Pria itu khawatir setengah mati saat melihat tubuh Agatha yang tampak tak berdaya. Dirga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kondisi Agatha. Kali ini, ia pergi ke dokter umum saja supaya bisa mengetahui penyakit Agatha.“Nona Agatha hanya demam dan kelelahan. Dia butuh istirahat yang banyak jika ingin lekas sembuh,” ucap dokter laki-laki itu.“Apakah kau yakin tidak ada hal lainnya, Dok? Ini bukan pertama kalinya istriku pingsan. Dia sering sekali muntah-muntah dan sakit kepala,” terang Dirga meliriknya.Dokter tadi tersenyum. “Saya tidak mungkin salah mendiagnosa pasien, Pak,” ucapnya untuk meyakinkan Dirga."Tetapi, Agatha sudah mengalami hal ini cukup lama, Dok. Tidak mungkin jika Kanza hanya demam biasa dan tidak kunjung sembuh padahal sudah minum obat dan vitamin. Cobalah periksa lagi, siapa tahu Kanza memang punya penyakit yang lain," ucap Dirga, meminta pemeriksaan ulang pada Agatha. Namun, sang dokter tak mengind
Senyum Dokter Rachel mengembang. "Selamat. Nona Agatha positif hamil," ujar Dokter Rachel sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Agatha dan Dirga."A- gatha... hamil?" tanya Dirga tidak percaya. Mata pria itu berbinar-binar. Dirga menatap Agatha, lalu memeluk Agatha dengan erat tanpa memedulikan Dokter Rachel yang menyaksikan apa yang dia lakukan. Dia sangat bahagia sampai tak mampu untuk berkata-kata. Pria itu menggumamkan puji syukur karena Tuhan telah memberikan keturunan kepadanya di saat Dirga sudah sangat putus asa."Apakah kalian mau melihat perkembangan janin di kandungan Nona Agatha?" tanya Dokter Rachel yang langsung dihadiahi anggukan antusias dari sepasang suami istri itu. Dokter Rachel meminta Agatha untuk berbaring di ranjang, lalu menyingkap baju Agatha dan mengoleskan gel khusus di perut perempuan itu. Dokter Rachel lantas meletakkan alat bernama transduser di perut Agatha, lalu mengarahkannya ke beberapa arah hingga sebuah gambar terlihat di la
“Baik, Pak,” jawab Boy sambil mengangguk. Dirga menganggukkan kepalanya. Setelah dia rasa semua persiapan sudah beres, pria itu langsung berjalan ke lantai dua, menyusul Agatha yang sedang memilih gaun pernikahan. Saat Dirga sampai di kamar, rupanya Agatha sudah selesai menjajal gaun dan juga telah memutuskan gaun mana yang dia inginkan.“Dirga, bagaimana menurutmu? Apakah gaun ini cantik?” tanya Agatha sambil mengacungkan gaun yang berada di tangannya.“Pakailah supaya aku tahu,” jawab Dirga mengulas sebuah senyuman. Agatha menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku tidak mau, aku ingin kau penasaran dan melihatku memakai gaun ini besok pagi saja,” jawab Agatha sambil menjulurkan lidahnya. Dirga terkekeh-kekeh lalu berjalan mendekati istrinya dan memeluk perempuan itu. Dikecupnya pipi Agatha singkat, lalu dia berkata, “Sudah istirahatlah. Persiapan pernikahan kita yang lain juga sudah selesai. Ingat kata dokter, kau tidak boleh terlalu kelelahan.” Agatha menganggukkan kepal
“Astaga, Dirga ... pekerjaanku tidak berat. Kau selalu membuat pekerjaanku menjadi lebih ringan bahkan sebelum aku hamil,” desis Agatha mulai kesal. Kabar tentang kehamilannya memang masih menjadi rahasia. Maka dari itu ia berbisik saat mengatakan hal tersebut karena tidak ingin ada yang mendengar ucapannya.“Agatha, aku hanya khawatir kau akan kelelahan dan sakit lagi seperti waktu itu,” ucap Dirga sambil menghembuskan napas panjang. Wajar saja, ini adalah kali pertama Dirga akan menjadi calon ayah sehingga ia bersikap sangat posesif kepada Agatha yang sedang mengandung anak pertama mereka.“Kumohon kau menurut padaku kali ini saja, Agatha. Kau mau melakukannya, kan?” tanya Dirga penuh harap. Pria itu memijat pelipisnya, pusing dengan bagaimana harus membujuk Agatha agar perempuan itu mau memahami keinginannya.“Aku hanya tidak mau orang lain berpikir kalau aku menikahimu karena harta, Ga! Aku mau terus bekerja di sini untuk membantumu,” ujar Agataha menyakinkan sang su
Mendengar itu Saras mengerutkan dahinya. Tanpa sadar ujung bibirnya tertarik ke atas. Berita tentang pertengkaran Dirga dan Agatha tentunya adalah hal yang Saras tunggu-tunggu. Pria itu memang masih ingin memisahkan Agatha dan Dirga sehingga dia pastinya akan sangat senang mendengar hal tersebut.“Apakah kau tahu mereka bertengkar karena apa?” tanya Saras sangat penasaran. Wanita tadi mengedikkan bahunya. “Aku tidak tahu. Yang jelas aku tadi mendengar mereka berteriak, itu saja,” jawabnya. Saras berjalan begitu saja melalui pegawai perempuan tadi tanpa membalas ucapannya. Pria itu melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke ruang kerja Dirga. Pria itu sudah tak sabar untuk menjalankan aksinya untuk mencoba memisahkan mereka berdua."Dirga," panggil Saras membuat Agatha dan Dirga yang sedang berpelukan secara refleks melepaskan pelukan mereka dan menoleh. Begitu melihat jika seseorang yang datang ke ruangan mereka tanpa mengetuk pintu adalah Saras, dua sejoli itu langsun
“Salah paham apanya? Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri. Tidak mungkin aku salah lihat karena aku tidak mempunyai minus mata sekali pun,” ucap Saras dengan tegas. Meskipun ia tadi tak mendengar pertengkaran mereka, ia akan berkata demikian sebagai pembelaan atas aksinya yang tidak berdasar tersebut. Perempuan itu akan terus membuat pembelaan meskipun ia yang salah. Tujuan Sarasuntuk memisahkan Dirga dan Agatha harus bisa segera terealisasikan.“Maaf, Bu Saras. Tetapi, Pak Dirga dan Nona Agatha tidak bertengkar karena hal-hal yang Anda pikirkan. Mereka bertengkar karena Pak Dirga tidak mau Nona Agatha kelelahan karena membantu Pak Dirga untuk lembur bekerja,” jelas Boy membuat Saras terhenyak.“A-apa?!” tanya Saras sambil membelalakkan matanya. Dia pikir, Dirga dan Agatha bertengkar karena kesalahpahaman atau karena Agatha ketahuan bermain api di belakang Dirga. Tapi, kenyataan justru menghempaskan Saras jauh dari ekspektasinya.“Benar, Bu Saras dan mereka berdua memang be
Sore harinya, Dirga bersiap pulang ke rumahnya. Pria itu keluar dari ruangannya seraya merenggangkan dasinya yang terasa mencekik di leher. Langkah kaki tegapnya menyusuri koridor perusahaan Gold Company, pria itu menuju lobi utama. Baru saja akan membuka pintu, suara seorang perempuan memanggilnya nyaring. "Ayo ita pulang, Ga," ajak Agatha sedikit manja. Dirga tersenyum sambil mengenggam erat tangan istrinya, sejak dinyatakan hamil. Perempuan itu semakin manja saja, membukakan pintu mobil, Dirga pun mengitari mobil. Kemudian, mengemudikan mobilnya dengan pelan. Entah kenapa Agatha terus menoleh ke belakang, lagi-lagi menatap ke belakang mobil ketika ia merasa jika ada yang aneh dari mobil berwarna abu-abu yang melaju di belakang mereka. Sepanjang perjalanan, mobil tersebut tampak mengikuti mereka. Entah itu hanya perasaan Kanza atau bagaimana. Namun, rasanya aneh saja karena jalanan cukup sepi dan dari tadi ada mobil yang menyalip, namun mobil itu tetap di belakang mereka
“Dirga, apa yang terjadi?” tanya Agatha sambil membelalakkan matanya. Keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya. “Kau tenang saja. Aku pasti akan menjagamu,” ucap Dirga lalu menoleh pada Boy dan berkata, “Mobil ini remnya blong. Aku tidak bisa menghentikannya.”“APA?!” teriak Boy menelan salivanya dengan matanya yang membulat sempurna. Pantas saja Boy merasa kalau ada yang aneh dengan mobil yang dikendarai oleh bosnya itu. Ternyata dugaannya benar. Mobil ini telah dimanipulasi oleh anak buah Zio sehingga Dirga kehilangan kendali atas kendaraan pribadinya.‘Ini pasti ulah anak buah Pak Zio,’ ucap Boy dalam hati. Entah dari mana datangnya, ada sebuah mobil berwarna merah yang ikut berada di sisi kanan mobil Dirga, pria tampan itu langsung saja menoleh ke belakang ketika seseorang yang berada di dalam mobil merah itu membuka jendela mobilnya. Alangkah terkejutnya Dirga dan Agatha, ternyata itu adalah mobil seseorang yang begitu dikenal Dirga,"Kau memang tidak bisa berhenti namun