Biru merasa kasihan ke Senja, tapi dia juga tidak ingin terluka lagi untuk ke dua kalinya.
Biru melangkah naik, hingga Senja sadar ada orang yang berjalan di belakangnya lalu menoleh.
“Kak Biru,”panggil Senja.
“Apa kamu sudah berkemas? Kapan kamu akan pergi?” Tanya Biru yang tak tahu Senja akan menghadiri private party Segara dan Nona lebih dulu.
"Dia tidak akan pergi, karena aku memintanya datang di private party di Bali."
Kini giliran Biru yang menoleh ke arah belakang. Dia agaknya tak suka mendapati Segara membela Senja. Hal ini seolah menunjukkan kepadanya bahwa pantas saja Senja bisa mendua, karena Segara pun sejatinya masih memerhatikan adik angkatnya itu.
"Oh... Kamu mengundangnya?" Biru menjawab dengan santai, dia tak bicara lagi dan memilih berlalu menuju kamar.
Senja sendiri hanya bisa pasrah menyaksikan Biru yang benar-benar tak mau lagi berbaikan dengannya. Di sisi lain Segara tak sadar,
Nona kaget, dia tak menyangka pria dingin dan sombong seperti si raja tega bisa juga berlagak seperti anak kecil."Kalau kamu tidak mau memaafkan aku, aku akan mogok makan!" Ancam Segara.Nona memulas senyum tipis sebagai bentuk akhir drama cemburu dan ngambeknya. Namun, dia juga merasa mengerjai Segara tak pernah semenyenangkan ini. Dengan tanpa beban Nona berkata kalau Segara boleh saja mogok makan, dan dia akan mogok memberi jatah ranjang."Silahkan mogok makan tapi jangan minta jatah ranjang!""Apa?"Nona melenggang tanpa beban menuju kasur, dia merebah dan kembali dengan kegiatannya melihat video yang dikirimkan oleh anggota geng sultini blok kamboja, berbeda dengan saat masih muda dulu yang sedikit gesrek. Sekarang mereka lebih waras dan bahkan tetangga Mina yang bernama Bianca itu mengirim video motivasi pernikahan.Nona memiringkan badan ke samping untuk membelakangi Segara. Dia sibuk melihat video itu tanpa suara, Segara sendiri pen
"Saya mau minta izin keluar sebentar, saya mau mengajak pacar saya makan siang," jawab Emir malu-malu."Cih... Aku tidak yakin kamu punya pacar, pacarmu benar-benar perempuan 'kan? Atau jangan-jangan mahkluk jadi-jadian?"Emir membuang napas kasar, dia seperti sedang meredam emosi sebelum berkata ke Segara. "Pacar saya wanita tulen pak, dia bukan kuyang atau babi ngepet."Segara menahan tawanya mendengar jawaban Emir, dia tahu sekretarisnya kini sedang sebal, dari pada membuat Emir semakin emosi jiwa, Segara pun mengizinkan pria itu bergegas pergi."Terima kasih, Pak. Anda memang sangat baik hati dan tidak sombong." Emir tersenyum lebar, dia pergi setelah mendapat izin, meninggalkan Segara sendirian di ruangan.Setelah pintu tertutup Segara baru sadar kalau dirinya juga butuh makan siang. Jangan sampai tipesnya kambuh karena telat makan atau Nona akan berubah menjadi reog memarahinya. Segara melirik jam di pergelanga
Segara menyingkirkan piring makan dan mulai mengamati apa yang istrinya lakukan. Nona perlahan membuka kotak itu, bahkan meminjam gunting dari penjaga kantin. Ia penuh keyakinan membuka, berpikir bahwa isinya tidak mungkin hal-hal yang membahayakan. Namun, dugaan Nona keliru. Ia menutup kembali kotak itu lalu mundur ke belakang karena kaget."Apa? Apa isinya?" Tanya Segara dengan wajah panik karena Nona tampak ketakutan.Pria itu berdiri untuk mengecek, tapi Nona melarangnya."Jangan buka!""Kenapa?""Isinya mengerikan," kata Nona.Segara yang menyadari wajah Nona berubah pucat pun tak menurut. Ia tetap membuka kotak itu dan terperangah."Siapa yang mengirim barang seperti ini untukmu?" gumamnya. Ia memanggil OB yang kebetulan sedang mengepel lantai di dekat sana, memintanya membuang barang itu ke tempat sampah.Setelah membuka kotak itu, Nona kehilangan nafsu makan, dia berjalan kembali ke r
Nona pun terkejut mendengar jawaban Segara, mungkinkan Senja benar-benar bisa bersikap sekejam itu. Emir juga tidak kalah terkejutnya dengan Nona, karena dia selama ini hanya tahu jika Senja adalah wanita yang lembut dan sopan.Segara langsung menarik pria itu untuk ikut, Nona dan Emir sama-sama takut jika Segara murka dan membuat keributan di rumah orangtuanya.**Begitu sampai di rumah Mina. Nona menatap mobil abu-abu dengan plat nomor yang disebutkan kurir tadi. Tidak mungkin itu sebuah kebetulan atau karangan, karena yang disebutkan pria itu cocok dengan plat nomor mobil milik Senja.Nona sendiri benar-benar tidak menyangka jika yang menerornya adalah Senja, hal ini membuat Nona berpikir kenapa bisa sebenci itu Senja kepadanya.Segara langsung masuk rumah mencari keberadaan Senja, sedangkan Emir menahan pria yang bersama mereka agar tidak kabur.“Ada apa ini, Ga?” tanya Mina yang keheranan karena Segara datang d
Nona benar-benar tidak bisa membuat Segara berhenti untuk marah. Ia merasa tak enak hati dan terus menahan lengan sang suami.Segara kembali menoleh Senja, hingga dia kemudian mengancam. “Mengaku saja, atau aku akan membalas perbuatanmu berkali-kali lipat dari apa yang kamu lakukan ke istriku! Kamu sudah benar pergi saja ke luar negeri, buat apa masih di sini!” bentak Segara lagi.Senja begitu syok mendengar bentakan Segara, padahal dia sudah membatalkan tiket pesawat karena mengundur kepergiannya, tapi sekarang Segara memintanya untuk segera pergi dari sana. Bak air dan api, sikap Segara berubah drastis padanya.“Ga, aku yakin jika bukan Senja pelakunya. Bisa saja pria itu yang berbohong karena ingin memfitnah. Kita tidak bisa percaya begitu saja pengakuannya, bisa saja sudah ada yang mengontrol ucapannya.” Biru ternyata memercayai Senja, dia membela dan membuat Senja sedikit merasa lega.Pria kurir itu semakin m
Emir benar-benar membuat tukang ojek itu mabuk karena dia cekoki miras. Kini dia tinggal menunggu pria itu bicara jujur tentang wanita yang menyuruh mengirim paket mengerikan itu ke Nona.“Sekarang jujur, siapa yang menyuruhmu? Apa benar wanita tadi yang datang menemuimu dan menyuruhmu?” tanya Emir saat tukang ojek itu sudah mabuk berat.Tukang ojek itu menyipitkan mata ke arah Emir, seolah dia tidak mengenali Emir. Hingga mulai memukul-mukul meja membuat Emir terkejut.Namun, ada yang lebih membuat terkejut lagi ketika pria itu malah bercerita tentang hidupnya yang sulit. Emir memijat kepala, kenapa pria itu malah bercerita tentang masalah rumah tangganya.“Sepertinya ini tidak benar,” gerutu Emir yang sudah frustasi. Dia pun sudah kesal karena belum mendapatkan hasil sama sekali.Saat Emir sudah putus asa, tukang ojek itu tiba-tiba berkata, "Dia pasti senang hari ini, karena aku dapat banyak duit dari hasil antar bar
Pagi harinya Emir berjalan cepat menjemput Segara yang baru saja memarkirkan mobil. Dia meminta satpam yang ada di lobi untuk mengabarinya saat sang atasan datang. Emir seperti tak sabar untuk memberikan informasi yang sengaja dia simpan agar bisa disampaikan secara langsung ke Segara.Namun, tak Emir sangka Segara memintanya untuk tidak membahas masalah itu, dia ingin segera menyelesaikan pekerjaan lalu bergegas bersiap-siap terbang ke Bali untuk acara private party-nya dan Nona."Apa Anda serius tidak mau tahu siapa pelaku sebenarnya?"Emir berjalan di belakang Segara, dia merasa sia-sia mencari informasi jika Segara sampai tidak mau mendengar.Nona yang datang bersama Segara melirik Emir, hingga dia berkata jika suaminya tidak mau mendengar maka dia yang akan mendengarkan."Katakan siapa orang itu!"Segara berdecak sebal, dia yang ingin istrinya fokus memikirkan pesta mereka pun memasang muka masam. Emir tahu Segar
Nona melihat ke arloji yang melingkar manis di pergelangan tangan, hingga kemudian menjawab ajakan Prabu, “Baiklah, katakan Paman mau bertemu di mana?”Setelah panggilan itu berakhir, Nona meminta izin ke Biru untuk keluar sebentar saat jam makan siang. Dia pun pergi ke restoran yang sudah ditentukan oleh Prabu.Saat sampai di restoran, ternyata Prabu sudah menunggu dan langsung tersenyum sambil melambaikan tangan. Nona sendiri memasang ekspresi wajah biasa saja, lantas duduk berhadapan dengan pamannya itu.“Mau pesan apa? Bagaimana kabarmu?” tanya Prabu berbasa-basi.“Sangat baik,” jawab Nona sedikit malas.“Syukurlah kalau baik,” ucap Prabu sambil terus mengulas senyum. Tentu saja ada udang di balik batu, dia meminta bertemu dengan Nona pasti karena sebuah tujuan terselubung.“Oh ya, apa kamu bisa membantu paman?” tanya Prabu mulai melancarkan niatnya mengajak bertemu.Nona
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat