Alin membekap mulutnya kala mendengar percakapan sang suami dengan asistennya. Pandangan Alin mulai mengabur dan perlahan kesadarannya mulai hilang. Tanpa pikir panjang, Devan segera membaui Alin dengan aromatherapy yang dia bawa.“Mas, bagaimana keadaan Mami dan Papi sekarang? Kita harus pulang Mas, aku mau pulang sekarang!” ujar Alin setelah tersadar dari pingsan.“Iya kita pulang sekarang Sayang, tapi tenangkan dulu dirimu!” jawab Devan.Mereka berdua segera mengemasi barang yang mereka bawa dan check out malam itu juga. Selama perjalanan, tak hentinya Alin mengalirkan doa untuk kedua orang tuanya.“Mas, bagaimana bisa mereka mengalami kecelakaan?” tanyanya bergetar.“Aku juga tidak tahu pasti bagaimana kejadiannya, Sayang. Yang jelas, saat ini Mami dan Papi sedang di fase kritis,” jawab Devan.Air mata membanjiri pipi Alin, dia menangis sesenggukan memikirkan kedua orang tuanya. Berbagai macam pikiran buruk mulai hinggap di kepala Alin.“Mas, bagaimana jika mereka-““Sssttt su
Devan menatap Alin dengan tatapan penuh tanya. Lelaki itu merasa sepertinya sang istri mengetahui wanita yang baru saja disebutkannya. “Memangnya, menurutmu siapa orang itu?” tanya Devan lagi.“Sepertinya dia Indri sepupu Rendra. Dan aku yakin jika karyawanmu sangat mengenal Indri karena dulu Indri sempat bekerja di perusahaanmu, kan?” ujar Alin.Devan berusaha mengingat orang yang disebutkan Alin tadi.“Ya, aku ingat. Kurang ajar! Berani sekali dia hendak membuat ulah!” ujarnya geram.“Tapi tunggu Mas, apa kamu tidak curiga kalau dia hanya merencanakan ini sendirian saja?” tanya Alin lagi.“Iya, aku merasa sepertinya dia masih bekerja sama dengan seseorang untuk menghancurkan perusahaan. Dia tidak sadar sedang berhadapan dengan siapa,” ujar Devan sinis.“Mas, aku heran sebenarnya apa yang mereka inginkan? Indri juga, kenapa dia mengusik perusahaanmu, Mas?” “Aku juga tidak tahu, Sayang. Yang pasti ini tentang bisnis. Besok aku akan memerintahkan Niko untuk mencari tahunya. Se
Alin dan Devan sontak langsung menoleh ke arah sumber suara berasal. Wajah Devan tertekuk kala melihat wajah orang yang sudah masuk tanpa izin dan mengganggu jam istirahatnya. “Untuk apa kau datang kemari? Apa kau tidak tahu jika sekarang jam untuk beristirahat?” sembur Devan. “Santai dong, Van. Jangan marah-marah gitu, dong. Rencananya, gue tadi mampir kesini tuh karena mau ngajakin lo buat makan siang di luar sekalian. Eh nggak tahunya ternyata sudah dibawakan makanan sama istri tercinta,” jawab lelaki itu santai. Teman Devan itu juga melirik ke arah bekal yang sedang disusun oleh Alin. “Berhubung istri lo bawa bekal banyak, gue sekalian gabung makan di sini aja, ya? Nanggung kalau harus jalan lagi,” tawar lelaki itu sambil cengengesan. “Eh nggak bisa, pergi sana makan siang di luar. Gangguin pengantin baru aja. CEO kok nebeng makan!” tolak Devan bersungut. Teman Devan memutar bola matanya, “Ya ampun Van, jangan pelit kenapa sih sama teman sendiri? Mubadzir Van makanan segitu b
Suasana menjadi sedikit menegang setelah ayah Rendra mengucapkan kata-kata sarkas pada kedua orang tua Alin. Alin dan kedua orang tuanya tidak mengira jika orang yang pernah menginjak harga diri mereka akan datang menjenguk dan menimbulkan keributan di hadapan besan mereka seperti saat ini. “Tolong jaga ucapan Anda, Tuan Drajat. Kami tidak pernah berusaha meninggikan diri kami walau putri kami dinikahi orang kaya!” tegas papi Alin. “Tidak usah bersikap sok merendah, Mas. Sombong sekali kau sekarang. Apa kau sudah lupa? Jika tanpa bantuan dari menantumu itu pasti sekarang perusahaanmu sudah gulung tikar. Aku yakin kau pasti telah memaksa Alin untuk menikahi Tuan Devan agar perusahaan kalian bisa selamat dari jurang kebangkrutan, kan?” terang ayah Rendra dengan kejam. Lelaki tua berkumis tebal itu terus berusaha memojokkan ayah Alin di depan besannya. Entah dendam apa yang sbenarnya dimiliki oleh ayah Rendra terhdap orang tua Alin. “Cukup Om, dari tadi Alin perhatikan Om dan Tante te
Devan menyipitkan matanya, dia menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Nyali wanita paruh baya itu menjadi sedikit menciut karena melihat tatapan Devan yang sukses membuatnya merasa terintimidasi.“Memangnya apa yang telah dilakukan oleh istri dan juga mertua saya terhadap kalian?” tanya Devan. Merasa Devan akan berpihak padanya, wanita itu menghilangkan rasa takutnya dan mencoba mempengaruhi Devan.“Asal Anda tahu, istri juga mertua yang Anda tolong itu sudah melakukan hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang tuan rumah terhadap tamu. Benar-benar tidak bisa dijadikan panutan,” gerutu ibu Devan. Devan mengangkat salah satu alisnya, “tapi saya lihat sepertinya kalian terlihat baik-baik saja setelah keluar dari ruangan mertua saya. Kenapa kalian bisa mengatakan jika istri dan mertua saya melakukan hal yang tidak pantas dilakukan?” tanya Devan sambil mengamati kedua orang itu. “Fisik kami memang tidak tersakiti, tapi hati kami sangat terluka karena perbua
Alin terharu kala mendengar kata-kata cinta yang meluncur dari bibir Devan. Wanita itu amat bahagia dengan kejutan yang telah Devan siapkan kali ini. Air matanya lolos begitu saja mata indah Alin. “Sayang kamu kenapa menangis? Apa ada ucapanku yang salah dan menyakiti hatimu?” tanya Devan panik. Lelaki itu buru-buru mengambil tisu yang ada di meja itu dan menghapus air mata Alin. Semakin hari rasa cintanya pada Alin semakin besar dan semakin tidak tega untuk membuatnya menangis. “Aku sangat terharu, Mas. Aku tidak mengira kamu akan sampai repot menyiapkan kejutan indah ini untukku. Rasanya aku menjadi wanita yang sangat bahagia,” jawab Alin setelah Devan menghapus air matanya. “Aku bahagia jika kamu juga bahagia, Sayang. Mungkin aku bukan orang yang pandai merangkai kata-kata dan bisa bersikap romantis. Tapi, aku akan selalu berusaha membuatmu nyaman dan bahagia dengan caraku. Maafkan aku jika caraku mencaintaimu selama ini terkesan memaksa di awal. Tapi percayalah, aku tidak akan
Kakak kandung Alin memandang adiknya dengan saksama. Dia dapat melihat rona kekhawatiran tengah menyelimuti diri sang adik. “Kamu kenapa sampai bisa berpikir seperti itu, Dek?” “Aku hanya takut tidak bisa memberinya keturunan dalam jangka waktu yang cepat, Mbak. Mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi,” jawab Alin gusar. “Dek, apa kamu lupa kalau suami kamu itu orang yang sangat kaya? Bahkan hartanya tidak akan habis tujuh turunan sekalipun. Kalau hanya masalah keturunan, Mbak yakin dia akan mengusahakan yang terbaik jika dia ingin segera menimang momongan. Jangan bebani pikiranmu dengan hal yang tidak perlu dipikirkan, Dek,” ujar sang kakak menenangkan. Alin mengangguk dengan nasihat yang dilontarkan sang kakak. Meski begitu, dia tidak bisa menampik rasa kekhawatiran yang masih mendera dalam dirinya. *** Hari-hari telah berlalu, Alin menikmati peran sebagai ibu rumah tangga dengan bahagia. Walau di usia pernikahannya yang sudah menginjak satu tahun dan belum ada tanda-tand
Lagi-lagi seluruh tamu undangan yang berada di sana mengalihkan perhatian mereka ke arah Alin yang baru saja mengucapkan kalimat itu. Rendra merasa terhina dengan ucapan Alin meski kenyataan itu benar adanya.“Mentang-mentang punya perusahaan besar, sekarang kamu jadi semakin sombong saja, Lin. Apa kau lupa jika selama kita menjalin hubungan dulu akulah yang selalu mewujudkan semua keinginanmu? Dasar manusia tidak ingat balas budi,” cerca Rendra.“Biar kuingatkan jika kau lupa, Rendra. Selama kita menjalin hubungan dulu bukan kamu yang keluar uang melainkan aku. Aku yang terus mengeluarkan uang demi lelaki tidak tahu diuntung seperti kamu. Harusnya kamu malu dengan sikapmu selama ini, tapi kamu tidak pernah bisa menyadari kesalahanmu walau Tuhan sudah berulang kali menegurmu!” jawab Alin dengan lantang.“Lin, kenapa kamu jadi sekasar ini sekarang? Setelah menikah dengan seorang konglomerat sikapmu jadi berubah. Kamu bukan Alin yang dulu kukenal,” ucap Rendra berdrama.“Aku memang