Dirga meninju wajah Zio karena merasa geram Zio pun meninjunya balik. Melihat raut wajah Agatha yang nampak emosi membuat Zio yang ada di sana sedikit terkejut. Matanya membulat sempurna ketika Agatha berekpresi marah padanya karena telah melukai Dirga dan kemudian melayangkan satu tamparan keras pada Zio. Kali ini perempuan itu tak bisa lagi menahan emosinya, "Bukankah itu sangat aneh! Harusnya Agatha tidak marah, sepenting itukah Dirga baginya? Selama ini dia tidak pernah semarah itu padaku." Zio bertepuk tangan seraya tersenyum menatap emosi Agatha jadi pria berhiung mancung itu bertanya, "Sepenting itukah Dirga bagimu hingga kau berani menamparku?""Tentu saja penting karena dia adalah satu-satunya pria yang selalu ada untukku dan menemaniku saat duka dan susah," jawabnya begitu tegas. Dia menoleh ke arah Agatha dan memastikan apakah perempuan itu benar-benar yakin dengan ucapannya atau tidak. Melihat tatapan Agatha yang sangat serius maka Zio lebih dekat menghampiri
Agath yang baru saja hendak memanggilnya langsung saja mengatupkan bibirnya sambil berjalan menghampirinya. Tidak hanya itu saja, dia juga duduk sambil memandangi wajah Dirga yang begitu tampan. Bibir mungil Dirga terus menggugah selera. Bagaimana tidak, warnanya yang merah bak kelopak bunga mawar itu terus saja menggiurkan hingga membuat Kanza berulang kali menelan salivanya kasar."Kenapa wajahmu begitu tampan di saat tidur seperti ini, Ga," ucapnya menatap Dirga begitu dalam. Semakin lama Agatha semakin damai memandangi ketampanan Dirga hingga dia lupa bahwa saat ini pria itu sudah membuka matanya dan merasa heran dengan cara Agatha yang terus meliriknya. Dirga yang telah bangun langsung mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi ke wajah Agatha dan sentuhan lembut menempel di bibirnya.Cup!! Sentuhan itu sungguh menggetarkan jiwanya bagaikan sebuah sengatan listrik yang membuat Agatha tidak bisa berkutik lagi dan menikmati sentuhan itu.BRAKK!! Terdengar suara dokumen ya
Tidak lama kemudian, ponsel Agatha berdering segera saja dia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Matanya membulat sempurna ketika melihat nama yang tertera dilayar ponselnya itu. "Dirga, kenapa dia meneleponku." Agatha langsung menjawab panggilan tersebut."Hallo, ada apa, Ga! Mengapa kau meninggalkanku sih? Nanti aku pulang bagaimana coba?" tanyanya dengan ketus.["Kau tenang saja, nanti pak sopir akan menjemputmu! Tunggulah beberapa menit lagi, aku ada sedikit pekerjaan mendadak tadi."]"Baiklah, kalau begitu. Aku akan menunggu," jawabnya langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dirga yang baru saja ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting terurungkan karena Agatha buru-buru mematikan sambungan teleponnya. "Mungkinkah dia marah? Itu tidak mungkin karena harusnya dia bahagia karena aku tidak jadi menyentuhnya," gumam Dirga terlihat bingung. Sebenarnya Dirga beralasan saja untuk ada kerjaan lain namun sebenarnya pria itu sedang menghindari di
It's ok." Dirga hanya menjawab itu dan meminta Agatha untuk segera tidur karena hari sudah malam. Agatha menghela napas beratnya mendengar Dirga, seolah mengusirnya namun karena tidak ingin saling berdebat maka Agatha mengalah dan berpendapat bahwa Dirga sedang pusing karena sibuk bekerja atau mungkin pria itu sedang banyak masalah jadi sikapnya seperti itu. Menatap Agatha sudah berada di atas, maka Dirga langsung membuka microwave dan mendapati steak daging kesukaannya. Makan dengan begitu lahapnya, Dirga mulai terasa kenyang dan dia tidak menyangka bila Agatha bisa masak seenak ini."Memang saat ini Agatha sudah ahli memasak," pujinya menatap jam tangannya sejak tadi. Tidak mengetahui bahwa sejak tadi, Agatha terus saja memperhatikananya hingga membuat Dirga yang baru saja selesai makan langsung membereskan meja makan dan kembali menapaki anak tangga menuju ke ruangan kerjanya. Namun, ketika sampai di lantai atas, Agatha menegurnya, "Apakah kau ingin menghindariku?"
Awalnya, Agatha tidak merespon namun melihat wajah Dirga menunjukkan wajah khawatir maka perempuan itu langsung memeluknya dan menangis dalam dekapan pria itu."Apakah sesuatu terjadi?" Dirga mencoba bertanya lagi. Melihat Agatha mengganggukkan kepalanya dengan pelan, tangan kekar Dirga membelai rambut Agatha dengan lembut, meski dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan perempuan itu, tetapi dia yakin ada suatu hal yang saat ini terjadi. Bukan Dirga ingin ikut campur namun dia hanya ingin membiarkan perempuan itu menangis dalam dekapannya saja. Setidaknya menenangkan perempuan itu lebih dulu ketika melihat Agatha sudah sedikit tenang. Dirga mengajak Agatha untuk tidur karena hari sudah larut malam. Ketika sudah merebahkan tubuh perempuan itu di atas kasur, tetapi saat Dirga berniat keluar untuk kembali ke kamarnya. Tangan Agatha menghentikannya dan meminta pria itu untuk tidur di sampingnya. Sungguh itu merupakan keputusan yang sulit untuk Dirga padahal niatnya
Di situ Zio menjelaskan bahwa dia telah mengetahui rencana busuk istrinya, bagaimana dia hampir saja mencelakai Agatha namun terkena pada dirinya. Tidak ingin sampai perempuan itu terluka maka Zio meminta Selena untuk berhenti menganggunya jika tidak maka pria itu akan menggugatnya untuk berpisah."Apa maksudmu, Zio? Apa kau masih mencintai perempuan itu?" tanya Selena sangat tidak suka. Zio memberitahunya jika saat ini dia tengah merencanakan sesuatu dan tak ingin Agatha celaka maka jangan salahkan Zio, jika dia akan berpisah dengannya. "Kenapa kau selalu saja membela perempuan itu, Zi? Bukankah aku yang di sini menjadi istrimu bukan dia. Itu hanya masa lalumu dan sekarang dia sudah menjadi istrinya kakakku. Lantas kenapa kau masih mengharapkannya?""Tidak! Aku rasa kau salah paham padaku, memang aku membuat rencana yang terlihat seperti aku masih mencintainya namun sebenarnya aku ingin kakakmu berpisah dengan perempuan tak baik itu.""Apa maksudmu, Zi?" tanya Selena tak meng
"Aku memang menyuruh Zio ke mari untuk membahas masalah bisnis karena aku ada meeting dengan klien lain di luar jadi meminta istriku untuk menemaninya sebentar, "Apa itu benar, Ga? Ibu hanya takut bila mereka mengkhianati kita," jawab Saras melirik puteranya yang bersikap dingin."Aku jamin istriku takkan berkhianat sepertimu," sambungnya penuh keyakinan seraya menyindir ibunya."Bagus, Ibu hanya ingin mengantar ini." Saras menyodorkan sebuah map berwarna merah."Aku minta Ibu tak pernah berkata kasar kepada Agatha." Saras benar-benar kesal dengan sikap Dirga yang membela Agatha, perempuan itu pergi dan angkat kaki dari hadapan ketiga orang itu. Begitu juga Zio, memasuki ruangan kantornya. Agatha terlihat sedikit sedih karena membuat Dirga berdebat dengan ibunya. Sejujurnya, untuk beberapa hari ini komunikasi Dirga dan Agatha sedang tidak baik. Perihal nasehat dan saran yang didebatkan malam itu, ditambah lagi kejadian ini. Dirga sedikit berubah dan mulai menjaga jarak denga
Di sisi lain, Agatha yang kini sudah sembuh dari luka memar yang ia alami di dahinya kembali bekerja di perusahaan pria itu. Agatha yang terlihat duduk di kursi belakang meja kerjanya dan tengah merapikan barang-barangnya yang ada di meja itu teralihkan oleh kedatangan Dirha. “Welcome back, Agatha,” ujar Dirga sebagai ucapan selamat datang. Agatha tersenyum mendengar itu dan menatap Dirga yang berdiri di ujung mejanya. “Apa yang kau lalukan, Ga?" tanya Agatha seraya berpaling ke arah meja yang kini akan menjadi tempatnya mencurahkan pikiran dan tenaganya. "Ini sebagai penyambutanku untukmu," jawab Dirga tersenyum seraya memberikan bucket bungawa mawar berwarna merah.“Aku juga senang karena kau sudah lebih baik dari sebelumnya. Aku tak menyangka bila Selena melakukan ini dan dia benar-benar perempuan licik yang jahat. Semua orang harus menderita karena ulahnya.” Dirga menatap pinggiran meja dengan perasaan sedih yang tidak begitu intens. Kehadiran Agatha di sisinya mampu membua