Sementara Dara mulai menatap sekeliling rumahnya. Banyak sekali kerusakan yang terjadi, sudah pasti pemilik rumah itu akan marah pada dirinya. Dara bergegas membersihkan kotoran, memasukkan barang-barang busuk yang telah menyatu dengan lantai. Melepaskan semua korden yang menggantung berdebu.
Memasukkan pada kantong kresek yang terpisah, dia akan mencucinya ke tempat laundry. Mengecek kamar, mengingat bahwa dulu di kamar itu dia selalu menantikan kepulangan Raka. Di kamar itu dia melepaskan rasa penat setelah bekerja seharian. Ia melihat boneka besar pemberian Aaron. Ia mendekatinya dan mengelusnya sekilas. Tidak ada senyuman yang terkembang, beberapa saat lalu dia memang masih bimbang untuk menentukan Abby atau Aaron, tetapi kini pilihannya sudah sangat tepat bahwa Abby adalah yang paling baik.
"Cinta dan depresi memang tidak bisa dijauhkan. Aaron, aku berharap kalau kamu menemukan wanita yang jauh lebih baik dariku. Aku tidak bisa seperti Cloe. Sudah jelas kami berbe
Menyesap batang rokok kemudian meniupkan asapnya ke langit-langit, terbang dan kemudian menghilang. Rasanya sungguh menakjubkan, sembari menikmati udara setengah siang yang berembus dari balkon rumahnya. Raka melihat betapa riuhnya jalanan pagi ini. Suara-suara klakson terkadang juga sirine ambulans dan juga polisi, semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Begitupun dengan dua orang yang baru saja mendarat di bandara Internasional di Indonesia. Dua orang yang telah lama meninggalkan negara asal si pria. Wisnu dan Veily. Menyeret koper masing-masing, karena semua tangan mereka sibuk membawa barang. Keduanya mungkin juga akan tinggal beberapa saat di sini. Setidaknya sampai menemukan anaknya yang tidak tahu di mana. Veily sudah tidak sabar. Ingin mengetahui banyak hal tentang sang anak.Memang ini sangat terlambat, bahkan Cloe pun meninggal sudah bisa dibilang cukup lama. Namun, keduanya baru mau datang. Seolah mengabaikan anaknya yang belum tahu kepastiannya. Jika sa
Pertengkaran hebat yang membuat Dara harus pergi dari rumah Aaron. Sejak beberapa hari kemarin, Raka memang sudah menguntit wanita itu. Alasannya sepele, karena dia tidak ingin seorang pria mana pun mendekati wanitanya. Dari jaman orok sampai saat ini Raka tetap mengklaim bahwa Sandara adalah miliknya, selamanya. Mungkin cinta memang sudah menggerogoti nurani sampai membuat dirinya gila bahkan merencanakan hal yang lebih gila lagi.Pria itu masuk ke rumah, bukankah sudah jelas bahwa sepeninggalan Dara ada yang menatapnya di sisi lain? Itulah Raka, senyuman sinis itu terlihat begitu puas.Aaron yang uring-uringan di dalam rumah sendirian tidak mengetahui bahwa seseorang telah menerobos pintu rumahnya yang tidak terkunci."Hei! Siapa kamu?!" teriak Aaron kala membalikkan tubuh sembari melangkah mundur ketika Raka mendekat dengan menodongkan pisau.Dari dalam masker yang dikenakan oleh Raka, pria ini menyeringai, seolah mencibir bahwa nyali yang dimiliki Aar
Mantan karyawan sekaligus suami Dara. Harusnya dia bisa menebak. Sayangnya rasa sakit itu membuat cara pikir Aaron melamban, tetapi jelas dia tahu siapa yang dibicarakan olehnya. Saat ini hanya Dara-lah yang dekat dengan dirinya. Hanya Dara yang tidur di tempatnya semalam."Oh, ya? Lalu bagaimana jika hidupmu benar-benar berakhir di sini?!" Raka mengangkat pisau tinggi-tinggi dan langsung membabi buta menyerang Aaron. Entah berapa puluh tusukan yang diterima oleh Aaron. Pria itu tersungkur dan meninggal di tempat.Luka tusuk yang berada di dada, perut, bahkan paha. Raka benar-benar kesetanan. Tidak berpikir sebelum bertindak. Seharusnya semuanya mudah, karena sedari awal Dara bahkan memohon dan mencoba untuk memperbaiki hubungan ini. Nyatanya apa yang dirasakan oleh Raka terlalu mendarah daging. Di mana dendam sudah menguasai jiwa. Hanya sekali penolakan, tetapi seumur hidup dia membenci dan menyiksa istrinya.Semua sempurna dengan drama yang dia mainkan, mening
Harusnya hari ini akan menjadi hari indah untuk Aaron. Seharusnya… tetapi, tidak ada yang bisa melawan takdir. Jantung Abby terasa perih, sangat perih bahkan terlampau perih hingga hanya bisa terisak tanpa mampu menjawab pertanyaan seseorang yang ada di seberang sana.Abby menangis, ia juga merasa bahwa seharusnya sang kakak bisa melepaskan rindu dan berbagi kisah dengan mertuanya, melepaskan rindu dan juga memberitahu bahwa dia menemukan perempuan yang mirip dengan anaknya. Sayangnya kesempatan itu sama sekali tidak bisa dimiliki. Aaron berada di ruangan autopsi."Aaron? Kamu masih di sana? Kamu kenapa, nak?" Abby mengangguk, dia kira orang itu akan mengetahui anggukannya? Tentu saja tidak, Abby."Aaron… aku Abby, Tante. Adiknya, Aaron… Aaron meninggal, Tante," lirihnya dengan suara yang tidak terlalu jelas."Abby? Ah— adiknya Aaron. Aaron kenapa sayang? Bicara yang jelas, kamu membuat Tante cemas, Nak." Abby mengusap mukanya d
Satu jam berlalu, Veily dan Wisnu tiba di rumah Abby. Keduanya dipersilakan masuk, rumah yang rapi dan juga sunyi. Abby menggiring mereka menuju ruang tengah. Memang seharusnya ia menyajikan makanan, mungkin mereka belum makan malam. Namun kedatangan mereka ke sana bukan untuk makan malam. Mereka berkabung dan ingin bertanya banyak hal pada Abby.Abby adalah bayi yang sudah mereka tolong dulu. Membiayai persalinan yang tidak memiliki persiapan untuk melakukan operasi sesar. Masa lalu yang tidak pernah Veily lupakan. Bahkan, mereka sendiri ingin menjadi kerabat sampai besan. Itulah sebab juga Cloe menikah dengan Aaron. Meski perjodohan menjadi dasarnya, tetapi sungguh keduanya saling mencintai."Nak, bagaimana bisa ini terjadi?" Wisnu mencoba bertanya. Dia terlalu penasaran untuk menunggu nanti."Sampai saat ini aku belum menemui pelakunya. Tapi aku sudah tahu siapa dia. Mungkin ini salahku," lirih Abby yang mengalahkan dirinya karena harus mencoba mengenal Dara.
"Maaf sudah membuatmu cemas, Girl," ucap Abby sembari menyentuh pinggang Dara. Membalas pelukannya sekilas dan melerai. Namun, Dara justru tidak ingin menjauh dari dekapan Abby, ia lingkarkan kedua lengannya di leher laki-laki itu.Abby membawa wanitanya masuk, meski Dara tetap bergelayut manja pada dirinya. Dia memang menyukai hal itu, tetapi rasa takut dalam diri Abby juga begitu mengusik pikiran. Entah bagaimana dan dari mana dia harus menjelaskan lalu apa tanggapan Dara pun Abby tidak bisa menerkanya."Tidak apa-apa, By. Kamu sudah makan? Aku menunggumu, kita makan bersama, ya? Aku sudah sangat lapar, kamu juga 'kan?" Dara menangkup wajah kekasihnya dan berceloteh panjang lebar, wajahnya ceria dan bahkan ia memberikan kecupan pada bibir Abby.Pria itu hanya sedikit memajukan bibirnya, tidak ada acara lumat melumat kali ini. Namun, Dara juga tidak menuntutnya, toh mereka akan makan malam di meja makan bukan di ranjang."Kamu belum makan sejak
Lalu kini, Dara harus memihak pada Aaron? Dia yang kabur dari pria itu, lalu kini dia harus menyalahkan kekasihnya? Dara bangkit, dia memang salah berucap, seharusnya bukan pertanyaan itu yang terlontar."Maafkan aku, By. Maaf, berita ini mengejutkan. Maafkan aku. Aku kira aku bisa meminta maaf dan kita bisa menunjukkan hubungan kita pada pria itu hingga tidak ada dendam di antara kita semua." Gadis itu mendekati Abby yang masih setia mengepalkan tangannya di kursi sebelumnya."By, maaf. Aku hanya syok. Aku hanya… entahlah ini aneh dan mendadak. Ya, kematian, kelahiran memang tidak ada yang pernah tahu. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menuduhmu, By," sesal Dara. Ia menggenggam jemari tangan Abby, mengelus punggung tangannya untuk memberikan ketenangan.Seharusnya Abby bisa tenang dengan bercerita dan jujur, tetapi respons Dara membuatnya kecewa."Kamu ingin tahu siapa yang melakukannya?" Abby menatap Dara dengan intens, matanya memerah. Abby
Plak! Dara menampar pria itu.Setelah semua yang terjadi, masih bisa mulut busuk itu mengatakan ketidakrelaan. Raka sungguh sudah tidak waras. Bahkan sekarang, hanya dengan menatap wajah laki-laki yang pernah begitu dia cintai, Dara merasa ingin menendangnya menjauh."Kamu gila! Sumpah kamu gila! Kejadian bertahun-tahun lamanya setelah drama yang kamu mainkan, sekarang apa?! Kamu berharap bahwa aku akan… apa?! Apa maumu?!""Aku tidak akan membiarkan kamu bahagia jika bukan denganku, Dara! Tidak akan!"Bugh!Abby langsung memberikan pukulan keras pada wajah pria itu. Sudah cukup semuanya. Satu kali, dua kali bahkan entah berapa kali Abby menghancurkan muka itu. Tidak hanya itu dia juga mencekik leher Raka. Wajah sangar itu memperlihatkan urat-urat kemarahan yang tidak bisa dia sembunyikan lagi."Seberapa pantas kamu mendapatkan maaf? Kamu kira kamu malaikat? Kamu kira kamu pantas?!" Nada bicara yang pe
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
[Aku kirim sesuatu ke rumah, pakai untuk malam nanti, ya. Aku akan jemput pukul tujuh] begitulah isi pesan yang diketik oleh Abby pada Dara. Kini wanita yang tengah beristirahat di ruang guru tersebut hanya mampu cengar-cengir membayangkan pertemuan mereka setelah tiga hari. Dara selayaknya seorang remaja yang jatuh cinta, astaga memalukan! Namun, adakah kata memalukan untuk sebuah cinta? Bahkan cinta itu menuntun pada hal gila, bukankah begitu?Dara hanya membalasnya dengan satu kata, okay' kemudian dia kembali mempersiapkan materi yang akan dia berikan untuk anak didiknya di pelajaran yang akan datang. Dara juga perlu mempelajari banyak hal di sekolah itu. Mengenal seluk-beluk, apa yang diizinkan juga tidak diizinkan. Mengenal pada guru dan juga mengenal murid yang ada di sana.Sementara di sisi lain kota yang jauh dari hiruk-pikuk suara kendaraan, Wisnu dan Veily melongo hampir tidak percaya dengan yang dia lihat. Veily tidak henti-hentinya menitikan air ma
"Hai! Selamat pagi!" sapa Dara, dia berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya, tanpa duduk. Berdiri di samping meja yang cukup keren di matanya.Suara balasan dari mereka sungguh membuat Dara bersemangat, mereka ramah dan mungkin remaja brutal tidak akan ada di sana, kecuali kekasihnya yang selalu bersikap demikian. Dara mengulas senyumnya ketika mengingat tiga hari dia bahkan belum bertemu dengan pria itu."Okay, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya adalah Sandara. Guru bahasa kalian, ini adalah jam pertama untuk saya jadi, ada yang mau memulai kelas?" Dara menatap mereka satu persatu. Kagum, pakaian bersih, rapi, dan berseragam lengkap. Mereka semua cantik dan rupawan."Mulai dengan perkenalan, Bu. Bagaimana jika hari ini sedikit santai, agar kami mengenal guru terbaik kami," teriak salah satu murid yang duduk di barisan tengah dari depan pun dari samping."Okay, apa perlu membuat kartu nama layaknya anak paud?" Mereka tertawa dengan pertanyaan ya
Wisnu terus membeberkan mulai dari kelahiran, penyakit Cloe dan juga sampai kejadian Cloe menikah dan meninggal. Juga permintaan maaf karena saat Cloe ada di Indonesia dalam waktu yang cukup lama mereka bahkan tidak pulang ke Indonesia. Sungguh mungkin banyak orang mengira bahwa mereka orang tua yang pilih kasih, tidak adil juga menyebalkan. Namun, keduanya terus bercerita setiap kendala yang terjadi, bagaimana Veily down dengan berita yang berurutan, penyakit Cloe yang menyita perhatian.Larasita terus mendengarkan dengan sesekali mengangguk-angguk. Dia begitu memahami semuanya, kenapa tidak? Dia sudah tua dan banyak memakan pahit manis, asin legitnya kehidupan yang begitu terkadang menguras emosi."Jadi begitu, Bu. Kamu sungguh frustasi dengan semuanya. Menantu saya juga baru saja meninggal dua Minggu yang lalu," jelasnya lagi."Saya turut berduka untuk kehilangan itu, Tuan, Nyonya. Ya! Dara… saya menemukan bayi itu tepat saat kecelakaan itu terjadi. Kejadiannya sangat cepat dan tra
"Baik, bagus sekali! Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah mau membantu kami," katanya. Wisnu segera mengakhiri panggilan dan segera mendekati istri dan rekannya."Kabar bagus, apa yang kita cari bisa kita temukan saat ini. Kita harus bergerak, polisi sudah mengirimkan alamat padaku." Senyum Wisnu terulas sempurna, begitupun dengan Veily dan pria yang akrab dikenal sebagai Faiz itu langsung beranjak.Ketiganya menelusuri jalanan, cukup jauh dari tempat kejadian. Pantas saja mereka tidak akan menemukan informasi apa pun di sekitar lokasi, jadi orang itu ternyata membawanya hampir keluar kota."Kita mau ke mana ini, Wisnu?" gumam Veily yang tampak kebingungan dengan jalanan yang kini mulai tampak cukup sepi, berderet-deret rumah yang berjarak cukup jauh."Kita hampir tiba, Sayang. Nah! Lihat bangunan hijau itu, di sana adalah panti asuhan. menurut informasi dari pihak kepolisian, wanita dengan nama yang selalu kita jumpai di setiap artikel membawa bayi itu
Kini bahkan Abby kembali menatapnya dengan sorot mata yang begitu memperlihatkan bahwa dia begitu mendambakan dirinya."Abby… serius?" Abby mengangguk, dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Dara. Menarik dagu wanita itu dan tidak menghiraukan pramusaji yang tengah sibuk dengan makanan keduanya."Apakah aku pernah bermain-main denganmu? Apakah semua yang terlewat tampak seperti sebuah sandiwara?" Lagi-lagi Dara menggelengkan kepalanya. Apakah Dara gila jika menganggap semua yang dilakukan oleh Abby adalah sebuah kebohongan. Dia bahkan rela melakukan apa pun untuk wanita itu bukan? Sejak awal, ya! Sejak awal."Tidak sama sekali, By." Abby mendekatkan bibirnya pada bibir Dara, mengecupnya pelan dan melumatnya sesaat sebelum semua perhatian beralih pada mereka berdua."Tunggu sampai papa dan mamaku tenang. Terutama Mama, kamu pasti sudah tahu semuanya bukan? Sejujurnya tanggapan mereka tidak begitu berarti, tetapi aku tetap anak mereka Dara, jika usahaku tidak dihargai maka, dengan
Bukan hanya kesedihan. Kekalutan dan juga marah menyelimuti hati Ravella, apa yang bisa dia banggakan sekarang? Mertua prianya sekarat di rumah sakit yang tidak akan pernah tahu selamat atau tidak. Kemudian mertua perempuannya pun tidak mau tahu tentang dirinya. Dulu, cucu laki-laki itu menjadi tameng untuknya bisa bertahan hidup mewah dengan semua kepemilikan Raka yang menyeret kehidupan kelam Ravella menjadi sebuah mimpi yang menjadi nyata.Namun sekarang? Bahkan untuk bangkit dari duduk yang telah dilalui beberapa jam lalu lamanya saja tidak mampu. Anak yang merengek pun tidak berhasil menyadarkan dia dari semua yang baru saja terjadi. Menerima kenyataan di mana dia akan kembali mlarat, kere, dan tidak akan ada yang mau menampung seorang janda dengan anak.Matanya menatap kosong seluruh ruangan yang sudah mulai surut dari keramaian. Vella sendirian dengan tangisan balita yang ingin sekali dia bungkam."Diamlah! Kehadiranmu bahkan tidak membantu apa pun saat ini!" Hanya bisa terus m
“Tidak masalah, Dara. Kamu tahu, Tuan dan Nyonya Wisnu adalah orang berkelas, dia selalu memberikan dukungan pada siapapun yang terkena masalah dalam rumah tangganya. Kamu beruntung bertemu dengannya. Sayangnya kamu tahu sendiri, bahkan kehidupan anaknya sendiri rumit. Aaron… jelas kamu pasti tahu banyak tentang dia bukan?” Dara mengangguk karena memang dia sudah mengetahui semua tentang pria itu.“Baiklah. Aku tunggu kamu jam sepuluh. Jangan terlambat okay, kita akan buat kejutan untuk pria itu. Biarkan dia mendekam di penjara sampai mati dan membayar seluruh rasa sakit yang kamu alami. Setelah ini kamu akan menjadi jutawan,” kelakar pria botak yang kerap menyebut dirinya dengan nama Bobby.Sepeninggalan Bobby, Dara merasa sedikit tenang, dia harus bersiap untuk mengikuti persidangan. Sungguh dia begitu merindukan bercengkerama dengan Abby, sayangnya dia sama sekali tidak membalas pesan yang dikirim oleh Dara sampai masalah Raka usai dan Dara benar-benar membantu memenjarakan Raka bu
Dara berjalan dengan gontai, dia datang bersama dengan Abby dan keluarga, tetapi harus pulang sendiri. Beginikah rasanya kembali tidak dianggap? Tanpa terasa air matanya menetes. Dara kesal harus menjadi wanita yang lemah setelah mengenal cinta lagi. Dara ingin menjadi layaknya dulu, wanita yang kuat dan terus berjuang."Jika dulu aku bisa bertahan selama dua tahun, kenapa bersama Abby, sehari sudah layaknya seabad. Beginikah rasanya dicintai tetapi mengecewakan?" Dara menghela napasnya dengan dalam.Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di dekatnya, Dara yang berada di trotoar jalan menoleh untuk melihat siapa yang berhenti untuknya."Dara? Masuklah, Nak. Kamu sendirian? Aku kira kamu pulang bersama dengan Abby," seru Veily. Benar sekali, wanita itu ternyata belum pulang hanya duduk di sebuah mobil dan melihat segala tingkah Dayyana yang tidak puas-puasnya melukai Abby. Padahal jelas pria itu sudah dewasa dan tahu apa yang dilakukan olehnya. Dia mengerti dan bisa membedakan mana yang baik