Alin tersenyum misterius. Diam-diam sudah banyak rencana yang mengepung di kepalanya.“Lebih baik kita nikmati saja masa pengantin baru kita, Mas. Karena setelah ini, kita akan berjuang menghempas para musuh,” ujarnya– tersenyum smirk.Akhirnya mereka meneruskan kembali aktivitas mereka yang tertunda. Devan kembali mengajak Alin mereguk indahnya masa pengantin baru di kamar yang dingin itu.***Keesokan harinya saat mereka tengah sarapan pagi berdua, Alin teringat akan para pelayan mereka.“Mas, para pelayan kita kemarin bagaimana? Apakah kamu sudah mengecek CCTV?” “Aku sudah mengeceknya, dan aku sudah tahu siapa pengkhianat di rumah kita. Tunggu saja waktunya tiba, kita akan segera menangkapnya!” tutur Devan penuh misteri.“Syukurlah. Semoga setelah ini kita bisa hidup dengan tenang,” ucap Alin.Devan mengangguk, mereka kembali melanjutkan sarapan mereka sebelum berangkat ke perkebunan. Hari ini rencananya Devan akan mengajak Alin mengelilingi perkebunan lagi sebelum mereka kembal
Tiba-tiba bibi Devan datang membawa nampan berisi air dan camilan. Dia heran melihat ketegangan yang tercetak di wajah ketiganya.“Alea, kenapa kamu membiarkan tamu kita berdiri? Mari silakan duduk, Nak. Ini Tante buatkan minuman,” ujarnya.“Ma, Devan dan istrinya tega menuduh aku ingin meracuninya, Ma!” adu sang anak.Wanita paruh baya itu terperangah dengan aduan anaknya, “benarkan itu, Van?” tanya Tante memandang Devan.Devan langsung memutar kembali rekaman milik Alin. Tante mendengar rekaman itu dengan saksama hingga rekaman berakhir.Plakk!“Mama tidak mengira kau akan melakukan segala cara demi mencapai tujuanmu, Alea!” “Ma, kenapa Mama malah menamparku? Harusnya Mama membelaku!”“Kamu memang pantas ditampar, Alea. Devan, Alin maafkan perbuatan anak Tante ya, Nak!” ucap tante pada keduanya.“Maaf Tante, biarkan hukum yang akan memprosesnya karena ini sudah termasuk dalam kriminalitas. Kami permisi dulu, Tante. Mohon maaf telah mengganggu waktunya. Ayo, Lin kita pergi!” Devan
Alin mengerutkan keningnya kala melihat interaksi berlebihan yang dilakukan wanita di depannya terhadap sang suami.“Dia siapa, Mas?” tanya Alin.Wanita itu menengok ke arah Alin yang tengah menatap suaminya.“Perkenalkan, saya teman kuliah Devan dulu. Kami sering menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya Devan menyelesaikan kuliahnya dan tidak pernah kembali kesini lagi. Anda siapa? Apakah Anda adiknya Devan?” tanyanya lagi.“Saya istrinya!” ujar Alin ketus.Wanita itu terkesiap karena pengakuan Alin. “Benarkah itu, Van?” tanyanya sambil menatap Devan.Devan hanya mengangguk saja. Dia sedikit malas menanggapi wanita yang ada di depannya ini.“Kau tidak sedang bercanda kan, Van? Sejak kapan kau menyukai anak kecil?” Devan sedikit tersinggung saat wanita itu menyebut istrinya sebagai anak kecil.“Alin bukan anak kecil, dan aku tidak mempermasalahkan siapa dia. Jika kau tidak ada kepentingan, silakan tinggalkan meja kami karena kami akan segera makan!” titah Devan dingin.Wan
Alin membekap mulutnya kala mendengar percakapan sang suami dengan asistennya. Pandangan Alin mulai mengabur dan perlahan kesadarannya mulai hilang. Tanpa pikir panjang, Devan segera membaui Alin dengan aromatherapy yang dia bawa.“Mas, bagaimana keadaan Mami dan Papi sekarang? Kita harus pulang Mas, aku mau pulang sekarang!” ujar Alin setelah tersadar dari pingsan.“Iya kita pulang sekarang Sayang, tapi tenangkan dulu dirimu!” jawab Devan.Mereka berdua segera mengemasi barang yang mereka bawa dan check out malam itu juga. Selama perjalanan, tak hentinya Alin mengalirkan doa untuk kedua orang tuanya.“Mas, bagaimana bisa mereka mengalami kecelakaan?” tanyanya bergetar.“Aku juga tidak tahu pasti bagaimana kejadiannya, Sayang. Yang jelas, saat ini Mami dan Papi sedang di fase kritis,” jawab Devan.Air mata membanjiri pipi Alin, dia menangis sesenggukan memikirkan kedua orang tuanya. Berbagai macam pikiran buruk mulai hinggap di kepala Alin.“Mas, bagaimana jika mereka-““Sssttt su
Devan menatap Alin dengan tatapan penuh tanya. Lelaki itu merasa sepertinya sang istri mengetahui wanita yang baru saja disebutkannya. “Memangnya, menurutmu siapa orang itu?” tanya Devan lagi.“Sepertinya dia Indri sepupu Rendra. Dan aku yakin jika karyawanmu sangat mengenal Indri karena dulu Indri sempat bekerja di perusahaanmu, kan?” ujar Alin.Devan berusaha mengingat orang yang disebutkan Alin tadi.“Ya, aku ingat. Kurang ajar! Berani sekali dia hendak membuat ulah!” ujarnya geram.“Tapi tunggu Mas, apa kamu tidak curiga kalau dia hanya merencanakan ini sendirian saja?” tanya Alin lagi.“Iya, aku merasa sepertinya dia masih bekerja sama dengan seseorang untuk menghancurkan perusahaan. Dia tidak sadar sedang berhadapan dengan siapa,” ujar Devan sinis.“Mas, aku heran sebenarnya apa yang mereka inginkan? Indri juga, kenapa dia mengusik perusahaanmu, Mas?” “Aku juga tidak tahu, Sayang. Yang pasti ini tentang bisnis. Besok aku akan memerintahkan Niko untuk mencari tahunya. Se
Alin dan Devan sontak langsung menoleh ke arah sumber suara berasal. Wajah Devan tertekuk kala melihat wajah orang yang sudah masuk tanpa izin dan mengganggu jam istirahatnya. “Untuk apa kau datang kemari? Apa kau tidak tahu jika sekarang jam untuk beristirahat?” sembur Devan. “Santai dong, Van. Jangan marah-marah gitu, dong. Rencananya, gue tadi mampir kesini tuh karena mau ngajakin lo buat makan siang di luar sekalian. Eh nggak tahunya ternyata sudah dibawakan makanan sama istri tercinta,” jawab lelaki itu santai. Teman Devan itu juga melirik ke arah bekal yang sedang disusun oleh Alin. “Berhubung istri lo bawa bekal banyak, gue sekalian gabung makan di sini aja, ya? Nanggung kalau harus jalan lagi,” tawar lelaki itu sambil cengengesan. “Eh nggak bisa, pergi sana makan siang di luar. Gangguin pengantin baru aja. CEO kok nebeng makan!” tolak Devan bersungut. Teman Devan memutar bola matanya, “Ya ampun Van, jangan pelit kenapa sih sama teman sendiri? Mubadzir Van makanan segitu b
Suasana menjadi sedikit menegang setelah ayah Rendra mengucapkan kata-kata sarkas pada kedua orang tua Alin. Alin dan kedua orang tuanya tidak mengira jika orang yang pernah menginjak harga diri mereka akan datang menjenguk dan menimbulkan keributan di hadapan besan mereka seperti saat ini. “Tolong jaga ucapan Anda, Tuan Drajat. Kami tidak pernah berusaha meninggikan diri kami walau putri kami dinikahi orang kaya!” tegas papi Alin. “Tidak usah bersikap sok merendah, Mas. Sombong sekali kau sekarang. Apa kau sudah lupa? Jika tanpa bantuan dari menantumu itu pasti sekarang perusahaanmu sudah gulung tikar. Aku yakin kau pasti telah memaksa Alin untuk menikahi Tuan Devan agar perusahaan kalian bisa selamat dari jurang kebangkrutan, kan?” terang ayah Rendra dengan kejam. Lelaki tua berkumis tebal itu terus berusaha memojokkan ayah Alin di depan besannya. Entah dendam apa yang sbenarnya dimiliki oleh ayah Rendra terhdap orang tua Alin. “Cukup Om, dari tadi Alin perhatikan Om dan Tante te
Devan menyipitkan matanya, dia menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Nyali wanita paruh baya itu menjadi sedikit menciut karena melihat tatapan Devan yang sukses membuatnya merasa terintimidasi.“Memangnya apa yang telah dilakukan oleh istri dan juga mertua saya terhadap kalian?” tanya Devan. Merasa Devan akan berpihak padanya, wanita itu menghilangkan rasa takutnya dan mencoba mempengaruhi Devan.“Asal Anda tahu, istri juga mertua yang Anda tolong itu sudah melakukan hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang tuan rumah terhadap tamu. Benar-benar tidak bisa dijadikan panutan,” gerutu ibu Devan. Devan mengangkat salah satu alisnya, “tapi saya lihat sepertinya kalian terlihat baik-baik saja setelah keluar dari ruangan mertua saya. Kenapa kalian bisa mengatakan jika istri dan mertua saya melakukan hal yang tidak pantas dilakukan?” tanya Devan sambil mengamati kedua orang itu. “Fisik kami memang tidak tersakiti, tapi hati kami sangat terluka karena perbua