padanya, aku sibuk dan tidak ingin bertemu dengan siapapun,” tegas Aruna.Lea tidak beranjak, ia masih memandangi wajah Aruna dengan perasaan bertanya-tanya.
“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Aruna.“Tidak! Saranku, lebih baik kamu temui dia! Marvin sepertinya sangat terpukul sejak kamu tinggalkan,” imbuh Lea.Aruna tidak menanggapi ucapan Lea, ia fokus dengan laptop dan rancangan strategi yang akan ia gunakan untuk menambah daya tarik hotelnya. Lea pun bergeming, ia ingin Aruna menyelesaikan persoalan yang menghinggapi kehidupannya, bukan selalu menghindari.
Hampir 15 menit Aruna dan Lea bertanding diam. Akhirnya Aruna mengalah, ia tidak bisa mengabaikan orang yang selalu hadir saat ia butuh.“Sampai kapan kamu akan berdiri, Le? Jangan menyiksa dirimu demi orang lain,” seru Aruna.
“Aku melakukan semua ini bukan demi orang lain, tapi demi teman aku.” Aruna menghentikan kegiatannya dan menatap Lea.“Run! Aku tidak menyuruh kamu kembali pada Marvin, tapi kamu tidak mungkin menghindarinya terus. Temui dia! Katakan apa yang selama ini kamu tahan. Masalah kamu tidak akan pernah berakhir, meski hubungan kalian selesai.”Aruna membenarkan apa yang dikatakan Lea, dengan berat hati ia menemui Marvin.
“Ada apa ke sini?” tanya Aruna datar.“Runa? Aku merindukanmu,” Marvin sangat bahagia sang kekasih sudah kembali.Ketika Marvin berdiri ingin memeluknya, ucapan Aruna menghentikan gerak Marvin.“Stop! Jangan berani menyentuhku, Marvin.”Aruna melihat penampilan Marvin dari atas ke bawah. Tubuhnya lebih kurus, rambut panjang, wajah kusam, dan penampilan acak-acakan. “Kenapa Marvin jadi seperti ini?” batin Aruna.
Aruna kembali menatap wajah Marvin, ia melihat lingkar hitam di bawah matanya. “Apa dia tidak pernah tidur?” lanjut Aruna lagi.“Maafkan aku, Run! ...Aku mohon, jangan tinggalkan aku, Run!” lirih Marvin dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia sadar tidak mudah bagi Aruna menerimanya kembali. Namun, ia tidak ingin kehilangan Aruna. Mungkin cinta untuk sang isteri sudah ada sejak lama, tapi pikiran Marvin yang masih mematri Amalia lah yang berkedudukan di hatinya.“Kenapa penampilanmu begini?” Aruna mengabaikan permintaan maaf Marvin, rasa penasarannya lebih dominan.
Ego Aruna kalah, ia sudah menahan diri agar tidak bertanya, tapi pertanyaan itu terucap begitu saja.Marvin menarik sudut bibir membentuk lengkungan, ia merasa Aruna masih peduli padanya.“Ini semua karena kamu, Run! Aku tidak punya tujuan hidup selain menemukanmu.”
“Apa kamu tidak pernah makan? Kenapa kurus begini?” lagi-lagi Marvin tersenyum mendengar ocehan Aruna.“Selera makanku hilang bersamaan dengan kepergianmu,” tutur Marvin.Aruna menghela nafas panjang, ia iba dengan Marvin. Kondisinya lebih kacau dari pertama kali mereka bertemu. Karena merasa bersalah, Aruna menemani Marvin ke salon untuk membenahi penampilannya. Kemudian, ia juga membawa mantan kekasihnya makan siang.
Marvin merasa di awang-awang, diperhatikan oleh wanita yang dicintai. Ia pulang dengan penampilan seperti semula dan wajah berseri. Erica dan Patrick heran, tapi pagi sang anak berangkat dengan penampilan kumal. Sekarang pulang menjadi pangeran. Apa ada seorang putri yang merubahnya?
“Sepertinya ada yang sedang bahagia ya, Pa?” sindir Erica.“Ia, Ma. Mungkin seorang putri berhasil merubahnya,” tukas Patrick.“Mama dan papa benar, aku bertemu kembali dengan sang putri. Aku bahagia ... ternyata Aruna masih peduli padaku.“Aku sangat bahagia, Ma-pa!” Marvin bersiul menuju kamarnya.Erica dan Patrick turut bahagia melihat kebahagiaan sang anak. Kepergian Aruna menjungkir balikkan kehidupan Marvin. Bahkan, ia tidak peduli dengan kesehatannya.Namun, semua itu hanya sekejap. Seminggu setelah Marvin menghabiskan waktu bersama sang kekasih, ia kembali diguncang keadaan. Aruna mengirimkan secarik surat, yang menyatakan dirinya tidak ingin melanjutkan hubungan dengan Marvin.
Keputusan Aruna cukup menyentak perasaan Marvin, kebersamaan minggu lalu ternyata merupakan kenangan terakhir bersama sang kekasih. Marvin tidak bisa menerima semua itu, ia akan berjuang untuk mendapatkan cinta Aruna lagi. Tidak ada seorang wanita pun yang bisa masuk dalam hatinya, kecuali Aruna.Keadaan tidak semakin membaik. Tiga bulan setelah putus dengan Marvin, Aruna berdebat dengan kedua orangtuanya. Luna dan Aditya menjodohkannya dengan seorang pria yang tidak dikenal.
“Aku tidak mau, Pa-Ma! Jangan membuat keputusan sembarangan seperti ini,” protes Aruna.“Runa sayang, mama yakin kamu akan menyukainya. Dia baik, tampan, pekerja keras lagi.“Kamu tidak akan menyesal, Nak!” bujuk Luna.“Bercanda mama dan papa kelewatan, sedangkan menikah dengan orang yang aku cintai saja gagal. Apalagi dia tidak aku kenal sama sekali.”“Runa! Ini hanya masalah waktu, papa yakin kamu akan bahagia bersama dia.
“Kalian akan menikah satu minggu lagi,” timpal Aditya.“Aku tidak mau, Pa! Kenapa kalian tega padaku?” teriak Aruna berlari ke kamar.“Kenapa? Kenapa semua jahat padaku?” Aruna menangis histeris.
Ia lempar semua bantal ke lantai. Baru tiga bulan yang lalu pernikahan batal dan kini akan di ulang kembali? Aruna beranggapan orangtuanya tidak belajar dari pengalaman, semudah itu menjodohkan ia dengan pria yang tidak dikenal.Apa menikah segampang itu? Tidak! Aruna tidak siap memulai hubungan baru, terlebih dalam waktu singkat.Setelah tak medengar luapan emosi Aruna, Luna membuka pintu kamar dengan hati-hati. Ia sangat terkejut saat netranya menatap keadaan kamar Aruna.
“Selalu saja begini,” bisik Luna mulai merapikan kamar sang anak.Kemudian, Luna duduk di tepi ranjang. Ia usap rambut Aruna lembut, “Maafkan mama, Runa!” ujarnya mencium kening sang puteri.Aruna membuka mata saat benda kenyal dan hangat menyentuh keningnya.
“Mama!” lirih Aruna.“Mama mengganggu tidurmu, ya?” tanya Luna tersenyum.Aruna melihat sekeliling kamar yang tidak berserakan lagi, “Mama yang merapikan kamarku?”“Iya ... Sepertinya tadi ada yang ngamuk,” sindir Luna.Luna menangkup pipi Aruna, ia hapus jejak air mata yang masih membekas.
“Runa? Maafin mama dan papa ya, Sayang! Kami tidak bermaksud memaksa kamu, tapi kami memiliki alasan dibalik ini semua.”Luna mulai menjelaskan dan memberi pengertian pada Aruna. Ia juga memberikan pilihan, jika Aruna ingin membatalkan pernikahan itu.Disatu sisi Aruna tidak ingin mempermalukan keluarganya, tapi di sisi lain ia juga belum siap untuk menikah lagi. Luka lama saja masih lembab. Aruna takut kebahagiaan yang dilukiskan sang mama tidak mencapai ekspektasi dan berakhir dengan kecewa.
Jika disebut trauma, mungkin Aruna telah mencapai tahap itu. Dikhianati oleh pria yang sangat ia sayangi. Mencintai tidak cukup membuat hubungan mereka bertahan dan sekarang, ia diminta membangun hubungan baru tanpa adanya cinta. Mustahil! Aruna tidak percaya akan hal itu.
“Apa mama yakin aku akan bahagia dengan pernikahanku nanti?”Keraguan tidak hanya terbesit dalam kepala Aruna, tapi bersarang. Ia takut untuk mengambil resiko ini. Namun, apa yang dikatakan sang mama ada benarnya. Mungkin pilihan Aruna kemaren kurang tepat dan pilihan orangtua lebih baik untuknya. 1 Minggu berlaluHari ini Aruna akan menikah denga pria pilihan orangtuanya, tapi sampai detik ini sang kakak—Erina belum jua menampakkan diri. Dihubungi pun tidak bisa, padahal ia berharap bisa berbagi kesedihan dengan sang kakak. “Kamu di mana sih, Kak?” ucap Aruna dalam hati. Saat akan menikah dengan Marvin, Aruna berharap tidak ada kendala sama sekali. Ia sudah membayangkan bagaimana bahagianya bisa hidup dengan pria yang dicintai. Namun, kali ini ia berdoa agar ada permasalahan yang terjadi dan pernikahan batal. Terdengar konyol memang, tapi pikiran itulah yang melintas di benak Aruna. “Run! Kamu udah siap, Sayang?” Luna menghampiri sang anak yang masih di rias.“Ya, sepertinya,” jawab Aruna lesu.Luna mengerti dengan perasaan sang anak, tapi h
Aruna yang mendengar teriakan Keen dan suara tabrakan menoleh ke belakang, ternyata suaminya menjadi korban tabrak lari. Keen yang terus mengejar Aruna tidak memerhatikan jalan sama sekali, sehingga ia tidak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang dari arah kiri.“Keen...” desis Runa.Wanita yang baru saja menikah itu bimbang, harus menolong sang suami atau tetap berlari. Ia takut jika mendekat ternyata luka Keen tidak separah itu dan laki-laki itu pasti menangkap dan tidak akan melepasnya lagi.‘Tapi.. jika tidak kutolong, kejam sekali diriku,’ bisik hati Aruna.Akhirnya Aruna memutuskan mundur ke belakang untuk memeriksa keadaan sang suami. Meskipun ia ditipu oleh Keen, paling tidak Aruna masih memiliki rasa simpati pada orang yang sedang butuh pertolongan.“Permisi, Pak..” ucap Aruna pada bapak-bapak yang sedang mengelilingi tubuh Keen. Ternyata luka pengacara itu cukup parah, tapi untungnya dia masih sadar meski meringis kesakitan.“Pak, tolong panggilkan ambulan. Saya mengen
Sesampainya di rumah sakit, Aluna langsung menuju ruangan Keen. Ia melihat Mela tengah tersedu-sedu di bangku tunggu. Sedangkan suami Mela, Luna tidak melihatnya. "Mel?" Aluna menepuk bahu sang besan. "Aluna, " tanpa basa basi, Mela menghambur dalam pelukan mertua anaknya itu. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, rasa bersalah seolah menggerogoti perasaannya. Aruna kabur dan Keen terbaring di rumah sakit, Mela merasa mendapat kutukan atas semua yang terjadi."Maafin aku, Lun," ucap Mela penuh penyesalan. Aluna hanya mengangguk, ia tidak bisa menyalahkan Mela sepenuhnya. Karena yang paling bersalah dalam situasi ini adalah ia dan suaminya--Aditya. Awalnya Erina yang akan menikah dengan Keen, tapi bercermin pada kisah percintaan sang adik, Erina menjadi ragu untuk melanjutkan pernikahan. Apalagi ia tidak mengenal Keen sama sekali. Karena merasa tersudut dengan permintaan orangtuanya untuk menikah, Erina melakukan hal yang sama seperti Aruna yaitu kabur. Namun, yang tak pernah ada d
“Apa yang sedang kamu pikirkan, hem?”“Banyak... Sangat banyak, bahkan kepalaku rasanya tidak sanggup lagi menampungnya.” Gadis dengan piyama polkadot itu mendekati sang adik dengan membawa secangkir teh hangat. Ia tidak tahu masalah apa yang membawa saudara sepupunya tiba di sana, tapi wanita 24 tahun itu juga segan untuk bertanya.Yah... Mereka adalah Aruna dan Erina yang sedang melarikan diri dari rumah. Aruna tidak tahu jika sang kakak berada di panthouse itu, tapi ia juga tidak terkejut. Karena setelah apa yang ia alami, Aruna yakin Erina memang sengaja menghindari pernikahan dan sekarang berimbas pada dirinya.“Terimakasih,” ucap Aruna seadanya.Erina merasa ada yang janggal dengan sikap sang adik. Karena sejak awal datang, Aruna tidak pernah sekalipun menggunakan embel-embel kakak.Cukup lama Erina dan Aruna diam-diaman karena tidak ada yang membuka percakapan. Erina sibuk dengan pikirannya, begitupun dengan Aruna.“Apa tidak ada yang ingin diceritakan padaku?” ujar Aruna tiba-
Lama Aruna menimbang-nimbang untuk mengatakan pada sang kakak tentang rencananya. Ia takut Erina tidak setuju dan membocorkan pada kedua orangtuanya. Aruna hanya ingin menenangkan diri untuk sementara, jika waktu tiba ia juga akan kembali ke kehidupan semula. “Kenapa malah diem?” “Hemm... Apa kakak mau berjanji dulu padaku? Bahwa hal ini hanya antara kita, tidak siapapun termasuk mama-papa ataupun om Kevin dan tante Key.” Aruna menceritakan rencana untuk pindah dari kota yang sekarang dan berhenti bekerja di perusahaan keluarga. Namun, ia tidak ingin siapapun mengetahui kepergiannya. Aruna butuh waktu untuk memulihkan cedera perasaan yang ia alami. “Tapi kenapa tante dan om tidak boleh tahu? Jika mereka bertanya aku harus jawab apa? Emang kamu yakin mau pindah? Kemana?” tanya Erina beruntut. “Begini, Kak. Aku tidak percaya pada siapapun sekarang. Jika mama dan papa tahu, mereka pasti akan memberitahu keluarga pengacara itu. Dan aku akan kembali menjadi buronan.” Aruna menjeda ucap
“Kemana lagi kita harus mencari mereka, Bang?” ucap Aluna dengan penuh kekhawatiran. Jika sebelumnya mereka bersama, bagaimana sekarang? Mereka pergi terpisah dengan alasan yang berbeda. Aluna sangat takut hal buruk terjadi pada puteri dan keponakannya.“Aku tidak tahu, Lun. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa agar anak-anak kita segera ditemukan.”“Bagaimana jika mereka tidak ditemukan?” timpal Keyla.“Kak Key... Kita berdoa saja, semoga mereka lekas kembali.” Bukan Aluna yang menjawab, melainkan Aditya. Ia masih setia memeluk sang isteri yang tak henti-hentinya menangis. Aditya juga sangat khawatir dengan Aruna dan Erina, tapi ia harus lebih tegar agar terus bisa menjadi sandaran bagi Aluna.“Ini semua salahku, Pi..” tukas Keyla lagi.Ia merasa sangat bersalah pada anak dan keponakannnya. Karena terus mendesak Erina menikah dengan Keen, akhirnya sang anak kabur. Sedangkan Aluna kecewa dengan ide yang Keyla cetuskan, juga memilih untuk pergi.“Sudahlah, Mi. Tidak baik menyalahkan dir
“Uugghhh.. Selamat pagi, Jakarta. Sepertinya, tidurku cukup nyenyak semalam,” oceh seorang wanita muda. Ia berjalan mendekati jendela dan membuka tirai. Pemandangan Jakarta cukup berbeda dan udara pagi yang sangat menenangkan perasaan. Bukan berarti udara di sana lebih bersih dibandingkan Bali, tapi pagi ini merupakan hari pertama baginya menjalani kehidupan yang jauh lebih mudah.“Aruna... Mari pikirkan hal apa yang bisa kamu lakukan di kota metropolitan ini,” dialog Runa pada diri sendiri.Sebelum memulai aktivitas, Aruna berpikir untuk mengganti identitasnya lebih dulu. Karena dengan begitu ia lebih leluasa melakukan apa yang diinginkan. Aruna mengubah namanya dari Aruna Batari Deolinda menjadi Atari Deolin. Ia tidak menukar namanya secara utuh sebab itu merupakan pemberian orangtua yang berarti doa baginya, jadi Aruna hanya menyingkat.Ting ...Ponsel Runa berbunyi menandakan pesan masuk,[Bagaimana kehidupanmu sekarang?] teks yang tertera di layar ponsel Aruna.Ia tersenyum, [Ten
Bali, 23 Oktober 2017 “Amalia?” seru Marvin.Ia melihat bayangan seseorang perempuan yang persis dengan mantan kekasih. Marvin melepas tangan penghulu dan mengejar sosok yang dianggap Amalia itu. Ia sama sekali tidak menoleh pada Aruna—wanita yang akan ia nikahi. Aruna tidak dapat berkata apa-apa, setetes bulir bening jatuh dari pelupuk matanya. Sekian lama menjalin hubungan, tapi Marvin tidak bisa melupakan masa lalu. Pada acara sakral mereka pun, pikiran Marvin tetap tertuju pada dia. “Aku memang tidak pernah ada dalam hati Marvin, Ma!” lirih Aruna saat sang ibunda mendekapnya.Aruna tak sanggup menunjukkan wajah pada tamu undangan, ia melepas pelukan Luna dan berlari ke lantai atas. Mereka yang hadir di sana merasa iba dengan Aruna, diperlakukan tidak layak oleh calon suami sendiri. Erika dan Patrick— orangtua Marvin, merasa bersalah dengan tingkah laku sang anak. Mereka sudah meminta para anak buah untuk mengejar Marvin, tapi apa Aruna masih mau melanjutkan pernikahan yang meny
“Uugghhh.. Selamat pagi, Jakarta. Sepertinya, tidurku cukup nyenyak semalam,” oceh seorang wanita muda. Ia berjalan mendekati jendela dan membuka tirai. Pemandangan Jakarta cukup berbeda dan udara pagi yang sangat menenangkan perasaan. Bukan berarti udara di sana lebih bersih dibandingkan Bali, tapi pagi ini merupakan hari pertama baginya menjalani kehidupan yang jauh lebih mudah.“Aruna... Mari pikirkan hal apa yang bisa kamu lakukan di kota metropolitan ini,” dialog Runa pada diri sendiri.Sebelum memulai aktivitas, Aruna berpikir untuk mengganti identitasnya lebih dulu. Karena dengan begitu ia lebih leluasa melakukan apa yang diinginkan. Aruna mengubah namanya dari Aruna Batari Deolinda menjadi Atari Deolin. Ia tidak menukar namanya secara utuh sebab itu merupakan pemberian orangtua yang berarti doa baginya, jadi Aruna hanya menyingkat.Ting ...Ponsel Runa berbunyi menandakan pesan masuk,[Bagaimana kehidupanmu sekarang?] teks yang tertera di layar ponsel Aruna.Ia tersenyum, [Ten
“Kemana lagi kita harus mencari mereka, Bang?” ucap Aluna dengan penuh kekhawatiran. Jika sebelumnya mereka bersama, bagaimana sekarang? Mereka pergi terpisah dengan alasan yang berbeda. Aluna sangat takut hal buruk terjadi pada puteri dan keponakannya.“Aku tidak tahu, Lun. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa agar anak-anak kita segera ditemukan.”“Bagaimana jika mereka tidak ditemukan?” timpal Keyla.“Kak Key... Kita berdoa saja, semoga mereka lekas kembali.” Bukan Aluna yang menjawab, melainkan Aditya. Ia masih setia memeluk sang isteri yang tak henti-hentinya menangis. Aditya juga sangat khawatir dengan Aruna dan Erina, tapi ia harus lebih tegar agar terus bisa menjadi sandaran bagi Aluna.“Ini semua salahku, Pi..” tukas Keyla lagi.Ia merasa sangat bersalah pada anak dan keponakannnya. Karena terus mendesak Erina menikah dengan Keen, akhirnya sang anak kabur. Sedangkan Aluna kecewa dengan ide yang Keyla cetuskan, juga memilih untuk pergi.“Sudahlah, Mi. Tidak baik menyalahkan dir
Lama Aruna menimbang-nimbang untuk mengatakan pada sang kakak tentang rencananya. Ia takut Erina tidak setuju dan membocorkan pada kedua orangtuanya. Aruna hanya ingin menenangkan diri untuk sementara, jika waktu tiba ia juga akan kembali ke kehidupan semula. “Kenapa malah diem?” “Hemm... Apa kakak mau berjanji dulu padaku? Bahwa hal ini hanya antara kita, tidak siapapun termasuk mama-papa ataupun om Kevin dan tante Key.” Aruna menceritakan rencana untuk pindah dari kota yang sekarang dan berhenti bekerja di perusahaan keluarga. Namun, ia tidak ingin siapapun mengetahui kepergiannya. Aruna butuh waktu untuk memulihkan cedera perasaan yang ia alami. “Tapi kenapa tante dan om tidak boleh tahu? Jika mereka bertanya aku harus jawab apa? Emang kamu yakin mau pindah? Kemana?” tanya Erina beruntut. “Begini, Kak. Aku tidak percaya pada siapapun sekarang. Jika mama dan papa tahu, mereka pasti akan memberitahu keluarga pengacara itu. Dan aku akan kembali menjadi buronan.” Aruna menjeda ucap
“Apa yang sedang kamu pikirkan, hem?”“Banyak... Sangat banyak, bahkan kepalaku rasanya tidak sanggup lagi menampungnya.” Gadis dengan piyama polkadot itu mendekati sang adik dengan membawa secangkir teh hangat. Ia tidak tahu masalah apa yang membawa saudara sepupunya tiba di sana, tapi wanita 24 tahun itu juga segan untuk bertanya.Yah... Mereka adalah Aruna dan Erina yang sedang melarikan diri dari rumah. Aruna tidak tahu jika sang kakak berada di panthouse itu, tapi ia juga tidak terkejut. Karena setelah apa yang ia alami, Aruna yakin Erina memang sengaja menghindari pernikahan dan sekarang berimbas pada dirinya.“Terimakasih,” ucap Aruna seadanya.Erina merasa ada yang janggal dengan sikap sang adik. Karena sejak awal datang, Aruna tidak pernah sekalipun menggunakan embel-embel kakak.Cukup lama Erina dan Aruna diam-diaman karena tidak ada yang membuka percakapan. Erina sibuk dengan pikirannya, begitupun dengan Aruna.“Apa tidak ada yang ingin diceritakan padaku?” ujar Aruna tiba-
Sesampainya di rumah sakit, Aluna langsung menuju ruangan Keen. Ia melihat Mela tengah tersedu-sedu di bangku tunggu. Sedangkan suami Mela, Luna tidak melihatnya. "Mel?" Aluna menepuk bahu sang besan. "Aluna, " tanpa basa basi, Mela menghambur dalam pelukan mertua anaknya itu. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, rasa bersalah seolah menggerogoti perasaannya. Aruna kabur dan Keen terbaring di rumah sakit, Mela merasa mendapat kutukan atas semua yang terjadi."Maafin aku, Lun," ucap Mela penuh penyesalan. Aluna hanya mengangguk, ia tidak bisa menyalahkan Mela sepenuhnya. Karena yang paling bersalah dalam situasi ini adalah ia dan suaminya--Aditya. Awalnya Erina yang akan menikah dengan Keen, tapi bercermin pada kisah percintaan sang adik, Erina menjadi ragu untuk melanjutkan pernikahan. Apalagi ia tidak mengenal Keen sama sekali. Karena merasa tersudut dengan permintaan orangtuanya untuk menikah, Erina melakukan hal yang sama seperti Aruna yaitu kabur. Namun, yang tak pernah ada d
Aruna yang mendengar teriakan Keen dan suara tabrakan menoleh ke belakang, ternyata suaminya menjadi korban tabrak lari. Keen yang terus mengejar Aruna tidak memerhatikan jalan sama sekali, sehingga ia tidak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang dari arah kiri.“Keen...” desis Runa.Wanita yang baru saja menikah itu bimbang, harus menolong sang suami atau tetap berlari. Ia takut jika mendekat ternyata luka Keen tidak separah itu dan laki-laki itu pasti menangkap dan tidak akan melepasnya lagi.‘Tapi.. jika tidak kutolong, kejam sekali diriku,’ bisik hati Aruna.Akhirnya Aruna memutuskan mundur ke belakang untuk memeriksa keadaan sang suami. Meskipun ia ditipu oleh Keen, paling tidak Aruna masih memiliki rasa simpati pada orang yang sedang butuh pertolongan.“Permisi, Pak..” ucap Aruna pada bapak-bapak yang sedang mengelilingi tubuh Keen. Ternyata luka pengacara itu cukup parah, tapi untungnya dia masih sadar meski meringis kesakitan.“Pak, tolong panggilkan ambulan. Saya mengen
Keraguan tidak hanya terbesit dalam kepala Aruna, tapi bersarang. Ia takut untuk mengambil resiko ini. Namun, apa yang dikatakan sang mama ada benarnya. Mungkin pilihan Aruna kemaren kurang tepat dan pilihan orangtua lebih baik untuknya. 1 Minggu berlaluHari ini Aruna akan menikah denga pria pilihan orangtuanya, tapi sampai detik ini sang kakak—Erina belum jua menampakkan diri. Dihubungi pun tidak bisa, padahal ia berharap bisa berbagi kesedihan dengan sang kakak. “Kamu di mana sih, Kak?” ucap Aruna dalam hati. Saat akan menikah dengan Marvin, Aruna berharap tidak ada kendala sama sekali. Ia sudah membayangkan bagaimana bahagianya bisa hidup dengan pria yang dicintai. Namun, kali ini ia berdoa agar ada permasalahan yang terjadi dan pernikahan batal. Terdengar konyol memang, tapi pikiran itulah yang melintas di benak Aruna. “Run! Kamu udah siap, Sayang?” Luna menghampiri sang anak yang masih di rias.“Ya, sepertinya,” jawab Aruna lesu.Luna mengerti dengan perasaan sang anak, tapi h
Aruna tidak kaget sama sekali, ia yakin mantan calon suaminya itu akan segera tahu dia kembali.“Katakan padanya, aku sibuk dan tidak ingin bertemu dengan siapapun,” tegas Aruna.Lea tidak beranjak, ia masih memandangi wajah Aruna dengan perasaan bertanya-tanya.“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Aruna.“Tidak! Saranku, lebih baik kamu temui dia! Marvin sepertinya sangat terpukul sejak kamu tinggalkan,” imbuh Lea.Aruna tidak menanggapi ucapan Lea, ia fokus dengan laptop dan rancangan strategi yang akan ia gunakan untuk menambah daya tarik hotelnya. Lea pun bergeming, ia ingin Aruna menyelesaikan persoalan yang menghinggapi kehidupannya, bukan selalu menghindari.Hampir 15 menit Aruna dan Lea bertanding diam. Akhirnya Aruna mengalah, ia tidak bisa mengabaikan orang yang selalu hadir saat ia butuh.“Sampai kapan kamu akan berdiri, Le? Jangan menyiksa dirimu demi orang lain,” seru Aruna.
“Aku tidak ada masalah, kok. Hanya merindukan mami-papi.” Elak Erina.Aruna merasa bersalah pada sang kakak. Karena ulahnya, Erina harus jadi ikut kena getah. Padahal, ia tahu kakak sepupunya itu tidak pernah betah lama-lama jauh dari orangtua.“Maaf ya, Kak! Karena ak—”“Sst ... Pikiran kamu terlalu jauh, aku baik-baik saja.” Erina dengan cepat memotong ucapan Aruna.Aruna tidak percaya seratus persen pada ucapan Erina. Meskipun benar, tapi ia merasa ada hal lain yang disembunyikan sang kakak darinya. Aruna ingin menanyakan hal itu, tapi anak dari omnya itu seperti enggan untuk berbagi. Ia juga tidak bisa memaksa Erina bercerita, lebih baik menunggu saat sang kakak siap untuk mengatakannya.Dua hari berlalu ...“Runa, bangun! Kamu janji kita pulang sekarang bukan?” Hampir setengah jam Erina membangunkan Aruna, tapi ia tetap bergeming. Erina yang mulai jengah dengan adik sepupunya itu, meny