“Kau tahu apa yang lucu, Julia?” tanya Agatha sambil menyunggingkan senyum miringnya. “Aku dan Dirga tinggal satu atap bersana. Jadi, aku tahu kapan Dirga datang dan pergi dari rumah. Jadi, tidak mungkin dia menghabiskan malam bersamamu.”"Hanya satu malam saja dia tidak pulang dan itu satu minggu yang lalu. meskipun dia tidur denganmu namun aku tidak yakin kau bisa hamil dan secepat itu."“B-bisa saja Dirga pergi keluar setelah kau tidur!” ucap Julia sambil tergagap. Perempuan itu tak pernah tahu menahu jika Agatha tinggal bersama dengan Dirga dan satu atap akrenad ia mendengar dari sang mertua bahwa pernikahan mereka ternyata pernikahan kontrak saja. Zio bahkan tidak memberitahu Juliaa tentang hal ini. Kalau saja Julia tahu, perempuan itu pasti mencari alasan yang lain untuk meyakinkan Julia. Kalau sudah begini, Julia jadi bingung sendiri untuk mencari alasan yang bisa meyakinkan Agatha.“Tidak, Julia. Kalau pun Dirga pergi meninggalkanku saat aku tidur, aku pasti mendengar suar
Agatha membelalakkan matanya. Lidahnya terasa kelu saat ia mendengar kalimat yang keluar dari bibir Dirga. Perempuan itu menundukkan kepala, ia tidak menyangka jika ternyata Dirga adalah seorang pria yang memiliki penyakit aneh seperti itu namun ada sesuatu hal yang membuat Agatha bingung adalah kenapa dirinya dan Dirga menghabiskan satu malam bersama pada waktu itu."Jika kau memiliki penyakit aneh seperti itu, tetapi kenapa waktu itu kau ber--?" Belum melanjutkan kalimatnya Dirga langsung saja memotong ucapan Agatha."Sepertinya aku telah sembuh dan kau yang telah berhasil menyembuhkanku," potong Dirga menatap istrinya begitu lekat."Apa maksudmu?" tanya Agatha bingung. Tangan Dirga menyentuh jemari perempuan itu dengan lembut dan mengenggamnya erat, "Kau telah berhasil membangkitkan hasratku, Tha. Aku juga sudah menghubungi Dokter dan menyatakan bahwa kondisiku perlahan membaik, itu semua karena dirimu." Dirga tak lupa menciumi punggung tangan sang istri seraya mengucapkan ter
Agatha tersenyum haru. Baru kali ini Agatha diperlakukan sangat manis oleh seorang pria. Meskipun Zio dulu juga sangat baik padanya, menurutnya Dirga jauh lebih baik dari Zio. Bahkan jika harus dibandingkan, perbedaan dua pria itu bagaikan langit dan bumi.“Tha, terima kasih karena kau telah mempercayaiku dan membelaku di depan Julia.” Dirga menghembuskan napas berat. “Kau tahu, aku tadi sempat khawatir. Aku takut jika kau akan mempercayai tuduhan Julia begitu saja.” Agatha terkekeh pelan. “Ga, aku tidak mungkin percaya pada Julia. Setelah aku tahu jika dia menginginkanmu dan bekerja sama dengan Zio untuk memisahkan kita, aku tak punya alasan untuk percaya pada Julia,” jelas Agatha menyakinkan.“Aku sangat beruntung karena aku telah diberi kesempatan untuk memilikimu, Agatha,” ucap Dirga dengan bahagia. Agatha tersipu malu. “Begitu juga denganku, Ga. Aku juga sangat beruntung karena aku telah memilihmu ,” jawab Agatha sambil tersenyum lebar.“Kalau begitu, bagaimana jika k
"Kau tenang saja aku akan melakukan sesuatu yang pantas aku lakukan." Dirga berusaha menyenangkan Agatha namun menyakinkan istrinya. Kemudian, Dirga langsung turun ke bawah untuk menemui Julia, kali ini perempuan itu sendirian. Melihat Julia yang nampak murung ketika melihat kedatangan Dirga membuat pria itu mengerutkan dahinya heran karena Julia bersikap tidak seperti biasanya."Apa maksud kedatanganmu ke sini, Julia?" tanya Dirga ingin tahu. Tiba-tiba saja perempuan itu duduk berlutut seraya tertunduk dan memohon maaf kepada Dirga, "Semua ini salahku! Aku yang berniat ingin memisahkan kalian," ungkapnya meminta maaf."Jadi kau sengaja melakukan ini? Apa alasannya?" tanya Dirga ingin tahu. Di situ Julia mengungkapkan bahwa dirinya bekerja sama dengan Zio dan Saras. Hal itu sungguh membuat Dirga bgeitu terkejut sekali karena dia tidak menyangka bila ibunya akan berbuat senekat itu karena telah gagal menikahkan anaknya dengan wanita pilihannya. Pria bule itu tersenyum g
engalami muntah, kepala pusing, dan tubuh lemas yang berkepanjangan. Delvin dibuat kalang kabut dengan kondisi perempuan itu yang tak kunjung membaik.“Agatha, kita periksa ke dokter, ya?” bujuk Dirga. Setelah hari itu, Dirga berulang kali membujuk Agatha untuk segera memeriksakan kesehatannya ke dokter. Namun, berkali-kali Agatha menolaknya karena perempuan itu benci rumah sakit dan aroma obat-obatan. Dia memilih untuk beristirahat saja di rumah dengan alasan kondisinya akan segera membaik.“Aku sudah bilang kepadamu, Ga. Aku tidak mau ke rumah sakit. Aku baik-baik saja. Sebentar lagi aku pasti sembuh seperti sedia kala,” ucap Agatha sambil tersenyum lemah. Dirga yang sudah tidak tahan dengan penolakan Agatha tanpa aba-aba langsung mengangkat tubuh Agatha ke dalam gendongannya. Pria itu membawa istrinya keluar dari rumah menuju ke mobilnya yang terparkir tepat di depan rumah. Ia pun meletakkan tubuh Agatha dengan hati-hati di kursi penumpang, kemudian melajukan mobilnya tanpa memed
Pria itu khawatir setengah mati saat melihat tubuh Agatha yang tampak tak berdaya. Dirga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kondisi Agatha. Kali ini, ia pergi ke dokter umum saja supaya bisa mengetahui penyakit Agatha.“Nona Agatha hanya demam dan kelelahan. Dia butuh istirahat yang banyak jika ingin lekas sembuh,” ucap dokter laki-laki itu.“Apakah kau yakin tidak ada hal lainnya, Dok? Ini bukan pertama kalinya istriku pingsan. Dia sering sekali muntah-muntah dan sakit kepala,” terang Dirga meliriknya.Dokter tadi tersenyum. “Saya tidak mungkin salah mendiagnosa pasien, Pak,” ucapnya untuk meyakinkan Dirga."Tetapi, Agatha sudah mengalami hal ini cukup lama, Dok. Tidak mungkin jika Kanza hanya demam biasa dan tidak kunjung sembuh padahal sudah minum obat dan vitamin. Cobalah periksa lagi, siapa tahu Kanza memang punya penyakit yang lain," ucap Dirga, meminta pemeriksaan ulang pada Agatha. Namun, sang dokter tak mengind
Senyum Dokter Rachel mengembang. "Selamat. Nona Agatha positif hamil," ujar Dokter Rachel sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Agatha dan Dirga."A- gatha... hamil?" tanya Dirga tidak percaya. Mata pria itu berbinar-binar. Dirga menatap Agatha, lalu memeluk Agatha dengan erat tanpa memedulikan Dokter Rachel yang menyaksikan apa yang dia lakukan. Dia sangat bahagia sampai tak mampu untuk berkata-kata. Pria itu menggumamkan puji syukur karena Tuhan telah memberikan keturunan kepadanya di saat Dirga sudah sangat putus asa."Apakah kalian mau melihat perkembangan janin di kandungan Nona Agatha?" tanya Dokter Rachel yang langsung dihadiahi anggukan antusias dari sepasang suami istri itu. Dokter Rachel meminta Agatha untuk berbaring di ranjang, lalu menyingkap baju Agatha dan mengoleskan gel khusus di perut perempuan itu. Dokter Rachel lantas meletakkan alat bernama transduser di perut Agatha, lalu mengarahkannya ke beberapa arah hingga sebuah gambar terlihat di la
“Baik, Pak,” jawab Boy sambil mengangguk. Dirga menganggukkan kepalanya. Setelah dia rasa semua persiapan sudah beres, pria itu langsung berjalan ke lantai dua, menyusul Agatha yang sedang memilih gaun pernikahan. Saat Dirga sampai di kamar, rupanya Agatha sudah selesai menjajal gaun dan juga telah memutuskan gaun mana yang dia inginkan.“Dirga, bagaimana menurutmu? Apakah gaun ini cantik?” tanya Agatha sambil mengacungkan gaun yang berada di tangannya.“Pakailah supaya aku tahu,” jawab Dirga mengulas sebuah senyuman. Agatha menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku tidak mau, aku ingin kau penasaran dan melihatku memakai gaun ini besok pagi saja,” jawab Agatha sambil menjulurkan lidahnya. Dirga terkekeh-kekeh lalu berjalan mendekati istrinya dan memeluk perempuan itu. Dikecupnya pipi Agatha singkat, lalu dia berkata, “Sudah istirahatlah. Persiapan pernikahan kita yang lain juga sudah selesai. Ingat kata dokter, kau tidak boleh terlalu kelelahan.” Agatha menganggukkan kepal