Namun, Agatha yang mendengar itu sontak balik bertanya, "Apa kau ingin aku pergi dari hidupmu?" Pertanyaan itu langsung membuat Dirga tertegun dan menjawab, "Tidak!! Meski tak bisa menerima cintaku, tetapi aku tidak ingin kau menghilang dari pandanganku setidaknya jalanilah hubungan suami istri ni meski hanya berpura-pura saja." Entah kenapa ucapan Dirga tadi membuat Agatha mematung sesaat dan tidak disangka ternyata pria tampan itu malah membuatnya terpesona dan sedikit grogi. Senyuman manis terukir manis di sudut bibir mungil Agatha, dia sedikit bingung dengan perasaannya saat itu. Agatha melangkah pergi menghindari Dirga untuk mengambil ponselnya menghubungi dokter pribadi karena Agatha takut bila luka di tangan kekar Dirga tersobek lagi. Memerhatikan Agatha yang sedang berkomunikasi dengan seseorang dari balik telepon dan meminta seeorang itu untuk ke rumah, tangan kekar Dirga langsung menyambar benda pipih itu."Pak dokter tidak perlu ke sini karena tanganku
Menatap layar ponselnya, Dirga mengernyitkan dahinya karena mendapati beberapa angka berderet di sana dan membuat layar ponselnya berkedap-kedip. Namun, Dirga tidak memerdulikannya karena sudah biasa banyak nomor yang nyasar. Menaruh kembali benda pipih berwarna hitam itu ke atas nakas, Dirga pun merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Matanya mulai menggerjap karena dia sudah mulai mengantuk, tetapi baru saja ingin memejamkan mata indahnya itu. Ponselnya bergetar hingga membuat mata Dirg sontak membulat sempurna."Siapa lagi yang berani menganggu ketenanganku!" serunya mulai kesal. Dirga meraih ponselnya di atas nakas dan mengetuk dua kali layarnya untuk melihat siapa yang telah menganggunya. "Nomor ini?? Kenapa terus saja mengangguku," gumamnya sambil menggertakkan gigi.*** Seorang gadis tengah memandang gedung bertingkat yang berdiri kokoh di hadapannya. Ia mendongakkan kepala, memandang tulisan 'Royal Group’ yang bertengger di sisi kaca gedung itu sambil berus
Hubungan Julia dan Selena begitu akrab dahulu jadi sudah ia akan datang bersama suaminya. Merasa Agatha begitu yakin dengan ucapannya, Dirga tersenyum. Keduanya lantas berjalan sambil bergandengan tangan memasuki restoran yang telah disewa untuk acara reuni akbar tersebut. Saat Dirga dan Agatha masuk, Zio yang sedari tadi memerhatikan mereka langsung mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Pria itu lantas berjalan ke arah Julia yang sedang berbincang dengan teman SMA mereka yang lain. Seolah memberi isyarat pada Julia. Tak lama kemudian, Zio langsung dihadiahi anggukan oleh Julia. Julia melangkahkan kakinya untuk mendekati Dirga dan Agatha yang saat ini sedang menyapa beberapa teman lama Dirga. Dengan senyum miringnya, Julia lantas menyapa dua orang itu.“Akhirnya kau datang juga, Ga,” ucapnya, lalu memeluk tubuh Dirga. “Aku sangat merindukanmu.”, Dirga yang merasa tak nyaman segera melepaskan diri dari pelukan Julia. “Kita baru saja bertemu beberapa hari y
Zio yang tidak terima diperlakukan seperti itu sontak bangkit dan melayangkan tinjunya ke wajah Dirga. Dia pun tak mau kalah, sehingga mereka saat ini justru saling melempar tinju bukannya menolong Agatha. Pria dan egonya. Terkadang pria selalu bertindak menggunakan otot tanpa berpikir lebih jernih terlebih dahulu. Apalagi jika mereka sudah dikuasai oleh rasa cemburu seperti apa yang terjadi dengan Dirga saat ini. Rasa cemburu yang ia rasakan terhadap Zio sudah menggebu-gebu sehingga ia tak mampu menahannya lagi. Pertengkaran keduanya semakin menarik perhatian para tamu reuni. Ada yang bersorak memberikan dukungan, tapi ada pula yang berusaha untuk memisahkan. Namun, pertengkaran mereka justru semakin sengit. Zio yang tak terima jika Dirga telah memacari mantan kekasih yang telah ia selingkuhi pun membabi-buta. Zio akui, apa yang terjadi kepada Agatha malam ini juga merupakan kesalahannya. Namun, Zio tak menyuruh Julia untuk mencelakai Agatha. Zio hanya membayar Julia untuk memis
Hangat air di dalam bath-up membuat rasa dingin yang menyerang Agatha berangsur menghilang, meskipun tak sepenuhnya. Namun, perempuan itu masih tak banyak bicara karena tubuhnya masih terasa sangat lemas.“Terima kasih, Ga, ” ucap Agatha sembari tersenyum. Perempuan itu merasa sangat beruntung karena telah memiliki Dirga di dalam hidupnya. Ugh, kadang ia berpikir jika hidupnya mungkin akan lebih baik jika Tuhan menemukan dirinya dengan Dirga terlebih dahulu.“Sama-sama, Sayang,” jawab Dirga. “Kau berendam dulu saja. Aku akan menyiapkan makanan hangat untukmu.” Setelah mengatakan hal tersebut, Dirga segera pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. Pria itu menyambar bahan-bahan yang dia perlukan dari dalam kulkas, lalu segera memasak sebuah sup untuk Agatha. Tak perlu waktu lama untuk sup tersebut matang. Meskipun ia tak begitu pandai dalam pekerjaan dapur, pria itu memiliki resep andalan yang ia dapatkan dari neneknya. Neneknya selalu membuatkannya sup ayam ginseng setiap kali
Pintu pun terbuka. Seorang perempuan berpenampilan terbuka masuk ke dalam ruangan tersebut. Perempuan itu, Julia, datang mengenakan dress floral dengan belahan rok yang mencapai hampir ke tengah pahanya. Perempuan itu tersenyum ramah kepada Dirga yang kini terlihat mengerutkan dahinya.“Apakah kita ada janji untuk bertemu, Julia?” tanya Dirga tanpa menyapa Juliaa sama sekali. Pria itu paling tidak suka jika ada tamu yang datang tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu padanya. Apalagi, pekerjaannya sedang menumpuk saat ini.“Oh, tidak. Kita tidak ada janji,” jawab Julia menggelengkan kepalanya sekali. Dirga menaikkan sebelah alisnya, menunggu perempuan itu untuk melanjutkan kalimatnya. “Aku hanya ingin meminta maaf atas apa yang terjadi di acara reuni. Aku benar-benar tidak menyangka jika Agatha hampir tenggelam di acara yang kuadakan.”“Ah, mengenai itu. Kenapa kau tidak meminta maaf kepada Agatha saja?” Julia menggigit bibir dalamnya, menahan rasa kesal yang tiba-tiba saja melandanya.
“Ayo, kita duduk dan bicarakan tentang kerja sama yang kau tawarkan tadi,” ujar Dirga tak ingin berlama-lama. Mereka berempat lantas duduk di sofa yang terletak tak jauh dari posisi mereka berdiri. Sofa itu memang Dirga siapkan untuk menyambut tamu atau anggota keluarga yang datang ke kantornya.“Jadi, aku berencana untuk membuka sebuah toko. Di toko tersebut rencananya tak hanya menjual pakaian dari koleksi terbaikku, tapi juga aksesoris, sepatu, tas, dan barang-barang yang dapat menunjang fashion seseorang,” jelas Julia. “Maka dari itu aku membutuhkan kalian untuk membantuku mewujudkan keinginanku.”“Apakah hal itu akan menguntungkan perusahaan kami?” tanya Boy, asisten pribadi Dirga yang lama.“Tentu saja. Kita bisa membagi keuntungan menjadi 50:50. Atau kalau kalian mau lebih dari itu, aku bisa memikirkannya,” jawab Julia. Julia pun menjelaskan tentang rencana proyek yang ia cetuskan. Tak lupa ia juga menjelaskan tentang keuntungan yang akan diraih kedua belah pihak jika kerja s
Dirga masih tetap mencengkeram tangan Agatha, lalu menangkup wajah Agatha. Pria itu dapat melihat ada kemarahan di mata perempuan tersebut. Dia jadi curiga, sebenarnya apa yang terjadi sehingga istrinya menjadi marah seperti ini.“Apa yang dikatakan Julia sampai kau semarah ini, Tha?” Agatha terdiam, sambil menimbang apakah ia harus bercerita dengan Dirga atau tidak. “Kita bicarakan tentang ini lain kali saja, Ga,” ungkap Agatha. Perempuan itu seolah ingin lari dari pertanyaan yang diajukan oleh suaminya. “Aku lelah dan aku ingin beristirahat.”“Agatha, apakah ada sesuatu yang ingin kau sembunyikan dariku?” tanya Dirga sangat penasaran. Meskipun Agatha enggan mengungkapkannya, Dirga bukanlah pria bodoh yang tak bisa melihat jika ada sesuatu yang salah dengan perempuan yang dia cintai. Agatha menatap ke arah lain dengan tatapan kosong. Perempuan itu merasa tak mau membicarakan hal ini. Apalagi, Julia bisa saja tiba sewaktu-waktu dan membuatnya semakin emosi. Lebih baik ia men
Peluru itu hampir saja mengenai Agatha, beruntungnya Dirga menarik tangan istriinya dan mereka jatuh hingga tidak ada yang tertembak, "Anda berani sekali mengambil pistol pihak kepolisian, Anda akan dihukum berat," gumam pria berseragam seraya menggertak. Jujur apa yang didengar oleh Agatha tadi benar-benar berita yang sangat mengejutkan, dia tidak pernah menyangka jika Saras dan Selena membuat rencana yang membuat Agatha mempertaruhkan janinnya hingga membuat Dirga marah besar dan memenjarakan ibu dan adik tirinya. "Maafkan aku, Tha! Kau harus mengalami hal seperti ini karena aku," desah Dirga merasa bersalah. Sebagai putera dar Saras, Dirga merasa malu memiliki seorang ibu yang tega mencelakai menantunya sendiri, bahkan Saras tega membunuh calon cucunya sendiri karena tidak menyukai Agatha."Aku hanya tidak pernah berpikir bila Ibumu akan sejahat ini, Ga." Agatha meneteskan air matanya. Ia tidak berhenti menangis karena benar-benar sedih dengan apa yang terjadi pada dirinya
Boy tak bisa lagi berbohong apalagi menutupinya hingga akhirnya dia mulai mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya terjadi pada Dirga dan tak pernah dia menduga bila selama tinggal di rumahnya, Selena selalu saja bersikap seolah tuan rumah dan mengintimidasi Agatha lagi. Untuk memastikan hal itu benar atau tidak. Dirga menemui bik Siti dan memastikannya. Betapa hancurnya hati Dirga ketika mendengar kabar tersebut. Pria itu tak bisa lagi menahan emosinya hingga membuat Dirga marah."Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa menutupi kebenaran ini karena Mbka Agatha terus saja melarang saya," ucap bik Siti menunduk seraya duduk bersimpuh. Tak pernah terpikirkan oleh Dirga bila hal seperti ini terjadi, "Sejak kapan Agatha diperlakukan seperti itu, Bik?" tanya Dirga ingin tahu."Setelah Pak Dirga mengetahui kebenaran tentang kecelakaan itu, Nyonya dan Nona Selena berubah sikap kepada saya dan mbak Agatha.""Pantas saja bila Agatha terlihat kelelahan saat malam tiba, ternyata dua perempu
Dirga segera naik ke atas dan melihat Agatha yang begitu serius melihat ponselnya, "Tidak, Ga.Ini tidak benar? Bik Siti bukan buronan dan dia bukanlah orang yang telah mendorongku." Agatha mendekati Dirga seraya mencengkeram tangannya dan meminta pria itu untuk mencabut tuntutan itu, "Ayo, Ga. Cabut saja tuntutanmu itu, Bik Siti tidak bersalah," pintanya dnegan mata yang berlinang."Apa kau yakin?" tanya dirga ingin tahu kejadian yang sebenarnya, sejujurnya Dirga ingin menanyakan hal itu padda Agatha namun mengingat dia masih berkabung maka sang suami sengaja untuk menunda pertanyaan itu, apa yang menyebabkan Agatha bisa keguguran karena selama ini Agatha selalu berhati-hati."Aku jatuh sendiri dan tidak ada oranga yang mendorongku hanya sa-ja saat itu aku seperti menginjak sesuatu yang licin." Agatha mengingat itu dengan jelas dan dia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Dirga. Dirga langsung berkomentar, "Mungkin saat itu Bik Siti habis mengepel dan kau meng
"Jika kau sudah tahu jawabannya, kenapa kau masih bertanya?" ucap Dirga meliriknya tajam. Dirga meminta dua perempuan itu untuk meninggalkan ruangan di mana Agatha dirawat. Pria itu bahkan menutup pintu dengan kasar. Dirga langsung memutar tubuhnya dan menghampiri Agatha. "Kenapa kau terlihat takut Agatha? Apakah kau telah meragukan cintaku padamu?" tanya pria itu dengan tatapannya dingin."Bukan begitu, Ga. Aku hanya takut karena kondisiku yang seperti ini kau ingin meninggalkanku jadi ak--" Belum sempat melanjutkan kalimatnya Dirga langsung memotong ucapan Agatha. "Apa kau pikir aku hanya bermain-main saja dengan hubungan kita ini? Tidak, Ga. Aku serius padamu meskipun kau tidak bisa hamil sekalipun aku akan tetap bersamamu. Bukankah itu janji yang aku ucapkan sewaktu kita menikah dulu." Di situ Agatha mengungkapkan bahwa dia merasa benar-benar sedih dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah gagal menjaga janinnya dengan baik sehingga dia harus mengalami hal yang begitu
"Apa yang sedang kau pikirkan, Tha? Jangan terllau banyak berpikir, lebih baik kau istirahat saja," titah Dirga memberi perintah. Pria itu menyelimuti tubuh Agatha dan menyuruhnya untuk tidur karena hari masih gelap, ditambah lagi suasana yang begitu dingin membuat Dirga pun ikut tidur di samping Agatha. Alankah terkejutnya Agatha ketika mnggerjapkan matanya dan cahaya sinaran matahari hari sungguh sangat menyilaukan matanya. "Kau harus bangun, Agatha," ucap seorang perempuan yang sangat dikenalnya."Ibu," ucap Agatha membukanya dengan lebar."Iya, aku rasa kau sudah cukup istirahatnya dan bangunlah karena aku punya kabar untukmu," jawab perempuan paruh baya itu."Kabar apa, Bu?" tanya Agatha sangat penasaran. Saras tersenyum tipis dan menunjukkan sebuah amplopberwarrna putih kepada Agatha, "sebaiknya kau baca saja isi di dalam amplop ini." Perempuan itu memberi perintah. Agatha yang sangat penasaran pun langsung duduk dan membuka amplop tersebut. Membaca isi surat ter
Dirga diperkenankan masuk oleh dokter, tak lupa juga pria itu meminta dokter untuk memeriksa Agatha lagi. Mengikuti langkah dokter, Dirga menghentikan laju langkahnya ketika mendapati wajah sang istri nampak pucat sekali pasca keguguran itu. Dirga menyentuh jemari sang istri begitu kuat seraya memandangi wajah Agatha. Entah bagaimana perasaan Agatha bila dia thau bahwa bayinya kini sudah tidak ada lagi. "Kuharap kedepannya kau mau menerima kenyataan ini, Tha," ucap Dirga berurai air mata. Sehari semalam Agatha dirawat namun perempuan tiu belum juga sadar, dokter juga merasa heran deengan knidisi Agatha. Namun, melihat hasil dari pemeriksaan dokter semuanya nampak baik-baik saja."Mungkin ada sesuatu hal yang membuat pasien enggan untuk bangun!" seru dokter itu menatap Dirga."Apa itu, Dok? Tolong, bantu istri saya," ucapnya sambil menyentuh lengan pria berjas putih itu. Pria itu mengeaskan, jalann satu-satunya adalah Dirga sendiri. Kemampuann Dirga bisa membangunkan is
"Tidak, Nyonya. Aku bersumpah bukan aku pelakunya." Mendengar suara sirine ambulan, bik Siti langsung memanggil anggota medis dan ikut ke dalam mobil ambulan. Sedangkan Saras dan Selena berpura-pura menangis karena dia ingin membersihkan sesuatu sebelum menuju ke rumah sakit dan juga ingin menelepon Dirga. Ketika sampai di sebuah rumah sakit, bik Siti nampak sangat panik sekali disebabkan Agatha terkulai lemas dengan tetesan darah segar di tubuhnya. Pikiran bik Siti mulai kalut, dia yakin sekali bahwa perempuan itu pasti mengalami pendarahan karena telah jatuh dari tangga namun dia tetap berdoa semoga bayi dalam kandungan Agatha baik-baik saja. Mendengar derap langkah sepatu pantopel yang sangat khas, bik Siti menoleh ke arah sumber suara, matanya berlinang saat itu. "Mbak Agatha jatuh dari tangga, Pak," ucapnya menguraikan air mata."Ini ulah perempuan tua ini, Ga," sambung seorang pria dengan menunjuk ke arah bik Siti. Bukan itu saja Selena yang ikut hadir di rumah s
Saras tak bisa lagi menahan amarahnya hingga perempuan tua itu melemparkan seua alat kosmetik yang ada di atas laci. "Kenapa Dirga selalu saja percaya orang lain dari apda ibu kandungnya sendiri!" Saras benar-benar tidak bisa terima hal itu. Bukankah selam ini Saras yang mengurus Dirga, sejak dalam kandungan hingga dia sedewasa ini. "Tuhan, kenapa Dirga bisa bersikap seperti ini padaku?" gumamnya serya terus memadangi langit dari jendela kamarnya. Buliran bening jatuh membasahi pipinya, jauh di dalam lubuk hatinya Saras sangat menyayangi Dirga namun mengingat pria itu sangat membela istrinya membuatnya mulai membenci Dirga. Dia menggertakkan giginya karena geram dengan tingkah putera kandungnya itu. Hingga kedatangan Selena pun tak disadari oleh Saras, melihat ibunya menangis peremouann itu mendekatinya dan bertanya, "Apakah kau sesayang itu pada Dirga? Kenapa kau tidak mendekatinya? Ingatlah Bu, ikatan antara anak dan Ibu itu kuat jadi aku yakin, perlahan Dirga akan mema
Sejak hari itu, Saras dan Selena terus berusaha mengintimidasi Agatha. Mereka bahkan menyuruh Agatha yang melayani kebutuhan mereka, layaknya seorang pemabntu. Seoerti itulah Saras dan Selena memperlakukan Agatha sewaktu Dirga tidak ada. Melihat bik Siti yang selalu saja membantu Agatha membuat Selena mulai menemukan sebuah ide bahwa dia bisa mengusir bik Siti dengan sebuah cara yang sangat manjur, cara yang ada di dalam otaknya pun langsung dia katakan kepada Saras membuat perempuan paruh baya itu tersenyum dan mengatakan bahwa rencana Selena sungguh merupakan ide brilian. Dia rasa cara itu adakah sebuah cara yang tepat agar bisa menyelamatkan keturunannya dari si perempuan miskin itu. "Tidak ada salahnya kita mencoba dan pastikan bahwa pelakunya adalah pembantu tua itu.""Ibu tenang saja, aku pasti akan menyusun rencana ini dengan baik," jawab Selena tersenyum menyeringai. Tidak ingin sampai seseorang mengetahui rencananya maka Saras mencari cara yang paling efektif agar