"Jadi, benar-benar tidak boleh ke sana?" tanya Darren.Saat ini posisi Jihan berada di kamar Bella, sementara suaminya di tengah pintu. Hari sudah malam, tentunya mereka harus segera tidur. Bella menghela napas melihat sang ayah yang melangkah perlahan."Kalau jarak segini, mual tidak?" tanya Darren memastikan.Jihan terdiam sejenak, kemudian menggeleng. "Sepertinya tidak Mas."Darren kembali melangkah, namun langsung mundur lagi ketika melihat Jihan yang ingin muntah. Darren tentunya menghela napas pasalnya jarak antara Darren dengan Jihan lumayan jauh. Tapi, malah tetap ingin muntah."Sebenarnya apa sih Jihan yang membuatmu mual? Parfumku?" tanya Darren serius, barangkali karena parfum, maka Darren akan langsung mengganti."Aroma tubuhmu Mas," celetuk Jihan langsung menutup hidungnya.Netra Darren pun menatapnya dengan sangat tidak percaya. Senang karena bakal punya anak, tapi giliran dapat anak malah ngidamnya aneh. Tidak bisa didekati untuk sementara waktu. Apalagi buat nganu, ten
"Omong kosong! Berhenti berpura baik di depanku. Aku sangat tahu kalau kau di belakang pasti menertawaiku," tuding Yuna langsung melepaskan tangan dari genggamannya."Kau ke sini ingin pamer kekuasaan suamimu itu iya kan," tuduh Yuna lagi.Mulut Jihan semula hanya membisu saja. Mendengarkan segala tuduhan yang Yuna lontarkan padanya. Barulah Jihan menghela napas dan bersiap untuk menyerang balik kakak tirinya ini."Aku serius ingin membantumu, Kak. Tidak bisakah kau setidaknya menyambutku dengan baik? Bukannya malah menuduh ini itu," celetuknya.Yuna menyeringai. "Menyambutmu? Bumi bakal terbelah kalau sampai aku melakukannya padamu!""Jadi, Kakak tidak akan menerima bantuan dariku?""Tidak!" seru Yuna dengan kesal, "lebih baik kau pergi saja dari sini!"Tubuh Yuna bangkit dari duduk. Lantas mulai berjalan meninggalkan Jihan, namun Jihan menatap kakak tirinya dalam diam. Kemudian, Jihan langsung berucap."Menurut Kakak, siapa lagi orang yang akan datang ke sini dan berjanji akan membe
Tangan Darren mencengkram erat ponsel begitu sambungan terputus. Mata menatapnya, kemudian langsung memeluk tubuhnya yang sedikit bergetar. Aksa loh, kakak iparnya yang selalu terlihat baik, meski kerap adu mulut dengan suaminya."Mas, pasti kak Yuna berbohong padaku kan? Kakakmu tidak akan berani melakukan hal itu padaku," ujarnya dengan panik.Darren mengelus kepalanya dan memeluk semakin erat. "Jika memang bohong, maka dari mana Yuna bisa mendapatkan nomor milik kak Aksa?""Soal itu ....""Jangan dipikirkan Jihan," pinta Darren, "yang penting kita tahu dan berusaha untuk menjaga jarak. Untuk saat ini tak ada bukti untuk membuatnya dinyatakan bersalah."Dan itu sangatlah benar. Hingga membuat Jihan hanya diam dan memilih memeluk tubuh suaminya sangat erat. Kenapa hidupnya selalu tak pernah tenang? Menikah dengan Abian selalu dijahati oleh Yuna dan ibu tirinya. Begitu menikah dengan Darren, ia kembali menemui orang seperti itu lagi.Tapi, keluarga dari suaminya jauh lebih berbahaya.
Jihan saat ini sedang duduk di kursi makan. Bersama dengan Bella menikmati pemandangan yang indah, yakni Darren yang sedang membuat salad untuk mereka berdua. Bahkan Darren melarang semua pembantu untuk ke dapur dan membantu."Papa biasanya tak mau ke dapur," singgung Bella membuatnya melirik."Itu artinya Papa mau ke dapur karena ada mama kan," ujarnya sengaja membanggakan diri.Bella ikut meliriknya kemudian tersenyum. "Tentu saja, berkat kehadiran Mama. Papa mulai berubah."Tangannya terangkat untuk mengelus kepala Bella dan tersenyum. "Justru mama yang merasa beruntung karena Papa dan Bella. Tanpa kalian berdua, entah akan seperti apa nasib mama nantinya."Mata Bella menatapnya lama. Kemudian langsung menuruni kursi hanya untuk memeluknya. Bahkan Bella menenggelamkan kepala pada dadanya. Jihan terkekeh karena Bella yang tiba-tiba bersikap manja padanya."Bella lebih beruntung karena bertemu Mama waktu itu. Kalau tidak, pasti ...."Senyum di bibir Jihan langsung luntur. Ia pernah d
Darren terdiam begitu mendengar ucapan darinya. Hal itu membuat Jihan mengelus wajah suaminya. Kemudian ia menyempatkan diri untuk mengecup bibir Darren."Mas tidak suka dengan ucapanku barusan?""Ya, sedikit," sahut Darren mengusap bibirnya."Aku berjuang sampai di titik ini kan memang untukmu, Jihan. Tapi, ketika aku menemukan cara untuk menghukum, kau malah seperti ini," celetuk Darren.Kepalanya mengangguk. "Iya Mas. Aku tahu kalau kau berjuang untukku. Tapi, Mas. Tolong jangan terlibat terlalu jauh, atau setidaknya berhenti mencari cara untuk menghukum keluargamu sendiri.""Tapi, mereka berdua memang salah Jihan."Jihan menatap suaminya yang mulai melepaskannya. Lantas bangkit duduk dengan mata menatap sedikit kesal padanya. Jihan pun ikut bangkit tapi untuk memeluk tubuh suaminya."Aku tahu Mas. Baik, aku tidak akan melarang atau berkomentar kalau memang mereka salah. Tapi sebuah kesalahan tidak boleh dilebih-lebihkan, mengerti?"Darren menghela napas kemudian mengelus punggungn
"Kak Luna kabur, kok bisa Mas?" tanya Jihan terkejut.Darren menghela napas. Sebab merasa masalah tak pernah berhenti. Mata Darren menatapnya dan mengelus wajahnya. Dapat, Jihan lihat wajah suaminya yang nampak khawatir ini."Ingat. Jangan pergi ke mana pun. Selama si Luna belum ditemukan keberadaannya, jangan pernah keluar dari rumah," ujar Darren memberinya peringatan."Dan juga, aku akan memperketat keamanan rumah dan sekitar komplek," lanjut Darren.Jihan menatap suaminya serius. "Terus sekolah Bella gimana Mas?""Sekolah online. Pokoknya selama si Luna tidak masuk penjara, aku tidak akan membiarkan orang luar masuk ke rumah seenaknya. Juga orang dalam keluar begitu saja," ujar Darren terdengar bulat."Terus bahan pangan gimana?"Darren langsung menghela napas. "Sayang, kenapa kau malah mencemaskan masalah hal tidak penting sih? Pikirkan dulu dirimu Jihan, target dari si Luna tentunya adalah istriku yang cantik ini."Jihan memeluk tubuh suaminya erat. "Lalu bagaimana denganmu send
Darren menatap marah atas teriakan dari Luna. Dengan tangan yang masih menopang tubuhnya, supaya tidak terjatuh. Darren melotot dan mulai menyeru."Sebelum kau mendekat pun, aku yang akan membunuhmu duluan!"Luna nampak terkejut dan berhenti menunjukkan raut marah. Ketika mendengar suara dari Darren. Pria yang sejak dulu dicintai dan justru menikah dengan sahabat sendiri, hati Luna sudah sakit. Kemudian melihat Darren mendekati banyak wanita dan berakhir dengan menikahi Jihan, Luna semakin tak bisa berpikir jernih."Aku yang akan melakukan hal itu padamu, aku akan membalas apa yang sudah kau lakukan pada kak Yuna," ujar Jihan penuh amarah, hingga mata Darren meliriknya.Kemudian Jihan menatap suaminya dan kembali menangis. "Mas, ayo ke rumah sakit sekarang."Darren mengangguk. "Ya Sayang, ayo. Tapi kita pastikan Luna dibawa ke polisi dulu ya."Jihan menggeleng dan masih menangis. "Tidak mau, harus sekarang."Darren terdiam sejenak. Menatapi Jihan cukup lama, kemudian kepala Darren men
Setelah beberapa menit berlalu. Akio membawakan banyak sekali makanan. Namun, mereka bertiga tidak bisa makan di depan ruang rawat yang wajib sunyi. Meski tak begitu jauh, supaya masih bisa mengontrol kondisi Yuna."Bagaimana cantik? Apa enak?" tanya Akio sembari melirik sebutir nasi di sudut bibirnya, Akio nampak tertarik.Jihan hanya mengangguk tanpa menjawab pertanyaan dari pria ini. Darren yang menyadari tatapan Akio, langsung bergerak mengelap nasi dari bibirnya. Jihan menoleh pada suaminya sebentar, kemudian sibuk makan lagi. Sementara Akio langsung memukul lengan yang tadi ingin mengusap juga."Soal putrimu bagaimana Tuan Darren? Aku tidak melihatnya dari tadi, apa dia ada di rumah?" tanya Akio penasaran."Ya, Bella ada di rumah.""Apa mau dibawa ke sini? Biar aku saja yang menjemput," tawar Akio.Mata Darren langsung menatapnya. "Rumah lebih aman dari pada rumah sakit. Jihan, bagaimana kalau kau pulang saja?"Mendengar hal itu, kepala Jihan langsung menggeleng. Bagaimana mungk